Jumat, 10 April 2015

PEMBELAJARAN QUANTUM DENGAN MENGGUNAKAN PETA PIKIR DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN Oleh: Ebenezer Parulian Dabukk, S. Pd. K




Pendahuluan
Belajar adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan secara terus-menerus baik formal maupun non formal karena pendidikan merupakan bagian penting dari berbagai aturan yang ada. Seperti yang diuraikan oleh S. Nasution manyatakan bahwa dengan undang-undang No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional pasal 4, tertera: pendidikan nasional bertujuan mengembangkan kecerdasan bangsa Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memilki pengetahuan dan keterampilan, sehat rohani dan jasmani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[1]
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan salah satu usahanya adalah melalui suatu proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha tersebut, guru merupakan sumbar daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara terus-menerus. Dalam setiap pendidikan di Indonesia selalu ada masalah yang timbul. Masalah itu selalu berubah sesuai perubahan zaman. Dalam menghadapi segala masalah pendidikan banyak sekali kendala yang dihadapi oleh guru. Meninjau dari segi prosesnya, menurut S. Nasution menyatakan bila kita terima belajar sebagai perubahan tingkah laku, maka pendidik menghadapi tiga soal yaitu: 1). Ia harus mengetahui kelakuan apa yang diharapakan dari anak. Hal ini berkenaan dengan tujuan yang akhirnya ditentukan oleh falsafah pendidikan. 2). Ia mengetahui sampai dimana taraf perkembangan anak agar bahan pelajaran dikuasai anak didik. 3). Ia harus tahu bagaimana anak belajar, bagaimana guru mengajarkannya, kondisi apa yang harus dipenuhi agar terjadi suatu proses belajar yang berhasil.[2] Akhirnya kita menyadari bahwa agar guru berhasil dalam mengajar, yang dalam kalimat operasionalnya: “membuat siswa menjadi berminat belajar”, maka perlu mengenal siswa lebih dari siswa tersebut mengenal dirinya.
Permasalahan dalam pendidikan dewasa ini di Indonesia adalah metode yang diberikan bentuknya masih konservatif, berfokus pada guru yang memberikan mata pelajaran, tanpa melakukan variasi kepada murid dalam proses pembelajaran. Para Guru harus menyadari bahwa para pelajar pada masa sekarang ini suka akan hal-hal yang instan, maksudnya dengan usaha yang cepat dan gampang  siswa mengharapkan  sebuah hasil yang besar. Untuk mengantisipasi hal ini, maka guru di sekolah harus mampu mentransfer ilmu kepada siswa dengan baik dan menarik serta menyenangkan bagi siswa.
Selama ini banyak pendapat yang menyatakan bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan Kecerdasan Intelektual (IQ) yang tinggi juga. Namun, menurut hasil penelitian terbaru dalam bidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang.
Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi, salah satunya adalah kecerdasan emosional . Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman, IQ hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, di antaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.[3] Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah.[4] Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligensi yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. EQ adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Jadi sangat diharapkan siswa itu memiliki kecerdasan emosi yang baik, sehingga siswa tersebut mampu melewati setiap pembelajaran yang diperhadapkan dengan baik.[5]
Kecerdasan Emosi (EQ) yang  baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja.[6] Jadi EQ sangat berpengaruh sekali dalam proses belajar mengajar. Untuk itu kecerdasan Emosi harus dikembangkan oleh setiap siswa. Begitu pula seorang pendidik  harus mengetahui begaimana cara yang terbaik untuk mengukur EQ seseorang atau dirinya sendiri.
Guru  PAK yang  sangat berperan  secara signifikan  dalam  pendidikan  dan juga Pribadi yang akan menerapkan nilai-nilai kristiani bagi murid sehingga perilaku mereka menjadi pribadi yang berkarakter seperti karakter Yesus Kristus, sudah seharusnya  memiliki komitmen  yang  dapat menumbuhkan  kinerja,  keyakinan  dan  seperangkat  nilai-nilai yang berdasarkan kebenaran Firman Allah di dalam Alkitab yang dapat menarik  siswa-siswa untuk memiliki dedikasi yang  tinggi guna pencapaian  tujuan  sekolah.  Dengan  demikian  mereka  secara  bersama-sama memiliki dan memegang teguh prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan berjuang untuk mewujudkannya  dalam  tindakan  nyata. Mereka  juga memiliki  komitmen bersama guna mencapai tujuan-tujuan sekolah yang telah ditentukan sebelumnya, tentunya hal ini akan ditemukan dengan menyajikan pembelajaran yang menyenangkan.
Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan adalah merupakan tanggung jawab setiap pendidik termasuk Guru PAK. Guru PAK sebagai salah satu sumber belajar diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam kegiatan belajar mengajar tanpa harus berpedoman kepada metode-metode pembelajaran masa lalu. Guru PAK harus memilih metode pembelajaran yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran yang lebih maksimal. Bukan berarti pembelajaran konvensional salah, namun jika kenyataan di lapangan menuntut transformasi dalam pendidikan guna mencapai hasil yang lebih baik, maka pendidik sudah waktunya berpikir untuk menggunakan pembelajaran yang baru dan menyenangkan bagi siswa atau peserta didik.

Pengertian Belajar
Sepanjang perjalanan manusia selalu berusaha melakukan pembelajaran. Belajar sudah menjalar dalam relung jiwa setiap manusia, baik belajar secara formal maupun non formal.  Dalam pengertian secara naluriah atau alami, belajar merupakan kebutuhan manusia. Belajar merupakan suatu upaya untuk menjawab keingin tahuan. Namun setelah apa yang dipelajari diketahui, keingin tahuan itu masih ada dan terus berkembang. Sehingga belajar menjadi suatu kebutuhan psikologis, seperti halnya kebutuhan akan kasih sayang dan hiburan. Dalam proses yang panjang dan unik pada akhirnya nanti proses belajar akan mendapatkan suatu hasil.
Menurut Slameto  “ belajar  adalah  suatu  proses  usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamnnya    sendiri    dalam    interaksi    dengan  lingkungannya”.[7] Seseorang itu belajar karena interaksi dengan lingkungannya dalam rangka mengubah tingkah laku. Belajar akan membawa suatu perubahan pada individu yang belajar, bila tidak terjadi perubahan pada individu-individu yang belajar maka belajar tidak berhasil.
Dalam proses belajar siswa mendapatkan pertambahan materi berupa informasi mengenai teori, gejala, fakta ataupun kejadian-kejadian. Informasi yang diperoleh akan diolah oleh siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga informasi yang diperoleh dan telah diolah akan menjadi suatu ingatan. Ahmadi mengemukakan: ”Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan didalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya”. ciri-ciri kegiatan yang disebut belajar adalah: 1). Belajar adalah aktivitas yang menghasilakan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun potensial. 2). Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu relative lama. 3). Perubahan itu terjadi karena usaha. Pada hakekatnya belajar adalah suatu proses usaha sadar yang dilakukan secara terus menerus melalui bermacam-macam aktivitas pengalaman untuk mencapai pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku yang mantap.[8] Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pemahaman, perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan tingkah laku, daya penerimaan di lain-lain aspek yang ada diindividu siswa.[9]
Belajar adalah suatu proses kegiatan yang melibatkan terjadinya perubahan pada seseorang yang belajar. Perubahan yang terjadi ketika belajar sedang berlangsung memberikan suatu aspek terarah, yaitu kadang menimbulkan perubahan cita-cita atau justru memperkuat cita-cita tersebut. Jika perubahan tersebut mengubah cara berpikir maka akan melibatkan perubahan dalam tujuan dan arah kehidupan. Sehingga apa yang dilakukan sebelumnya ditinggalkan sama sekali. Sementara itu, Hamalik menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.[10] Tetapi guru tetap memegang peranan yang penting dalam menentukan berhasil atau gagalnya pelaksanaan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan (sekolah). Selanjutnya Dimyanti dan Mudjiono berpendapat bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.[11] Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada lingkungan sekitarnya. Pieget dalam Dimyanti dan Mudjiono bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu, sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungannya.[12] Hasilnya lingkungan tersebut mengalami perubahan adanya interaksi dengan lingkungannya maka fungsi intelek semakin berkembang. Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar, akhirnya penulis dapat menarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses edukatif yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang positif dan serta relative menetap dalam hal kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai akibat latihan dan pengalaman dari interaksi dengan  lingkungannya.

Prinsip-prinsip Belajar
Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar, mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran yang akan dilakukan, yaitu: 1). Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2) Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3). Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement). (4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. (5) Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.[13]
Prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran.


Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya membagi tiga macam hasil belajar mengajar: 1) Keterampilan dan kebiasaan. 2) Pengetahuan dan pengarahan. 3) Sikap dan cita-cita.[14]
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.[15]
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif          
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.[16]
Pendapat menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga tampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

Pendidikan Agama Kristen (PAK)
PAK bermula dari persekutuan umat Tuhan di dalam Perjanjian Lama. Jadi, pada hakikatnya dasar-dasarnya sudah ada dalam sejarah suci purbakala. PAK dimulai dengan terpanggilnya Abraham menjadi nenek moyang umat pilihan Tuhan, bahkan Pendidikan agama Kristen berpusat pada Allah sendiri, karena Allah yang menjadi Pendidik Agung bagi umatNya.
PAK di era modern perlu didukung inovasi-inovasi baru seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Inovasi-inovasi baru tersebut erat kaitannya dengan kreativitas guru dalam memahami substansi agama yang permanen dan substansi informasi yang selalu berubah. Kedua hal tersebut saling terkait dan guru dituntut untuk mampu menjelaskan kepada siswa secara terpadu. Fasilitas yang dapat mendukung kearah itu perlu diupayakan, misalnya, komputer, kliping, artikel-artikel koran dan majalah yang topik-topiknya berkaitan dengan masalah agama dan kemoderenan.
PAK adalah upaya yang diprakarsai pada lazimnya oleh para anggota persekutuan Kristen untuk menuntun dan turut berperan serta dalam perubahan- perubahan yang berlangsung dalam diri orang- orang dalam hubungannya dengan Allah, gereja, orang lain, dunia alam dan dengan dirinya sendiri. Sementara itu Homrighausen mengemukakan pandangannya sebagai berikut: Inilah arti sedalam- dalamnya dari PAK, bahwa dengan menerima pendidikan itu, segala pelajar, muda dan tua, memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri, dan oleh dan dalam Dia mereka terhisab pula pada persekutuan jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan Nama-Nya di segala waktu dan tempat.
Hakikat PAK seperti yang tercantum dalam hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999 adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan kontiniu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran PAK memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas. Kesimpulannya PAK haruslah Alkitabiah, yaitu mendasarkan diri pada Alkitab sebagai firman Allah dan menjadikan Kristus sebagai pusat beritanya dan harus bermuara pada hasilnya, yaitu mendewasakan murid.

Ruang Lingkup PAK
            Ada beberapa ruang lingkup PAK yang dikenal pada saat ini yaitu: PAK di dalam gereja (anak-anak, remaja, pemuda, dan orang dewasa), PAK di dalam masyarakat (keluarga dan kelompok-kelompok masyarakat), PAK di sekolah (taman kanak-kanak samapai perguruan tinggi). Masing-masing ruang lingkup tersebut berbeda-beda, namun satu tujuan utama yang harus dicapai adalah sama yaitu supaya orang percaya mengalami perjumpaan dengan Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Hidup dalam pertumbuhan iman serta memeiliki ketaatan kepada Kristus dan dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan dan Fungsi PAK
Tujuan PAK  adalah mendewasakan para murid Kristus seperti yang dituliskan Alkitab. ” Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,” (Efesus 4:11-13). Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan mengajar adalah menjadikan murid dewasa dan bertumbuh sesuai dengan kepenuhan Kristus. Tujuan ini harus dicapai selama murid- murid Kristus masih hidup di dunia ini.
Mengenai hakikat dan tujuan PAK, dalam seminar PAK di Jakarta pada 22-25 Februari 1988 yang diselenggarakan oleh PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) dalam kerjasamanya dengan PERSETIA [17], MPPK[18] dan BKPTKI [19] digariskan sebagai berikut: PAK sebagai tugas panggilan gereja adalah usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati Kasih Allah dalam Yesus Kristus, yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari- hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. Kesimpulannya PAK dimaksudkan untuk menyampaikan kabar baik (euangelion), yang disajikan dalam dua aspek, aspek Allah Tritunggal (Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus) dan karyaNya, dan aspek nilai-nilai Kristiani.
Secara holistik, pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar PAK pada pendidikan dasar dan menengah mengacu pada dogma Allah Tritunggal dan karya-Nya. Pemahaman terhadap Allah Tritunggal dan karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan keseharian peserta didik.

Peta Pikir
Sebagian besar orang hanya menggunakan otak kirinya sebagai berkomunikasi dan perolehan informasi dalam bentuk verbal ataupun tertulis. Bidang pendidikan, bisnis, dan sains cenderung yang digunakan adalah otak belahan kiri. Dalam proses belajar siswa Selalu dituntut untuk mempergunakan belahan otak kiri ketika menerima materi pelajaran. Materi pelajaran akan diubah dan diolah dalam bentuk ingatan. Terkadang siswa tidak dapat mempertahankaan ingatan tersebut dalan jangka waktu yang lama. Hal itu disebabkan karena tidak adanya keseimbangan antara kedua belahan otak yang akhirnya dapat menimbulkan terganggunya kesehatan fisik dan mental seseorang. Informasi yang diperloleh siswa dalam bentuk materi pelajaran akan diolah dan disimpan menjadi sebuah ingatan. Siswa menginginkan matri pelajaran yang diterima dalam proses belajar menjadi sebuah ingatan jangka panjang. Siswa melakukan berbagai hal untuk menyimpan ingatan tersebut menjadi ingatan jangka panjang, salah satunya dengan mencatat materi pelajaran yang telah dipelajari,
Mencatat merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan daya ingat. Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar dan dirasakan. Tujuan pencatatan adalah membantu mengingat informasi yang tersimpan dalam memori tanpa mencatat dan mengulangi informasi, siswa hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang diajarkan. Umumnya siswa membuat catatan tradisional dalam bentuk tulisan linier panjang yang mencakup sekuler seluruh isi materi pelajaran, sehingga catatan terlihat sangat monoton dan membosankan. Umumnya catatan monoton akan menghilangkan topik-topik utama yang penting dari materi pelajaran. Otak tidak dapat langsung mengolah informasi menjadi bentuk rapi dan teratur melainkan harus mencari, memilih, merumuskan dan merangkainya dalam gambar-gambar, simbol-simbol, suara, citra, bunyi dan perasaan sehingga informasi yang keluar satu persatu dihubungkan oleh logika, diatur oleh bahasa dan menghasilkan arti yang dipahami.
Teknik mencatat dapat terbagi menjadi dua bagian. Pertama catat, tulis, susun (CTS), yaitu teknik mencatat yang mampu mensinergiskan kerja otak kiri dengan otak kanan, sehingga konsentrasi belajar dapat meningkat sepuluh kali lipat. Catat , tulis , susun , menghubungkan apa yang didengarkan menjadi poin-poin utama dan menuliskan pemikiran dan kesan dari materi pelajaran yang telah dipelajari.[20] Teknik mencatat kedua, pemetaan pikiran (Mind Mapping), yaitu cara yang paling mudah untuk memasuk informasi kedalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Peta pemikiran merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak.[21] Peta pikiran adalah teknik meringkas bahan yang akan dipelajari dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik sehingga lebih mudah memahaminya..[22]
Pemetaan pikiran merupakan teknik visualisasi verbal ke dalam gambar. Peta pikiran sangat bermanfaat untuk memahami materi, terutama materi yang diberikan secara verbal. Peta pikiran bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kemabli informasi yang telah dipelajari.[23] Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.


Pembelajaran Quantum
Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan. Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.
Menurut DePorter dalam pembelajaran Quantum Learning ada 5 ciri spesifik yang berguna untuk meningkatkan otak untuk memahami suatu informasi yang diberikan. Ciri-ciri tersebut adalah: 1). Learning To Know yang artinya belajar untuk mengetahui. 2). Learning To Do yang artinya belajar untuk melakukan. 3). Learning To Be yang artinya belajar untuk menjadi dirinya sendiri. 4). Learning To Live Together yang artinya belajar untuk kebersamaan. Guru dituntut untuk memiliki metode belajar yang bervariasai dan kreatif, karena cara-cara berpikir anak itu lebih logis, kritis, rasa ingin tahu tinggi. Dalam buku Quantum Learning yang ditulis oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacki ada 3 (tiga) metode utama dalam pembelajaran Quantum Learning: 1). Mind Mapping yang artinya peta pikiran. 2). Speed Reading yang artinya membaca cepat. 3). Super Memory System yang artinya menoptimalkan daya ingat.[24]

Peta Pikir dalam Pembelajaran Quantum
Pemetaan pikiran merupakan teknik visualisasi verbal ke dalam gambar. Peta pikiran sangat bermanfaat untuk memahami materi, terutama materi yang diberikan secara verbal. Peta pikiran bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari.[25]
Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.
Dalam proses belajar siswa mendapatkan pertambahan materi berupa informasi mengenai teori, gejala, fakta ataupun kejadian-kejadian. Informasi yang diperoleh akan diolah oleh siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga informasi yang diperoleh dan telah diolah akan menjadi suatu ingatan.
Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.
Quantum merupakan interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Learning merupakan seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum learning berakar dari uapaya Dr. Georgi Lozanov, seorang psikolog yang berupaya mengembangkan prinsip yang disebut “suggestology” atau “suggestopedia”. Menurutnya sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar dan setiap detil keadaan apapun memberikan sugesti positif atau negative.[26]
Proses belajar yang dialami seseorang sangat bergantung kepada lingkungan tempat belajar. Jika lingkungan belajar dapat memberikan sugesti positif, maka akan baik dampaknya bagi proses dan hasil belajar, sebaliknya jika lingkungan tersebut memberikan sugesti positif maka akan buruk dampak nya bagi proses dan hasil belajar. Lingkungan belajar yang baik akan memberikan kekuatan AMBAK (apa manfaatnya bagiku) dalam diri siswa. Jika siswa memiliki kekuatan tersebut, maka siswa akan termotivasi untuk melakukan kegiatan.
Motivasi merupakan kekuatan atau daya. Motivasi merupakan suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Motivasi dapat muncul karena adanya sugesti positif dari siswa sebagai akibat dari lingkungan belajar yang menyenangkan. Suasana dan keadaan ruangan kelas menunjukkan arena belajar yang dapat mempengaruhi emosi sehingga sugesti-sugesti tersebut menjadi cahaya yang mampu menjadi lokomotif yang dapat membangkitkan energi belajar.
Daniel Goleman menjelaskan, seseorang dalam menjalani kehidupan dan belajar bukan saja melibatkan IQ tetapi juga melibatkan emosi Suasana dan pikiran, kekuatan emosi, bekerja sama dalam pikiran dan rasional, mengaktifkan atau menonaktifkan pikiran sehingga dapat menuntun keputusan seseorang setiap waktu. IQ tidak dapat bekerja pada puncaknya jika tidak ada keterlibatan emosional.[27]
Perpaduan quantum learning lainnya adalah pemercepatan belajar (accelerated learning), merupakan seperangkat metode dan teknik pembelajaran yang memungkinkan anak didik dan kecepatan yang mengesankan, tetapi melalui upaya normal dengan penuh keceriaan. Belajar quantum menyatukan permainan. Hiburan, cara berfikir dan bersikap positif. Kebugaran fisik dan kesehatan emosional yang terpelihara dan dikemas secara sinergis dalam aktivitas pembelajaran mendorong terjadinya pemercepatan belajar.[28]
Berdasarkan uraian pengertian quantum learning dapat ditarik kesimpulan bahwa quantum learning adalah suatu metode belajar yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan inteksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang. Lingkungan belajar yang menyenangkan serta munculnya emosi sebagai keterlibatan otak dapat menciptakan sebuah interaksi yang baik dalam proses belajar yang akhirnya dapat menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang sehingga secara langsung dapat mempengaruhi proses belajar.
Mind mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan. Peta pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak monoton karena mind mapping memadukan fungsi kerja otak secara bersamaan dan saling berkaian satu sama lain. Sehingga akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak. Otak dapat menerima informasi berupa gambar, simbol, citra, musik dan lain lain yang berhubungan dengan fungsi kerja otak kanan.

Penutup
            Metode pembelajaran adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam proses belajar. Pemilihan pembelajaran yang tepat merupakan unsur yang penting dalam menentukan prestasi dan pengembangan potensi pribadi siswa. Setiap guru memiliki peranan penting dalam menentukan dan menerapkan metode pembelajaran di kelas. Untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam pelaranan PAK maka guru PAK memilki peranan penting dalam menerapkan metode pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar PAK yang maksimal sesuai dengan yang direncanakan. Quntum learning sebagi salah satu metode belajar yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar PAK siswa.
Lingkungan belajar yang menyenangkan dari hasil pembelajaran quantum dapat menimbulkan motivasi pada diri siswa sehingga secara langsung dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Pembelajaran Quantum dengan Menggunakan Peta Pikir diasumsikan merupakan metode pembelajran yang sangat baik  untuk meningkatkan potensi akademis atau hasil belajar maupun potensi kreatif dalam diri siswa sehingga hasil belajar yang lebih baik dapat diraih atau dicapai sesuai dengan apa yang telah dirancangkan sebelumnya khususnya dalam belajar PAK.


Daftar Pustaka

Alkitab, (2010), Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta.

Ahmad dkk., (2004), Model Belajar Mengajar, Pustaka Setia, Bandung.

Arikunto, S., (2003), Dasar-dasar Evaluasi. Bumi Aksara, Jakarta.

_________, (2009), Prosedur Penelitian Suatu  Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.

Bahudin Taufik., (1999), Brainware Management: Generasi Kelima Manajemen Manusia, Elex Media Kompitundo, Jakarta.

Bloom B S., (1952), Taxonomi pf Education Objectif, Logman, New York.

Bobby De Porter & Mike Hernacky., (1999), Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Kaifa, Bandung.

Boehlke R., (2005), Sejarah Perkembangan dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Buzan T & Barry., (2004) Memahami Peta Pikiran: The Mind Map Book, Interksa, Batam.

_________, (2004), Mind Map: Untuk Meningkatkan Kreativitas, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Cully  Iris V., (2003), Dinamika Pendidikan Kristen. BPK Gunung Mulia, Jakarta.

DePorter  B dan Hernacki, M., (2009) Quantum Learning, Kaifa, Bandung.

DePorter B, Reardon dan Nourie., (2010) Quantum Teaching, Kaifa, Bandung.

Dimiyati dan Mudjiono., (2002), Belajar dan Pembelajaran,  Rineka Cipta, Jakarta.

Djamarah Syaiful Bahri, dkk., (2006), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta,Jakarta.

E.G Homrighausen., I.H, Enklaer., (2004), Pendidikan Agama Kristen, BPK Gunung Muli, Jakarta.

Goleman Dryden., (2002), Revolusi Cara belajar: The learning revolution Bagian I, Kaifa, Bandung.

Hamalik Oemar., (2001), Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta.

Hidayat N., (2004), Meningkatkan Energi Belajar Melalui Kuantum (Quantum Learning), Bogor.


Jensen Eric Dan KarenMakowitz., (2002),Otak Sejuta Gygabite: Buku Pintar Membangun Ingatan Super, Kaifa, Jakarta.

Nasution S., (2003), Asas-asas Kurikulum, Bumi Aksara, Jakarta.

Slameto., (2004). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta, Jakarta.

Sudjana., (2005), Metoda Statistika, Tarsito,Bandung.






[1] Nasution S., Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara: 2003), 37

[2] Ibid. Hal:59

[3] Goleman Dryden., Revolusi Cara belajar: The learning revolution Bagian I, (Bandung: Kaifa: 2002), 44

[4] Idib.Hal:47

[5] Idib. Hal:512

[6] Idib. Hal:17

[7] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. (Rineka Cipta: Jakarta: 2004), 3-4.

[8] Ahmad dkk., Model Belajar Mengajar, Pustaka Setia, Bandung: 2004), 128.


[9] Sudjana., Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito: 2005),  28

[10] Hamalik Oemar., (Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara: 2001), 28

[11] Dimiyati dan Mudjiono., (Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta:2002), 7

[12] Ibid. Hal:.13


[13] Ibid. Hal:42

[14] Sudjana., Metoda Statistika, ( Bandung: Tarsito: 2005), 22

[15] Hamalik Oemar., Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara: 2001), 30

[16] Bloom B S., Taxonomi pf Education Objectif, (New York : Logman,: 1952), 30

[17] PERSETIA merupakan singkatan dari: “Perhimpunan Sekolah-sekolah Tinggi Teologia di Indonesia”

[18] MPPK merupakan singkatan dari: “Majelis Pusat Pendidikan Agama Kristen di Indonesia”

[19] BKPTKI merupakan singkatan dari: “Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia”

[20] Bobby De Porter & Mike Hernacky., Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, l:1999),  152

[21] Buzan T & Barry., Memahami Peta Pikiran: The Mind Map Book, (Batam: Interksa,: 2004), 158

[22] Sugiarto Iwan., Mangoptimalkan Daya kerja Otak dengan Berfikir Holistik dan Kreatif, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,: (2004),  75

[23] Jensen Eric Dan KarenMakowitz., Otak Sejuta Gygabite: Buku Pintar Membangun Ingatan Super, (Jakarta: Kaifa: 2002), 95

[24] Bobby De Porter & Mike Hernacky., Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa: 1999), 54

[25] Jensen Eric Dan KarenMakowitz., Otak Sejuta Gygabite: Buku Pintar Membangun Ingatan Super, (Jakarta: Kaifa: (2002), 25


[26] Bobby De Porter & Mike Hernacky., Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa: 1999), 26.

[27] Bobby De Porter & Mike Hernacky., Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Bandung: Kaifa: 1999), 22

[28] Hidayat N., Meningkatkan Energi Belajar Melalui Kuantum (Quantum Learning), Bogor: 2004), 49

1 komentar: