Pendahuluan
Belajar
adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan secara terus-menerus baik formal
maupun non formal karena pendidikan merupakan bagian penting dari berbagai
aturan yang ada. Seperti yang diuraikan oleh S. Nasution manyatakan bahwa
dengan undang-undang No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional pasal
4, tertera: pendidikan nasional bertujuan mengembangkan kecerdasan bangsa
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memilki pengetahuan dan keterampilan, sehat
rohani dan jasmani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.[1]
Pendidikan
merupakan usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, dan salah satu usahanya adalah melalui suatu proses pembelajaran di
sekolah. Dalam usaha tersebut, guru merupakan sumbar daya manusia yang harus
dibina dan dikembangkan secara terus-menerus. Dalam setiap pendidikan di
Indonesia selalu ada masalah yang timbul. Masalah itu selalu berubah sesuai
perubahan zaman. Dalam menghadapi segala masalah pendidikan banyak sekali
kendala yang dihadapi oleh guru. Meninjau dari segi prosesnya, menurut S. Nasution
menyatakan bila kita terima belajar sebagai perubahan tingkah laku, maka
pendidik menghadapi tiga soal yaitu: 1). Ia harus mengetahui kelakuan apa yang diharapakan dari anak. Hal ini
berkenaan dengan tujuan yang akhirnya ditentukan oleh falsafah pendidikan. 2).
Ia mengetahui sampai dimana taraf perkembangan anak agar bahan pelajaran
dikuasai anak didik. 3). Ia harus tahu bagaimana anak belajar, bagaimana guru
mengajarkannya, kondisi apa yang harus dipenuhi agar terjadi suatu proses
belajar yang berhasil.[2]
Akhirnya kita menyadari bahwa agar guru berhasil dalam mengajar, yang dalam
kalimat operasionalnya: “membuat siswa menjadi berminat belajar”, maka perlu
mengenal siswa lebih dari siswa tersebut mengenal dirinya.
Permasalahan dalam pendidikan dewasa ini di
Indonesia adalah metode yang diberikan bentuknya masih konservatif, berfokus
pada guru yang memberikan mata pelajaran, tanpa melakukan variasi kepada murid
dalam proses pembelajaran. Para Guru harus menyadari bahwa para pelajar pada
masa sekarang ini suka akan hal-hal yang instan, maksudnya dengan usaha yang
cepat dan gampang siswa
mengharapkan sebuah hasil yang besar.
Untuk mengantisipasi hal ini, maka guru di sekolah harus mampu mentransfer ilmu
kepada siswa dengan baik dan menarik serta menyenangkan bagi siswa.
Selama ini banyak
pendapat yang menyatakan bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi
diperlukan Kecerdasan Intelektual (IQ) yang tinggi juga. Namun, menurut hasil
penelitian terbaru dalam bidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukan
satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Memang harus
diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan
mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti
pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena
yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi
rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi
belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat
memperkirakan prestasi belajar seseorang.
Kenyataannya,
dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak
dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada
siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi
belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan
inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif
tinggi. Terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi, salah satunya adalah
kecerdasan emosional . Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan
satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor
lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman, IQ hanya menyumbang 20% bagi
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, di
antaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni
kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati,
mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.[3]
Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak
dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap
mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi
itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci
keberhasilan belajar siswa di sekolah.[4]
Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligensi
yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu
mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Menurut Goleman, kecerdasan emosional
adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi,
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. EQ adalah kemampuan untuk mengenali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri
sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain. Jadi sangat diharapkan siswa itu memiliki
kecerdasan emosi yang baik, sehingga siswa tersebut mampu melewati setiap
pembelajaran yang diperhadapkan dengan baik.[5]
Kecerdasan Emosi (EQ) yang baik dapat
menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan
karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi
agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja.[6] Jadi EQ sangat berpengaruh sekali
dalam proses belajar mengajar. Untuk itu kecerdasan Emosi harus dikembangkan
oleh setiap siswa. Begitu pula seorang pendidik harus mengetahui
begaimana cara yang terbaik untuk mengukur EQ seseorang atau dirinya sendiri.
Guru PAK
yang sangat berperan secara signifikan dalam
pendidikan dan juga Pribadi yang akan menerapkan nilai-nilai kristiani
bagi murid sehingga perilaku mereka menjadi pribadi yang berkarakter seperti
karakter Yesus Kristus, sudah seharusnya memiliki komitmen
yang dapat menumbuhkan kinerja, keyakinan dan
seperangkat nilai-nilai yang berdasarkan kebenaran Firman Allah di dalam
Alkitab yang dapat menarik siswa-siswa untuk memiliki dedikasi yang
tinggi guna pencapaian tujuan sekolah. Dengan
demikian mereka secara bersama-sama memiliki dan memegang
teguh prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan berjuang untuk
mewujudkannya dalam tindakan nyata. Mereka juga
memiliki komitmen bersama guna mencapai tujuan-tujuan sekolah yang telah
ditentukan sebelumnya, tentunya hal ini akan ditemukan dengan menyajikan
pembelajaran yang menyenangkan.
Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan
adalah merupakan tanggung jawab setiap pendidik termasuk Guru PAK. Guru PAK
sebagai salah satu sumber belajar diharapkan mampu menciptakan lingkungan
belajar yang kreatif dalam kegiatan belajar mengajar tanpa harus berpedoman
kepada metode-metode pembelajaran masa lalu. Guru PAK harus memilih metode
pembelajaran yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran yang lebih maksimal.
Bukan berarti pembelajaran konvensional salah, namun jika kenyataan di lapangan
menuntut transformasi dalam pendidikan guna mencapai hasil yang lebih baik,
maka pendidik sudah waktunya berpikir untuk menggunakan pembelajaran yang baru
dan menyenangkan bagi siswa atau peserta didik.
Pengertian Belajar
Sepanjang perjalanan manusia selalu berusaha
melakukan pembelajaran. Belajar sudah menjalar dalam relung jiwa setiap
manusia, baik belajar secara formal maupun non formal. Dalam pengertian secara naluriah atau alami,
belajar merupakan kebutuhan manusia. Belajar merupakan suatu upaya untuk
menjawab keingin tahuan. Namun setelah apa yang dipelajari diketahui, keingin
tahuan itu masih ada dan terus berkembang. Sehingga belajar menjadi suatu
kebutuhan psikologis, seperti halnya kebutuhan akan kasih sayang dan hiburan.
Dalam proses yang panjang dan unik pada akhirnya nanti proses belajar akan
mendapatkan suatu hasil.
Menurut Slameto “ belajar
adalah suatu proses
usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamnnya sendiri
dalam interaksi dengan
lingkungannya”.[7]
Seseorang itu belajar karena interaksi dengan lingkungannya dalam rangka
mengubah tingkah laku. Belajar akan
membawa suatu perubahan pada individu yang belajar, bila tidak terjadi
perubahan pada individu-individu yang belajar maka belajar tidak berhasil.
Dalam proses belajar siswa mendapatkan pertambahan
materi berupa informasi mengenai teori, gejala, fakta ataupun
kejadian-kejadian. Informasi yang diperoleh akan diolah oleh siswa. Proses
pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga informasi yang
diperoleh dan telah diolah akan menjadi suatu ingatan. Ahmadi mengemukakan:
”Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan
didalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya”. ciri-ciri kegiatan yang disebut belajar adalah:
1). Belajar adalah aktivitas yang menghasilakan perubahan pada diri individu
yang belajar, baik aktual maupun potensial. 2). Perubahan itu pada pokoknya
adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu relative lama. 3).
Perubahan itu terjadi karena usaha. Pada hakekatnya belajar adalah suatu proses
usaha sadar yang dilakukan secara terus menerus melalui bermacam-macam
aktivitas pengalaman untuk mencapai pengetahuan baru sehingga menyebabkan
perubahan tingkah laku yang mantap.[8]
Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pemahaman, perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan tingkah laku,
daya penerimaan di lain-lain aspek yang ada diindividu siswa.[9]
Belajar adalah suatu proses kegiatan yang
melibatkan terjadinya perubahan pada seseorang yang belajar. Perubahan yang
terjadi ketika belajar sedang berlangsung memberikan suatu aspek terarah, yaitu
kadang menimbulkan perubahan cita-cita atau justru memperkuat cita-cita
tersebut. Jika perubahan tersebut mengubah cara berpikir maka akan melibatkan
perubahan dalam tujuan dan arah kehidupan. Sehingga apa yang dilakukan
sebelumnya ditinggalkan sama sekali. Sementara itu, Hamalik menyatakan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungannya.[10]
Tetapi guru tetap memegang peranan yang penting dalam menentukan berhasil atau
gagalnya pelaksanaan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan (sekolah).
Selanjutnya Dimyanti dan Mudjiono berpendapat bahwa belajar merupakan tindakan
dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami
oleh siswa sendiri.[11]
Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada
lingkungan sekitarnya. Pieget dalam Dimyanti dan Mudjiono bahwa pengetahuan
dibentuk oleh individu, sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan
lingkungannya.[12]
Hasilnya lingkungan tersebut mengalami perubahan adanya interaksi dengan
lingkungannya maka fungsi intelek semakin berkembang. Belajar bukan suatu
tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian
belajar, akhirnya penulis dapat menarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu
proses edukatif yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang positif dan serta
relative menetap dalam hal kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai akibat
latihan dan pengalaman dari interaksi dengan
lingkungannya.
Prinsip-prinsip Belajar
Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses
pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip,
maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar,
yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar, mengingatkan
beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan
prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran yang akan dilakukan, yaitu:
1). Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri.
Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2)
Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap
kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3). Seorang murid
belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement).
(4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran,
memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. (5) Apabila murid diberikan
tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk
belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.[13]
Prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting
yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga proses
pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya
dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses
pembelajaran.
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya membagi tiga macam hasil
belajar mengajar: 1) Keterampilan dan kebiasaan. 2) Pengetahuan dan pengarahan.
3) Sikap dan cita-cita.[14]
Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan
dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan
terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.[15]
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil
belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain
kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan penilaian.
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi,
menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik,
manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.[16]
Pendapat menunjukkan hasil perubahan
dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa
karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut. Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu
penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang.
Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang
selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi
individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan
merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa
berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk
penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek
kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap,
pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan
sehingga tampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
Pendidikan Agama Kristen (PAK)
PAK bermula dari
persekutuan umat Tuhan di dalam Perjanjian Lama. Jadi, pada hakikatnya
dasar-dasarnya sudah ada dalam sejarah suci purbakala. PAK dimulai dengan
terpanggilnya Abraham menjadi nenek moyang umat pilihan Tuhan, bahkan
Pendidikan agama Kristen berpusat pada Allah sendiri, karena Allah yang menjadi
Pendidik Agung bagi umatNya.
PAK di era modern
perlu didukung inovasi-inovasi baru seiring dengan pesatnya perkembangan
teknologi dan informasi. Inovasi-inovasi baru tersebut erat kaitannya dengan
kreativitas guru dalam memahami substansi agama yang permanen dan substansi
informasi yang selalu berubah. Kedua hal tersebut saling terkait dan guru
dituntut untuk mampu menjelaskan kepada siswa secara terpadu. Fasilitas yang
dapat mendukung kearah itu perlu diupayakan, misalnya, komputer, kliping,
artikel-artikel koran dan majalah yang topik-topiknya berkaitan dengan masalah
agama dan kemoderenan.
PAK adalah upaya
yang diprakarsai pada lazimnya oleh para anggota persekutuan Kristen untuk
menuntun dan turut berperan serta dalam perubahan- perubahan yang berlangsung
dalam diri orang- orang dalam hubungannya dengan Allah, gereja, orang lain,
dunia alam dan dengan dirinya sendiri. Sementara itu Homrighausen mengemukakan
pandangannya sebagai berikut: Inilah arti sedalam- dalamnya dari PAK, bahwa
dengan menerima pendidikan itu, segala pelajar, muda dan tua, memasuki
persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri, dan oleh dan dalam Dia mereka
terhisab pula pada persekutuan jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan
Nama-Nya di segala waktu dan tempat.
Hakikat PAK
seperti yang tercantum dalam hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun
1999 adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan kontiniu dalam rangka
mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat
memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang
dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan
hidupnya. Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran
PAK memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam
kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas. Kesimpulannya PAK
haruslah Alkitabiah, yaitu mendasarkan diri pada Alkitab sebagai firman Allah
dan menjadikan Kristus sebagai pusat beritanya dan harus bermuara pada
hasilnya, yaitu mendewasakan murid.
Ruang Lingkup PAK
Ada beberapa ruang lingkup PAK yang dikenal pada saat ini yaitu: PAK di
dalam gereja (anak-anak, remaja, pemuda, dan orang dewasa), PAK di dalam
masyarakat (keluarga dan kelompok-kelompok masyarakat), PAK di sekolah (taman
kanak-kanak samapai perguruan tinggi). Masing-masing ruang lingkup tersebut
berbeda-beda, namun satu tujuan utama yang harus dicapai adalah sama yaitu
supaya orang percaya mengalami perjumpaan dengan Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat. Hidup dalam pertumbuhan iman serta memeiliki ketaatan kepada
Kristus dan dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan dan Fungsi PAK
Tujuan PAK adalah mendewasakan para murid Kristus
seperti yang dituliskan Alkitab. ” Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul
maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan
pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan
pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai
kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh,
dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,” (Efesus
4:11-13). Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan mengajar adalah menjadikan murid
dewasa dan bertumbuh sesuai dengan kepenuhan Kristus. Tujuan ini harus dicapai
selama murid- murid Kristus masih hidup di dunia ini.
Mengenai hakikat
dan tujuan PAK, dalam seminar PAK di Jakarta pada 22-25 Februari 1988 yang
diselenggarakan oleh PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) dalam
kerjasamanya dengan PERSETIA [17], MPPK[18] dan
BKPTKI [19]
digariskan sebagai berikut: PAK sebagai tugas panggilan gereja adalah usaha
untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan
pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati Kasih Allah dalam Yesus
Kristus, yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari- hari, terhadap sesama dan
lingkungan hidupnya. Kesimpulannya PAK dimaksudkan untuk menyampaikan kabar
baik (euangelion), yang disajikan dalam dua aspek, aspek Allah Tritunggal
(Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus) dan karyaNya, dan aspek nilai-nilai
Kristiani.
Secara holistik,
pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar PAK pada pendidikan dasar
dan menengah mengacu pada dogma Allah Tritunggal dan karya-Nya. Pemahaman
terhadap Allah Tritunggal dan karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai
kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan keseharian peserta didik.
Peta Pikir
Sebagian besar orang hanya menggunakan otak kirinya
sebagai berkomunikasi dan perolehan informasi dalam bentuk verbal ataupun
tertulis. Bidang pendidikan, bisnis, dan sains cenderung yang digunakan adalah
otak belahan kiri. Dalam proses belajar siswa Selalu dituntut untuk
mempergunakan belahan otak kiri ketika menerima materi pelajaran. Materi
pelajaran akan diubah dan diolah dalam bentuk ingatan. Terkadang siswa tidak
dapat mempertahankaan ingatan tersebut dalan jangka waktu yang lama. Hal itu disebabkan
karena tidak adanya keseimbangan antara kedua belahan otak yang akhirnya dapat
menimbulkan terganggunya kesehatan fisik dan mental seseorang. Informasi yang
diperloleh siswa dalam bentuk materi pelajaran akan diolah dan disimpan menjadi
sebuah ingatan. Siswa menginginkan matri pelajaran yang diterima dalam proses
belajar menjadi sebuah ingatan jangka panjang. Siswa melakukan berbagai hal
untuk menyimpan ingatan tersebut menjadi ingatan jangka panjang, salah satunya
dengan mencatat materi pelajaran yang telah dipelajari,
Mencatat merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan daya ingat. Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang
dilihat, didengar dan dirasakan. Tujuan pencatatan adalah membantu mengingat
informasi yang tersimpan dalam memori tanpa mencatat dan mengulangi informasi,
siswa hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang diajarkan. Umumnya siswa
membuat catatan tradisional dalam bentuk tulisan linier panjang yang mencakup
sekuler seluruh isi materi pelajaran, sehingga catatan terlihat sangat monoton
dan membosankan. Umumnya catatan monoton akan menghilangkan topik-topik utama
yang penting dari materi pelajaran. Otak tidak dapat langsung mengolah
informasi menjadi bentuk rapi dan teratur melainkan harus mencari, memilih,
merumuskan dan merangkainya dalam gambar-gambar, simbol-simbol, suara, citra,
bunyi dan perasaan sehingga informasi yang keluar satu persatu dihubungkan oleh
logika, diatur oleh bahasa dan menghasilkan arti yang dipahami.
Teknik mencatat dapat terbagi menjadi dua bagian.
Pertama catat, tulis, susun (CTS), yaitu teknik mencatat yang mampu
mensinergiskan kerja otak kiri dengan otak kanan, sehingga konsentrasi belajar
dapat meningkat sepuluh kali lipat. Catat , tulis , susun , menghubungkan apa
yang didengarkan menjadi poin-poin utama dan menuliskan pemikiran dan kesan
dari materi pelajaran yang telah dipelajari.[20]
Teknik mencatat kedua, pemetaan pikiran (Mind Mapping), yaitu cara yang paling
mudah untuk memasuk informasi kedalam otak dan untuk kembali mengambil
informasi dari dalam otak. Peta pemikiran merupakan teknik yang paling baik
dalam membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik
grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan
kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak.[21]
Peta pikiran adalah teknik meringkas bahan yang akan dipelajari dan
memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik
sehingga lebih mudah memahaminya..[22]
Pemetaan pikiran merupakan teknik visualisasi
verbal ke dalam gambar. Peta pikiran sangat bermanfaat untuk memahami materi,
terutama materi yang diberikan secara verbal. Peta pikiran bertujuan membuat
materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu
merekam, memperkuat, dan mengingat kemabli informasi yang telah dipelajari.[23]
Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat
yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan
mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan
adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk
mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun
secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan
otak dalam menyerap informasi yang diterima. Suasana menyenangkan yang
diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan
mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah
menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam
proses pembuatan mind mapping.
Pembelajaran Quantum
Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov,
pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya
suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti
mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti
positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik
digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Partisipasi mereka
didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel.
Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan. Prinsip
suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning yakni, proses
belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan,
dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang
efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan,
cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.
Menurut DePorter dalam pembelajaran Quantum
Learning ada 5 ciri spesifik yang berguna untuk meningkatkan otak untuk
memahami suatu informasi yang diberikan. Ciri-ciri tersebut adalah: 1).
Learning To Know yang artinya belajar untuk mengetahui. 2). Learning To Do yang
artinya belajar untuk melakukan. 3). Learning To Be yang artinya belajar untuk
menjadi dirinya sendiri. 4). Learning To Live Together yang artinya belajar
untuk kebersamaan. Guru dituntut untuk memiliki metode belajar yang bervariasai
dan kreatif, karena cara-cara berpikir anak itu lebih logis, kritis, rasa ingin
tahu tinggi. Dalam buku Quantum Learning yang ditulis oleh Bobbi DePorter dan
Mike Hernacki ada 3 (tiga) metode utama dalam pembelajaran Quantum Learning:
1). Mind Mapping yang artinya peta pikiran. 2). Speed Reading yang artinya
membaca cepat. 3). Super Memory System yang artinya menoptimalkan daya ingat.[24]
Peta Pikir dalam Pembelajaran Quantum
Pemetaan pikiran merupakan teknik
visualisasi verbal ke dalam gambar. Peta pikiran sangat bermanfaat untuk memahami
materi, terutama materi yang diberikan secara verbal. Peta pikiran bertujuan
membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat
membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah
dipelajari.[25]
Dari uraian tersebut, peta pikiran
(mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar
visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang
terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak
maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk
informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna,
simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang
diterima.
Dalam proses belajar siswa mendapatkan
pertambahan materi berupa informasi mengenai teori, gejala, fakta ataupun
kejadian-kejadian. Informasi yang diperoleh akan diolah oleh siswa. Proses
pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga informasi yang
diperoleh dan telah diolah akan menjadi suatu ingatan.
Peta pikiran yang dibuat oleh siswa
dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan
perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan
yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan
mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah
menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam
proses pembuatan mind mapping.
Quantum merupakan interaksi yang
mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Learning merupakan seperangkat metode
dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum learning
berakar dari uapaya Dr. Georgi Lozanov, seorang psikolog yang berupaya mengembangkan
prinsip yang disebut “suggestology” atau “suggestopedia”. Menurutnya sugesti
dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar dan setiap detil keadaan apapun
memberikan sugesti positif atau negative.[26]
Proses belajar yang dialami seseorang
sangat bergantung kepada lingkungan tempat belajar. Jika lingkungan belajar
dapat memberikan sugesti positif, maka akan baik dampaknya bagi proses dan
hasil belajar, sebaliknya jika lingkungan tersebut memberikan sugesti positif
maka akan buruk dampak nya bagi proses dan hasil belajar. Lingkungan belajar
yang baik akan memberikan kekuatan AMBAK (apa manfaatnya bagiku) dalam diri
siswa. Jika siswa memiliki kekuatan tersebut, maka siswa akan termotivasi untuk
melakukan kegiatan.
Motivasi merupakan kekuatan atau daya.
Motivasi merupakan suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri
individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak
disadari. Motivasi dapat muncul karena adanya sugesti positif dari siswa
sebagai akibat dari lingkungan belajar yang menyenangkan. Suasana dan keadaan
ruangan kelas menunjukkan arena belajar yang dapat mempengaruhi emosi sehingga
sugesti-sugesti tersebut menjadi cahaya yang mampu menjadi lokomotif yang dapat
membangkitkan energi belajar.
Daniel Goleman menjelaskan, seseorang
dalam menjalani kehidupan dan belajar bukan saja melibatkan IQ tetapi juga
melibatkan emosi Suasana dan pikiran, kekuatan emosi, bekerja sama dalam
pikiran dan rasional, mengaktifkan atau menonaktifkan pikiran sehingga dapat
menuntun keputusan seseorang setiap waktu. IQ tidak dapat bekerja pada
puncaknya jika tidak ada keterlibatan emosional.[27]
Perpaduan quantum learning lainnya
adalah pemercepatan belajar (accelerated learning), merupakan seperangkat
metode dan teknik pembelajaran yang memungkinkan anak didik dan kecepatan yang
mengesankan, tetapi melalui upaya normal dengan penuh keceriaan. Belajar
quantum menyatukan permainan. Hiburan, cara berfikir dan bersikap positif.
Kebugaran fisik dan kesehatan emosional yang terpelihara dan dikemas secara
sinergis dalam aktivitas pembelajaran mendorong terjadinya pemercepatan
belajar.[28]
Berdasarkan uraian pengertian quantum
learning dapat ditarik kesimpulan bahwa quantum learning adalah suatu metode
belajar yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan inteksinya dengan
lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang.
Lingkungan belajar yang menyenangkan serta munculnya emosi sebagai keterlibatan
otak dapat menciptakan sebuah interaksi yang baik dalam proses belajar yang
akhirnya dapat menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang sehingga
secara langsung dapat mempengaruhi proses belajar.
Mind mapping atau pemetaan pikiran merupakan
salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang
diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan. Peta pikiran merupakan
bentuk catatan yang tidak monoton karena mind mapping memadukan fungsi kerja
otak secara bersamaan dan saling berkaian satu sama lain. Sehingga akan terjadi
keseimbangan kerja kedua belahan otak. Otak dapat menerima informasi berupa
gambar, simbol, citra, musik dan lain lain yang berhubungan dengan fungsi kerja
otak kanan.
Penutup
Metode pembelajaran adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui
dalam proses belajar. Pemilihan pembelajaran yang tepat merupakan unsur yang
penting dalam menentukan prestasi dan pengembangan potensi pribadi siswa.
Setiap guru memiliki peranan penting dalam menentukan dan menerapkan metode
pembelajaran di kelas. Untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam pelaranan PAK
maka guru PAK memilki peranan penting dalam menerapkan metode pembelajaran di
kelas untuk mencapai tujuan belajar PAK yang maksimal sesuai dengan yang direncanakan.
Quntum learning sebagi salah satu metode belajar yang memadukan antara berbagai
sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi
proses belajar dan hasil belajar PAK siswa.
Lingkungan belajar
yang menyenangkan dari hasil pembelajaran quantum dapat menimbulkan motivasi
pada diri siswa sehingga secara langsung dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
Pembelajaran Quantum dengan Menggunakan Peta Pikir diasumsikan merupakan metode
pembelajran yang sangat baik untuk
meningkatkan potensi akademis atau hasil belajar maupun potensi kreatif dalam
diri siswa sehingga hasil belajar yang lebih baik dapat diraih atau dicapai
sesuai dengan apa yang telah dirancangkan sebelumnya khususnya dalam belajar
PAK.
Daftar Pustaka
Alkitab, (2010), Lembaga Alkitab
Indonesia, Jakarta.
Ahmad dkk.,
(2004), Model Belajar Mengajar,
Pustaka Setia, Bandung.
Arikunto, S., (2003), Dasar-dasar Evaluasi. Bumi Aksara,
Jakarta.
_________, (2009), Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta, Jakarta.
Bahudin Taufik., (1999), Brainware
Management: Generasi Kelima Manajemen Manusia, Elex Media Kompitundo,
Jakarta.
Bloom B S., (1952), Taxonomi pf Education Objectif, Logman,
New York.
Bobby De Porter
& Mike Hernacky., (1999), Quantum
Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Kaifa, Bandung.
Boehlke R., (2005), Sejarah
Perkembangan dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Buzan T &
Barry., (2004) Memahami Peta Pikiran: The
Mind Map Book, Interksa, Batam.
_________, (2004),
Mind Map: Untuk Meningkatkan Kreativitas,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Cully Iris V., (2003), Dinamika Pendidikan Kristen. BPK Gunung
Mulia, Jakarta.
DePorter B dan Hernacki, M., (2009) Quantum Learning, Kaifa, Bandung.
DePorter B,
Reardon dan Nourie., (2010) Quantum
Teaching, Kaifa, Bandung.
Dimiyati dan
Mudjiono., (2002), Belajar dan
Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.
Djamarah Syaiful Bahri, dkk., (2006), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta,Jakarta.
E.G Homrighausen., I.H, Enklaer., (2004), Pendidikan Agama Kristen, BPK Gunung Muli, Jakarta.
Goleman Dryden.,
(2002), Revolusi Cara belajar: The
learning revolution Bagian I, Kaifa, Bandung.
Hamalik Oemar., (2001), Proses
Belajar Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta.
Hidayat N., (2004), Meningkatkan
Energi Belajar Melalui Kuantum (Quantum Learning), Bogor.
Jensen Eric Dan KarenMakowitz., (2002),Otak Sejuta Gygabite: Buku Pintar Membangun Ingatan Super, Kaifa,
Jakarta.
Nasution S., (2003), Asas-asas
Kurikulum, Bumi Aksara, Jakarta.
Slameto., (2004). Belajar dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta, Jakarta.
Sudjana., (2005), Metoda
Statistika, Tarsito,Bandung.
[1] Nasution
S., Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi
Aksara: 2003), 37
[3] Goleman Dryden., Revolusi Cara belajar: The learning revolution Bagian I, (Bandung:
Kaifa: 2002), 44
[7] Slameto,
Belajar dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. (Rineka Cipta: Jakarta: 2004), 3-4.
[9] Sudjana.,
Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito:
2005), 28
[10] Hamalik
Oemar., (Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara: 2001), 28
[13] Ibid. Hal:42
[14] Sudjana.,
Metoda Statistika, ( Bandung: Tarsito:
2005), 22
[15] Hamalik
Oemar., Proses Belajar Mengajar,
(Jakarta: Bumi Aksara: 2001), 30
[16] Bloom
B S., Taxonomi pf Education Objectif, (New
York : Logman,: 1952), 30
[17] PERSETIA merupakan singkatan dari: “Perhimpunan Sekolah-sekolah Tinggi Teologia
di Indonesia”
[18] MPPK merupakan
singkatan dari: “Majelis Pusat Pendidikan Agama Kristen di Indonesia”
[19] BKPTKI merupakan
singkatan dari: “Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia”
[20] Bobby De Porter & Mike Hernacky., Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, l:1999),
152
[22] Sugiarto
Iwan., Mangoptimalkan Daya kerja Otak
dengan Berfikir Holistik dan Kreatif, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,:
(2004), 75
[23] Jensen
Eric Dan KarenMakowitz., Otak Sejuta
Gygabite: Buku Pintar Membangun Ingatan Super, (Jakarta: Kaifa: 2002), 95
[24] Bobby De Porter &
Mike Hernacky., Quantum Learning:
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa: 1999), 54
[25] Jensen
Eric Dan KarenMakowitz., Otak Sejuta
Gygabite: Buku Pintar Membangun Ingatan Super, (Jakarta: Kaifa: (2002), 25
[26] Bobby De Porter & Mike Hernacky., Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa:
1999), 26.
[27] Bobby De Porter
& Mike Hernacky., Quantum Learning:
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Bandung: Kaifa: 1999), 22
[28] Hidayat
N., Meningkatkan Energi Belajar Melalui
Kuantum (Quantum Learning), Bogor: 2004), 49
Semoga Bermanfaat
BalasHapus