Selasa, 07 Juli 2015

Pengaruh Pemahaman Guru PAK se-Kotamadya Medan tentang Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dan Aplikasinya terhadap tanggungjawab Guru PAK dalam mengembangkan Kecerdasan Moral siswa tahun 2015.”

Ebenezer Parulian Dabukke, S.Pd.K




BAB I
PENDAHULUAN

 Tesis  ini berjudul ” Pengaruh Pemahaman Guru PAK se-Kotamadya Medan tentang manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dan aplikasinya terhadap tanggungjawab Guru PAK dalam mengembangkan Kecerdasan Moral siswa tahun 2015.”   Penelitian ini berfokus untuk meneliti dan menganalisis manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dan aplikasinya terhadap tanggungjawab Guru PAK se-Kotamadya Medan dalam mengembangkan Kecerdasan Moral siswa tahun 2015.
 Dalam bagian pendahuluan ini akan dijelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Kepentingan Penelitian.

Latar belakang Masalah
 Menurut Suparmako dan Sudarman, “Suatu pendahuluan yang baik harus menceritakan kepada kita alasan-alasan mengapa kita harus memilih masalah penelitian yang demikian, apa yang kita tahu tentangnya, serta situasi yang melandasi atau yang melatarbelakanginya.”[1]   Dengan demikian, kejelasan dari latar belakang masalah akan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap masalah yang sedang diteliti.
Pada umumnya para orang tua siswa sangat setuju dengan peran guru dalam menyisipkan pendidikan nilai, etika, moral dan sopan santun, tentunya orang tua siswa akan merespon positif artinya setuju sepenuhnya. Hal ini dapat dipahami bahwa tingkah laku anak manusia dikendalikan oleh aturan-aturan tertentu (regulated behavior). Dapat dikatakan bahwa peran guru sangatlah penting dalam menentukan sejauh mana sikap siswa dalam bertingkah laku sebagai bagian dari masyarakat, apakah sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat ataukah tidak. Di sekolah sebagai pendidik atau pengajar, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan.Sebagai pengajar dan pendidik guru harus memiliki kompetensi atau kemampuan yang sesuai dalam pembelajaran  untuk  meningkatkan  kualitas  pembelajaran. Itulah  sebabnya setiap  adanya  inovasi  pendidikan,  khususnya  dalam  kurikulum  dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru.
Mata pelajaran PAK  merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri melalui nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan yang ditanamkan oleh Guru PAK. Untuk itu peran guru PAK  tidak hanya menyampaikan materi saja tetapi harus memberikan pendekata-pendekatan yang tepat untuk mengembangkan kecerdasan moral siswa dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku di masyarakat. Pada saat guru mengajar di dalam kelas tentunya perilaku siswa dapat di kontrol dengan baik, tetapi ada sebagian dari siswa yang lain perilakunya tidak dapat di kontrol, misalnya mereka sering mengobrol saat guru menerangkan materi pembelajaran, atau mereka tidak mendengarkan perkataan dari guru, istilahnya yang sering dikatakan oleh guru adalah masuk kuping kiri keluar kuping kanan, inilah yang harus dibenahi secara perlahan-lahan, baik oleh guru PAK  maupun oleh guru-guru mata pelajaran yang lain. Hal ini tentunya bukan hanya dialami oleh guru Pendidikan Agama Kristen saja, melainkan oleh guru-guru yang lain, dalam menangani siswa yang sulit diaturmerupakan suatu tantangan tersendiri bagi seorang guru untuk merubah pola perilaku siswa tersebut  menjadi  lebih  baik  khususnya  bagi  gurPAK .
Lalu apakah cukup hanya dengan menasehati atau memberikan ceramah mengenai moral dapat merubah perilaku moral siswa, tentunya jawaban ini masih belum bisa dipastikan secara utuh, karena banyak faktor yang mempengaruhi pola karakter dan perilaku moral anak dari tiga lingkungan utama yakni: lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya.  Anak memiliki naluri dan keyakinan masih lemah serta kepekaan moral yang kurang, hal ini membuat anak mengalami hambatan dalam bertindak sebagai kesadaran moral. Kesadaran moral atau kesadaran etis pada perkembangannya memerlukan pendidikan berupa teladan, penyuluhan dan bimbingan, akan berfungsi sebagai tindakan konkret untuk memberi putusan terhadap tindakan tertentu tentang baik-buruknya. Guru yang baik itu adalah guru yang senantiasa membimbing siswanya agar lebih  baik  ke  depan.  Yaitu  selalu  memberikan  pelajaran-pelajaran  atau masukan yang berguna dan bermanfaat bagi siswa. Guru yang baik itu juga bisa  sebagai  orantua  dan  teman,  selalu  ada  pada  saat  siswa membutuhkannya. Bisa menjadi teman tempat bercerita pada masalah yang sedang dihadapi siswanya.
Menurut Arieya.S, guru yang baik itu adalah guru yang memiliki ketulusan dalam memberikan pelayanan (pengabdian) pendidikan, inovatif, dan selalu mengembangkan strategi pembelajaran dan kapasitasnya. Sehingga memiliki nilai tambah bagi pengembangan dunia pendidikan. Jadi, guru yang baik itu adalah guru yang profesional dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya peran dari guru sebagai pendidik yang memberikan contoh teladan yang baik, pengetahuan, pemahaman dan menjadi orang tua siswa selama siswa berada di sekolah serta memberikan pengawasan secara baik dan terorganisir agar dapat memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap perkembangan perilaku moral siswa di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat di sekitarnya untuk menciptakan karakter siswa yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Dengan demikian pendidikan yang baik bukan hanya membentuk siswa memiliki kecerdasan otak saja, melainkan harus membentuk siswa memiliki kecerdasan moral yang baik pula, yang dapat dilakukan dengan memberikan contoh teladan yang baik, penyuluhan serta bimbingan. Oleh karena itu peran guru sangatlah penting dalam melakukan tugas yang sangat mulia ini. Oleh karena itu karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,  dan  perbuatan  berdasarkan  norma-norma  agama,  hukum,  tata krama,  budaya,  dan  adat  istiadat.  Agar  siswa  dapat  mengontrol  diri  dari adanypengaruh  dari  luar  yang  dapat  mempengaruhi  sikap  dan  perilaku siswa.
Dewasa  ini  banyak  sekali  penurunan  kualitas  moral  siswa  yang  termasuk dalam kategori ringan antara lain sikap kurang menghargai siswa kepada guru. Sering mendengar keluhan dari guru yang menyatakan bahwa siswa sekarang sulit diatur, tidak patuh dan suka membantah, suka mengkritik dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral, bahkan ada siswa yang berani membolos pada saat jam pelajaran sedang berlangsung. Hal inilah yang harus diperbaiki dan dibenahi oleh seroang guru, baik guru Pendidikan Agama Kristen atau guru-guru yang lain dalam memberikan contoh teladan yang baik, penyuluhan tentang dampak dari kenakalan remaja, dan memberikan bimbingan yang tepat guna yang dapat dijadikan filter atau penyaring oleh siswa untuk mengontrol diri dari adanya pengaruh-pengaruh negatif.
Dalam membangun kecerdasan moral siswa, seorang guru Pak tidak dapat melakukannya dengan kekuaatan sendiri akan tetapi harus melibatkan Tuhan Yesus melalui kebanaran Firman Tuhan. Kita membutuhkan Alkitab dikarenakan adanya  manfaat Firman Tuhan  bagi kehidupan bagi kita, dan tentaunya diasumsikan akan membangun kecerdasan moral . hal ini dapat dilihat dalam II Timotius 3:16-17: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”
Dalam II Timotius 3:16-17 mengajarkan bahwa Alkitab itu bermanfaat dan berguna  “untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Hal pertama yang II Timotius 3:16-17 katakan tentang manfaat Alkitab adalah untuk mengajar. Hal ini terutama sangat penting karena untuk sesuatu yang berhubungan dengan Allah, orang biasanya mengikuti ajaran yang sesuai dengan tradisi mereka atau ajaran yang dianggap masyarakat sebagai “sumber informasi religius yang benar.” Sehingga, kebanyakan orang memperoleh pengajaran tentang Allah dari pendeta, keluarga, sekolah, dll. Tidak ada salahnya dengan sumber-sumber ini selama mereka mengajarkan apa yang diajarkan oleh Alkitab. Sayangnya, seringkali sumber-sumber ini (keluarga, sekolah, pendeta) tidak mengajarkan kebenaran, sekalipun kedengarannya rohani dan tulus, bahkan seringkali ajaran itu juga SALAH karena tidak sesuai dengan pengajaran yang Allah berikan dalam Alkitab.  Sebagai contoh, Alkitab bermanfaat untuk mengajar misalnya subyek tentang keselamatan. Jawaban yang Alkitab berikan untuk topik ini sangat jelas: Roma 10:9 "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.”  Juga: Efesus 2:8-9 "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Telah dinyatakan dengan begitu jelas bahwa untuk diselamatkan bukan perbuatan baik yang perlu kita lakukan, tetapi kita harus percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati. Bila sekolah, pendeta, atau keluarga mengajarkan cara yang lain yang bukan Pengajaran Alkitabkah atau hanya pengajaran manusia. Maka haruslah  lebih memilih pengajaran Alkitab, karena hanya Alkitab yang “bermanfaat untuk mengajar” (II Timotius 3:16-17).
Selain mengajar, II Timotius 3:16-17 juga menjelaskan bahwa Alkitab bermanfaat untuk menyatakan kesalahan dan memperbaiki kelakuan. Ini berarti Alkitab dapat menunjukkan kepada kita apakah kita salah dan di bagian mana kita salah. Jadi, seandainya saya percaya bahwa keselamatan dapat diperoleh dengan melakukan perbuatan baik, atau dengan percaya ditambah perbuatan baik, atau dengan hal-hal lain selain dari percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka yang saya perlukan adalah saya harus diberitahu supaya kesalahmengertian saya itu diperbaiki. Kembali ayat dari Roma 10:9 bermanfaat untuk tujuan ini, karena jika saya tidak percaya seperti apa yang ayat itu katakan, maka ayat itu memberitahukan kepada saya bahwa saya salah yaitu dengan cara menyatakan apa yang benar. Dengan demikian, ayat tersebut mengajar saya, menunjukkan apa kesalahan saya dan mengoreksinya dan semua itu dilakukan oleh satu ayat yang sama. Contoh lain adalah Efesus 4:31: "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." Bila saya pahit, geram dll, Alkitab memberitahukan bahwa saya salah. Dan, tahukah Anda mengapa Anda salah? Bukan karena masyarakat atau sistem moral dunia menyatakan hal itu salah, tetapi karena ALLAH di dalam Firman-Nya menyatakan hal itu salah. Untuk mengetahui apa yang benar dan apa yang salah kita tidak perlu mengikuti dan mengetahuinya berdasarkan sistem moral dunia. Yang perlu kita ketahui dan ikuti adalah Firman Tuhan.
Manfaat Alkitab yang ketiga menurut II Timotius 3:16-17 adalah memperbaiki kelakuan. Perbaikan selalu menjadi pelengkap yang diperlukan setelah kesalahan dinyatakan. Ketika kesalahan dinyatakan, kita pun tahu apa kesalahan kita, dan melalui perbaikan, kita pun tahu apa yang harus kita lakukan. Dalam hal Efesus 4:31, yang kita baca di atas, kita cukup melanjutkan ke ayat berikutnya setelah kesalahan kita dinyatakan dan kelakukan kita diperbaiki. Maka, Efesus 3:32 pun mengatakan: "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Memang Alkitab bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakukan dan mendidik orang dalam kebenaran atau, dalam bahasa Yunaninya, untuk melatih orang dalam kebenaran.  "dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” .
Tujuan Allah memberikan kepada kita Alkitab dengan semua manfaat itu adalah agar “tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi.” Ini berarti kita tidak mungkin diperlengkapi kecuali bila kita menerapkan apa yang Alkitab katakan. Ayat II Timotius 3:16-17 juga menyatakan bahwa Alkitab diberikan agar manusia kepunyaan Allah “diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”. Perbuatan baik yang dimaksud di sini bukan perbuatan baik yang telah KITA “persiapkan” untuk Allah. Bagi Allah satu-satunya pekerjaan baik yang benar-benar baik adalah “pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya’ (Efesus 2:10). Agar kita siap dan diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik ini, yang kita perlukan adalah buku panduan dari Allah sendiri, yakni: Alkitab. Perbuatan Baik ini merupakan salag satu indikator dari kecerdasan moral.
Kecerdasan moral (bahasa Inggris: moral quotient, disingkat MQ) adalah kemampuan seseorang untuk membedakan benar dan salah berdasarkan keyakinan yang kuat akan etika dan menerapkannya dalam tindakan.[2]  Kecerdasan moral atau yang biasa dikenal dengan MQ adalah kemampuan seseorang untuk membedakan mana yang benar dari mana yang salah berdasarkan keyakinan yang kuat akan etika dan menerapkannya dalam tindakan. Sedangkan menurut Borba kecerdasan moral diartikan sebagai kemampuan untuk memahami benar dan salah dan berpendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai moral.[3] Dari definisi-definisi diatas, Berns mencoba menyarikannya dengan menyatakan bahwa perkembangan kecerdasan moral adalah suatu bentuk evaluasi individu atas apa yang benar dan apa yang salah, dan moral meliputi penerimaan individu atas aturan dan nantinya berpengaruh pada perilaku individu terhadap orang lain.[4] Jadi Kecerdasan moral dapat juga diartikan dengan  kemampuan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah, dengan menggunakan sumber emosional dan intelektual pikiran manusia. Indikator kecerdasan moral adalah bagaimana seseoarang memiliki pengetahuan tentang moral yang benar dan yang buruk, kemudian ia mampu menginternalisasikan moral yang benar ke dalam kehidupan nyata dan menghindarkan diri dari moral yang buruk. Orang yang baik adalah orang yang memiliki kecerdasan moral sedangkan orang jahat merupakan orang yang idiot moral.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lain. Akal merupakan kelebihan yang telah diberikan Tuhan kepada manusia. Dengan akal manusia mampu belajar, berfikir, memahami serta melakukan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang boleh dan mana yang tidak. Dengan akal yang dimiliki, seorang manusia mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yaitu memaksimalkan proses berfikir sehingga dapat dikatakan manusia dibekali kecerdasan yang luar biasa dibanding dengan makhluk Tuhan yang lain. Sering kita temui, para pendidik (guru) yang bekerja semata – mata untuk mencari nafkah, memperoleh penghasilan, hanya untuk mendapatkan materi bukan untuk mendapatkan sebuah kepuasan batin. Padahal dalam ajaran agama sendiri dijelaskan, ketika seseorang memilih untuk bekerja apa pun itu, maka semua itu harus didasari niat beribadah kepada Tuhan. Namun, banyak yang lupa akan hal itu sehingga menganggap ketika dia (guru) telah memberikan pengajaran tentang suatu pengetahuan, hanya sebatas itu saja, tanpa memikirkan bagaimana budi pekerti atau sikap perilaku anak didiknya. Hanya sedikit guru yang mampu memberikan pelajaran, tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik para peserta didik agar menjadi manusia yang berbudi. Para pendidik yang seperti ini berarti mampu mengenali dan memahami apa hakikat dari apa yang dia lakukan tersebut yaitu menjadi seorang pendidik, panutan bagi orang – orang di sekitarnya terutama bagi peserta didiknya. Guru juga seorang manusia di mana masih perlu banyak belajar. Guru merupakan salah satu profesi yang terhormat karena dari perantara seorang gurulah kita mendapatkan berbagai macam ilmu dan pengetahuan. Guru harus mampu memberikan teladan yang baik bagi murid-muridnya karena setiap sikap dan tingkah lakunya selalu menjadi sorotan lingkungan sekitarnya. Untuk itu, seorang pendidik (guru) harus mampu mengoptimalkan IQ, EQ dan SQ yang dimiliki agar nantinya mampu melahirkan para generasi yang juga memiliki IQ, EQ dan SQ yang baik. Seorang guru harus memiliki kecerdasan spiritualnya memadai.Kecerdasan spiritual ini merupakan modal dasar bagi seorang guru untuk menjadi sosok yang diharapkanmampu memberikan pencerahan batin bagi anak didiknya.
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan- aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggung jawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma- norma yang ada. Dengan demikian pendidikan yang baik bukan hanya membentuk siswa memiliki kecerdasan otak saja, melainkan harus membentuk siswa memiliki kecerdasan moral yang baik pula, yang dapat dilakukan dengan memberikan tujuh kebajikan utama yang disebutkan diatas.Oleh karena itu peran guru sangatlah penting dalam melakukan tugas yang sangat mulia ini. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat[5], Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).  Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan (soft skill) daripada (hard skill). Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya peran dari guru sebagai pendidik yang memberikan pengetahuan, pemahaman dan pengawasan secara baik dan terorganisir agar dapat memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap perkembangan perilaku moral siswa di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat di sekitarnya. Paul Suparno berpendapat bahwa Peran guru itu ada dua: mendidik  dan  mengajar.[6]  Mendidik  artinya  mendorong  dan  membimbing siswa agar maju menuju kedewasaan secara utuh. Salah satu peran guru adalah sebagai pendidik, guru diharapkan dapat membantu siswa membentuk kepribadianya secara utuh mencangkup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, spiritual, dan moral. Adapun mengajar artinya membantu dan melatih siswa agar mau belajar untuk mengetahui  sesuatu  dan  mengembangkan  pengetahuan.  Peran  guru  yang kedua sebagai pengajar. Secara umum tugas mengajar dijelaskan sebagai tugas membantu siswa agar mereka dapat belajar dan akhirnya mengerti bahan yang sedang dipelajari secara benar. Dengan demikian siswa akan menjadi semakin bertambah pengetahuannya. Secara ringkas peran guru sebagai fasilitator dan moderator dalam membantu siswa belajar secara konstruktivistik diterapkan dalam tindakan-tindakan: Kegiatan sebelum guru mengajar, selama proses pembelajaran dan sesudah proses pembelajaran”.[7] Adapun sikap yang perlu dimiliki oleh guru dalam berperan sebagai fasilitator dan moderator pada pembelajaran konstruktivistik, yaitu menganggap siswa bukan tabu rasa, menciptakan kelas yang aktif untuk kegiatan tanya jawab maupun diskusi. Sardiman A. M berpendapat bahwa Peran guru dalam kegiatan belajar-mengajar berperan sebagai fasilitator, informator, organisator, mediator, motivator, inisiator, transmitter dan evaluator.[8] Tugas  guru  sebagai  fasilitator  yaitu  memberikan  fasilitas  dan  kemudahan dalam proses belajar-mengajar dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang efektif. Peran guru sebagai informator menjadi pelaksana cara mengajar dan sumber informasi kegiatan akademik bagi siswa. Guru sebagai organisator yaitu mengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Guru sebagai mediator menjadi penengah dalam menengahi atau memberi jalan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. Peran guru sebagai motivator yaitu meningkatakan dan memberikan dorongan untuk mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan aktifitas dan kreativitas. Guru sebagai inisiator menjadi pencetus ide-ide kreatif dalam proses belajar yang dapat dicontoh oleh siswanya. Guru bertugas sebagai transmitter yang bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan. Guru bertugas sebagai evaluator untuk menilai siswa dalam bidang akademis maupun  tingkah  laku  sosialnya  sebagai  penentukan  keberhasilan  prestasi siswa pada kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan  pendapat-pendapat  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  peranan guru  dalam  pembelajaran  sebagai  pengajar  dan  pendidik.  Peranan  guru sebagai pengajar bertindak sebagai fasilitator, informator, organisator, mediator, transmitter, evaluator. Sedangkan peranan guru sebagai pendidik meliputi peranan guru sebagai pemberi contoh keteladanan (inisiator), memberikan motivasi kepada siswa (motivator), dan memberikan layanan bimbingan belajar serta memberikan bimbingan masalah pribadi siswa (pengarah). Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.
Pengajaran Agama Kristen merupakan salah satu materi yang harus diajarkan pada setiap siswa. Pengajaran PAK tidak hanya menjadi alat atau sarana yang sangat efektif bagi iman Kristen, tetapi juga mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan dan perkembangan iman siswa gereja di masa yang akan datang. Ada beberapa alasan, yaitu: Pertama, pengajaran Pendidikan Agama Kristen mempertemukan kehidupan manusia dalam hal ini anak-anak dengan Firman Tuhan atau dengan Tuhan Yesus sendiri, yang adalah Firman. Yonahes 1:1, “Pada mulanya adalah Firman dan firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah”. Dalam Injil Yohanes 1:14, dikatakan bahwa : “Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara dan kita telah melihat kemulianNya”
Karena perjumpaannya dengan Yesus, Sang Firman yang hidup, melalui pelajaran Agama Kristen di sekolah, banyak siswa yang pada akhirnya percaya kepada Tuhan Yesus, dan tidak sedikit orang tua yang dahulu menolak Tuhan Yesus secara terang-terangan, akhirnya mengakui dan memberi diri dibaptis. Penulis Ibrani mengatakan “Sebab firman Allah hidup dan kuat, lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; Ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” 2 II Timoitus 4: 2; Ibrani 4 : 12; Apabila Firman Tuhan diajarkan dengan setia, penuh tanggung jawab, dan dengan teladan, Allah akan memakainya untuk mempengaruhi pikiran dan hati orang yang memerlukan Yesus.
Kedua, Pengajaran Agama Kristen menghasilkan suasana pribadi antar sesama. Pengajaran Agama Kristen yang dilaksanakan di Sekolah dalam satu kelas, secara formal dan tertata rapi, menghasilkan suasana pribadi antara sesama rekan sekelas yang akhirnya dapat membimbing kepada keputusan untuk menerima Kristus. Mavis L. Anderson, (1993) dalam hubungannya dengan mendidik atau mengajar, mengatakan : “ Kata mendidik berarti “memimpin atau membimbing pembentukan kebiasaan-kebiasaan yang menuju kepada kecakapan”, pada jalan yang harus ditempuhnya, mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya memberikan pengetahuan teori sebanyak-banyaknya ke dalam hati murid-murid yang belum bersedia dengan satu pengharapan bahwa kelak pada akhir perjalanan yang jauh ini, murid akan tiba pada tujuan yang benar. Hal ini berarti membimbing dan melatih kehidupan itu dibawah pemeliharaan Roh Allah, sehingga langkah demi langkah, ia dipimpin kepada saat dimana ia menerima Dia yang adalah “jalan dan kebenaran dan Hidup” (Yohanes 14:6)”
Penulis Kitab Perjanjian Baru menyebutkan “Koinonia” yang berarti persekutuan Kristen yang terbaik. Koinonia itu meliputi keramahan, dan sekali-kali makan bersama. Semua itu memberikan kesan yang lebih mendalam daripada bersekutu saja. Secara harafiah kata itu berarti “kebersamaan”. Anak-anak Tuhan yang terlibat dalam pelajaran agama Kristen dapat saling membagi pengalaman hidup, memperhatikan yang susah, turut senang dengan mereka yang mendapatkan berkat, menguatkan yang putus asa, dan saling mendoakan. Persekutuan semacam ini sering menjadi saluran berkat, anugrah Allah bekerja melalui hati mereka yang belum percaya kepada Tuhan Yesus Kristus secara pribadi.[9]
Ketiga, Pengajaran Agama Kristen menyediakan struktur logis untuk Penginjilan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, di setiap kelas terdiri dari siswa yang umurnya tidak jauh berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu program pengajaran Agama Kristen tersusun sesuai dengan tingkat umur dan kemampuan siswa. Dalam penyampaian materipun disesuaikan dengan kondisi setempat. Dengan demikian gereja dan sekolah dapat membuat program yang dapat memberikan tugas penginjilan secara logis dan efektif.
Keempat, Pengajaran Agama Kristen mengembangkan tujuan yang paling utama dari semua pelayanan Pengajaran Kristen, yaitu membimbing orang (siswa) kedalam hubungan yang benar dengan Allah, melalui iman kepada Yesus Kristus.
Tujuan Penulis injil yang keempat , yaitu Yohanes, mengatakan : Supaya kami percaya bahwa Yesuslah Messias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya (Yohanes 20:31). Memang tak seorangpun dapat menjamin hasil seperti ini. Bahkan Tuhan Yesus sendiri kadang-kadang melihat bahwa maksudNya terhalang (Mark 10:20). Dari sekian banyak atau lamanya Pengajaran Agama Kristen pasti ada semacam pengajaran yang menambah kemungkinan, bahwa siswa atau orang-orang percaya yang sesat atau hilang akan ditemukan dan diselamatkan. Dan orang-orang atau siswa yang sudah diselamatkan oleh karena percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh 3:16), akan bertumbuh sebagai hasil dari pengalamannya ketika mengikuti Pelajaran Agama Kristen, menuju kedewasaan Kristus dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Dalam hal ini Mavis L.
Anderson (1993), menegaskan “perjalanan itu baru dimulai dan pendidikan harus dilanjutkan untuk membimbing murid-murid kepada kepenuhan di dalam Kristus”. 1
Untuk melengkapi tujuan Pengajaran Agama Kristen dan Penginjilan di sekolah, yang merupakan usaha “Pemuridan” dan sekaligus “Penginjilan”, obyek Pendidikan Agama Kristen disekolah sebagaimana ditulis oleh Dr. E.G Homringhausen dan Dr. I.H Enklaar, di bawah ini akan menambah wacana dalam memahami tujuan Pengajaran Agama Kristen di sekolah tersebut, yaitu : 2 Pendidikan Agama Kristen menjadikan murid-murid menghargai dirinya sendiri. Pengajaran Agama Kristen membuat mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Melalui Pengajaran Agama Kristen, diharapkan mereka dapat belajar menghargai dunia ini. Pengajaran Agama Kristen supaya mereka dapat membedakan nilai-nilai yang baik dan yang jahat.
Membangun kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar kita bisa membedakan yang benar dan mana yang salah, sehingga kita dapat menangkis pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral dapat dipelajari dan kita bisa mulai mengajarkannya sejak balita, sekolah juga tidak boleh lepas dari peran ini. Karena, seorang anak yang sudah duduk di bangku sekolah, akan menghabiskan sebagian dari waktunya di sekolah, berinteraksi dengan guru- guryang berperan sebagai pengajar dan pendidik dan teman-temayang dapat memberikan pengaruh positif dan juga negatif. Penurunan  sikap  moral  siswa tersebut  dikarenakan  kurangnya pengawasan guru dan orang tua siswa, khususnya guru PAK . Hal inilah   yan harus   dikembangka oleh   seorang   guru   khususny guru Pendidikan   Kewarganegaraa dalam   mengembangkan   kecerdasan   moral siswa. Furter (1965) dalam tinjauan fenomenologisnya, Furter menjelaskan ke dalam tiga hal, yaitu: (1) Tingkah laku moral sesungguhnya baru timbul pada usia remaja. (2) Masa remaja sebagai periode masa muda yang harus dihayati betul-betul untuk  mencapai  tingkah  laku  moral  yang  otonom.  Sehingga  remaja tersebut mampu mengadopsi nilai moral yang ada di sekitarnya sebagai nilai pribadi. (3) Eksistensi masa muda merupakan masalah moral dan harus dilihat sebagai hal yang bersangkutan dengan nilai-nilai. Sehingga remaja tersebut tidak hanya memperoleh pengertian tentang nilai tetapi juga dapat menjalankannya.
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan, perilaku moral tersebut baru timbul pada saat seorang anak memasuki masa remajanya, dan perilakunya harus selalu diawasi agar perilaku anak tersebut dapat terkontrol dengan baik dan dapat menghindari perilaku menyimpang yang berasal dari luar. Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan tindakan manusia untuk membangun pribadi yang berkarakter kuat berkualitas, namun juga merupakan pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Kecerdasan moral secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna.  Kecerdasan  moral  memberikan  hidup  manusia  memiliki  tujuan. Tanpa kecerdasan moral, seseorang tidak dapat berbuat sesuatu dan peristiwa- peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral menuntun seseorang tidak tahu apa yang harus dikerjakan.Michele Borba (2008) Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah artinya, memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut”.
Membangun kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar kita bisa membedakan yang benar dan mana yang salah, sehingga kita dapat menangkis pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral dapat dipelajari dan kita bisa mulai mengajarkannya sejak balita, sekolah juga tidak boleh lepas dari peran ini. Karena, seorang anak yang sudah duduk di bangku sekolah, akan menghabiskan sebagian dari waktunya di sekolah, berinteraksi dengan guru- guryang berperan sebagai pengajar dan pendidik dan teman-temayang dapat memberikan pengaruh positif dan juga negatif. Borba, kecerdasan moral diartikan sebagai kemampuan untuk memahami benar dan salah dan berpendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai moral”.[10] Jadi dapat dikatakan pendirian siswa yang sangat kokoh dan kuatlah yang harus diwujudkan oleh siswa dengan adanya peran guru dalam mengembangkan kecerdasan moral siswa.
Kecerdasan moral lebih mendasar dari kecerdasan emosional. Kecerdasan moral didefinisikan sebagai kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah yang sesuai dengan prinsip hidup kemanusiaan. Dengan demikian kecerdasan moral sangatlah penting itu dikembangkan, yang bertujuan untuk melihat kemampuan siswa dalam menilai suatu hal tentang baik buruknya suatu tindakan yang siswa lakukan, baik bagi dirinya maupun orang lain. Perkembangan kecerdasan moral ini juga akan membawa dampak yang  baik  pula  bagi  siswa  untuk  menjaga  diri  mereka  dari  perbuatan- perbuatan  yanmenyimpang  dari  peraturan,  norma-norma  serta  nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Identifikasi Masalah Penelitian
             Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.        Pengamatan peneliti menunjukkan bahwa dalam 2 Timotius 3:16-17 terdapat Manfaat Firman Tuhan yang penting untuk dipahami dan dilaksanakan oleh guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  dalam mempengaruhi kecedasan moral siswa.   Dalam manfaat Firman Tuhan tersebut, sebagai seorang pekerja Kristen yaitu guru PAK harus mampu menjelaskan serta menunjukkan manfaat tersbut bagi siswaMelakukan kehendak Allah merupakan hal yang harus dikerjakan oleh guru PAK. Selain itu guru PAK juga harus menyadari bahwa mereka adalah hamba Kristus sehingga mereka dapat bertindak sebagai hamba Kristus yang melakukan kehendak Allah, yang mendidik dan mengajar peserta didik tentang kebenaran Firman Tuhan.   Namun kenyataan yang ada di lapangan, masih banyak guru PAK yang belum menerapkan Manfaat Firman Tuhan dalam bekerja sebagaimana yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16-17.   Terlihat dari kinerjanya yang kurang berkualitas seperti, masih ada guru PAK yang tidak maksimal tugas dan tanggung jawabnya, tidak disiplin, menganggap pekerjaan tersebut bukan suatu pelayanan melainkan suatu rutinitas yang melelahkan dan hanya sebagai alat untuk mencari uang, tidak menunjukkan sikap sebagai seorang hamba Kristus sehingga tidak menjadi teladan bahkan menjadi batu sandungan, dll.   Hal itu terjadi mungkin karena belum mempelajari secara khusus sehingga kurang memahami tentang manfaat Firman Tuhan.   Dilain pihak, ada juga guru PAK yang sudah menerapkan Manfaat Firman Tuhandalam 2 Timotius 3:16-17, namun tidak bersifat continue (berkelanjutan).   Dari uraian di atas muncul pertanyaan, bagaimanakah kencenderungan pemahaman tentang  Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 di kalangan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamadya Medan?
2.        Pada hakekatnya guru PAK adalah hamba Kristus yang melakukan tugas dan tanggung jawabnya bukan untuk manusia tetapi untuk Tuhan.   Namun ada gejala dari beberapa guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan , yang belum menyadari keberadaannya sebagai hamba Kristus yang harus seturut dan melakukan Firman Tuhan.   Sehingga muncul pertanyaan bagaimanakan kecenderungan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  menyadari keberadaan dirinya sebagai hamba Kristus  berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dalam memahami Firman Tuhan?
3.        Dalam bekerja guru Pendidikan Agama Kristen seharusnya mereka memiliki motivasi yang benar sehingga dimanapun, bagaimanapun  dan kapanpun guru PAK tetap bersemangat dan antusias untuk memberikan pengajaran kepada anak didiknya.   Namun dalam mengajar ada guru Pendidikan Agama Kristen kurang memperhatikan ataupun memperdulikan tentang motivasi yang benar dan murni dalam kinerjanya.    Ada kecenderungan guru Pendidikan Agama Kristen mengajar sebagai kewajiban untuk mendapatkan upah saja.   Dari penjelasan tersebut muncul pertanyaan, bagaimanakah kecenderungan motivasi guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 tentang manfaat Firman Tuhan ?
4.        Guru Pendidikan Agama Kristen adalah agen pembelajaran Kristen yang melaksanakan tugasnya dengan tujuan yang jelas sesuai Alkitab yaitu menjadikan semua menjadi murid Kristus dan mengajarkan kepada mereka akan segala sesuatu yang telah Tuhan perintahkan.   Namun ada guru Pendidikan Agama Kristen yang mengajar hanya sekedar menyelesaikan tuntutan kurikulum  tanpa mengerti apa tujuan terpentingnya sebagai guru agama Kristen sehingga guru tersebut mengajar tanpa ada tujuan yang jelas.   Akibatnya pembelajaran hanya berlalu begitu saja tanpa ada perubahan yang nyata yang dialami oleh peserta didik.  Dari penjelasan tersebut muncul pertanyaan, bagaimanakah kecenderungan tujuan pembelajaran utama yang ingin dicapai oleh guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  dalam diri anak didiknya?
5.        Dengan adanya pelaksanaan sertifikasi guru yang diadakan oleh pemerintah maka diharapkan kualitas kerja guru dapat meningkat.   Namun dari kenyataan di lapangan, guru PAK masih belum memberikan kinerja yang maksimal.   Dari hal tersebut, bagaimanakah kecenderungan guru Pendidikan Agama Kristen se- Kotamdya Medan  menyikapi sertifikasi guru tersebut berdasarkan Manfaat Firman Tuhandalam 2 Timotius 3:16-17?
6.        Mendidik dan mengajar merupakan tugas utama yang harus dilakukan dan dikerjakan oleh seorang guru sebagaimana tertulis dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP No. 74 tahun 2008 tentang guru mengamanatkan, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.   Selain itu guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.   Namun yang sering terjadi adalah mereka cenderung menjadi seorang pendidik yang asal-asalan saja yang tidak lagi berusaha untuk memahami karakteristik peserta didiknya, tidak lagi ada beban untuk membimbing dan mengarahkan peserta didiknya menjadi lebih dewasa rohani serta tidak lagi menjadi teladan bagi peserta didiknya.   Guru-guru PAK se- Kotamadya Medan juga cenderung menjadi seorang pengajar yang sekedar mentransferkan ilmu mereka tanpa ada  beban untuk mendorong peserta didik mereka mengerti kehendak Allah dengan sungguh-sungguh serta mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.   Di samping itu, masih ada guru PAK se-Kotamdya Medan , belum memahami manfaat Firman Tuhan terhadap kecerdasan moral siswa dari uraian di atas muncul pertanyaan bagaimanakah kategori pemahaman  guru-guru PAK se-Kotamdya Medan tentang kecerdasan moral ?
7.        Manfaat Firman Tuhanyang sebagaimana tertuang di dalam Firman Tuhan khususnya di dalam 2 Timotius 3:16-17, yaitu agar setiap para guru PAK senantiasa taat kepada pimpinannya dengan takut dan gentar, dengan tulus hati serta dengan kesungguhan hati.   Selain itu guru PAK juga harus memiliki prinsip bahwa mereka adalah hamba Kristus sehingga mereka dapat bertindak sebagai hamba Kristus yang melakukan kehendak Allah, yang mendidik dan mengajar peserta didik dengan niat yang baik serta mengharapkan upah dari Tuhan.   Hal tersebut bila dipahami dan dilaksanakan  oleh guru-guru PAK maka tentunya akan memberikan pengaruh yang luar biasa serta menjadikan guru-guru PAK mampu menghasilkan  peserta didik yang memiliki kecerdasan moral yang baik.   Mereka akan bertindak sebagaimana halnya seorang pelayan Kristen yang diharapkan oleh Tuhan yang dapat menyampaikan kebenaran Firman Tuhan dengan benar sehingga menghasilkan peserta didik yang memiliki kecerdasan moral.   Dengan demikian, bagaimanakah pengaruh signifikan antara pemahaman guru PAK tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdsan moral siswa ?

Pembatasan Masalah Penelitian
  Dari identifikasi masalah yang sudah dilakukan, selanjutnya menentukan pembatasan masalah yang akan diteliti.  Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini jatuh pada identifikasi 1, 6 dan 7 sedang identifikasi masalah lainnya sudah dianggap terhisap dalam  point yang telah dipilih.
1.        Pengamatan peneliti menunjukkan bahwa dalam 2 Timotius 3:16-17 terdapat Manfaat Firman Tuhan yang penting untuk dipahami dan dilaksanakan oleh guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  dan pengaruhnya terhadap kecerdasan moral siswa.   Sebagai seorang pekerja Kristen, guru PAK harus senantiasa memahami manfaat Firman Tuhan dengan takut dan gentar, dengan tulus hati serta dengan kesungguhan hati.   Selain itu guru PAK juga harus memiliki prinsip bahwa mereka adalah hamba Kristus sehingga mereka dapat bertindak sebagai hamba Kristus yang melakukan kehendak Allah, yang mendidik dan mengajar peserta didik dengan niat yang baik sehingga berubah dan memiliki kecerdasan moral.   Namun kenyataan yang ada di lapangan, masih banyak guru PAK yang belum menerapkan Manfaat Firman Tuhandalam bekerja sebagaimana yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16-17.   Terlihat dari kinerjanya yang kurang berkualitas seperti, masih ada guru PAK yang tidak membawa Alkitab tidak disiplin, menganggap pekerjaan tersebut bukan suatu pelayanan melainkan rutinitas yang melelahkan, hanya sebagai alat untuk mencari uang, tidak menunjukkan sikap sebagai seorang hamba Kristus sehingga tidak menjadi teladan bahkan menjadi batu sandungan, dll.   Hal itu terjadi mungkin karena belum mempelajari secara khusus sehingga kurang memahami manfaat Firman Allah.   Dilain pihak, ada juga guru PAK yang sudah menerapkan Manfaat Firman Tuhandalam 2 Timotius 3:16-17, namun tidak bersifat continue (berkelanjutan).  Dari uraian di atas muncul pertanyaan, bagaimanakah kencenderungan pemahaman tentang Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 di kalangan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamadya Medan terhadap kecerdasan moral siswa ?
2.        Mendidik dan mengajar merupakan tugas utama yang harus dilakukan dan dikerjakan oleh seorang guru.   Untuk mengukur kinerja apakah seorang guru sudah berkinerja atau tidak, salah satu alat ukurannya adalah undang-undang Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003.   Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP No. 74 tahun 2008 tentang guru, mengamanatkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.   Namun yang sering terjadi adalah mereka cenderung menjadi seorang pendidik yang asal-asalan saja yang tidak lagi berusaha untuk memahami karakteristik peserta didiknya, tidak lagi ada beban untuk membimbing dan mengarahkan peserta didiknya menjadi lebih dewasa rohani serta tidak lagi menjadi teladan bagi peserta didiknya.   Guru-guru PAK juga cenderung menjadi seorang pengajar yang sekedar mentransferkan ilmu mereka tanpa ada  beban untuk mendorong peserta didik mereka mengerti kehendak Allah dengan sungguh-sungguh serta mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.   Di samping itu, masih ada guru PAK se-Kotamdya Medan , belum mempersiapkan dengan benar dan lengkap perangkat pengajaran, datang terlambat dalam mengajar, kurang menguasai media atau metode pengajaran yang baik dan kontekstual dari uraian di atas muncul pertanyaan,  bagaimanakah kategori kinerja guru-guru PAK se-Kotamdya Medan ?
3.        Manfaat Firman Tuhanyang sebagaimana tertuang di dalam Firman Tuhan khususnya di dalam 2 Timotius 3:16-17, bila dipahami dan dilaksanakan  oleh guru-guru PAK maka tentunya akan memberikan pengaruh yang luar biasa dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa.   Mereka akan bertindak sebagaimana halnya seorang pelayan Kristen yang diharapkan oleh Tuhan.   Dengan demikian, bagaimanakah pengaruh pemahaman guru PAK se-Kotamadya Medan tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdasan moral siswa ?

Pokok Masalah Penelitian
 Dari batasan masalah yang dipilih oleh peneliti, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.        Bagaimanakah kencenderungan pemahaman guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamadya Medan tentang  Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17?
2.        Bagaimanakah pemahaman guru-guru PAK se-Kotamdya Medan  tentang kecerdasan moral ?
3.        Bagaimanakah pengaruh pemahaman  guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdasan moral siswa? 

Tujuan Penelitian
  Penelitian yang dilakukan melalui penulisan Tesis ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.        Untuk memperoleh gambaran kecenderungan pemahaman Manfaat Firman Tuhan dikalangan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.
2.        Untuk memperoleh gambaran mengenai pelayana guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan dalam menjelaskan manfaar Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.
3.        Untuk memperoleh gambaran mengenai kemungkinan ada pengaruh pemahaman guru PAK se-Kotamdya Medan .tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdasan moral siswa.

Kepentingan Penelitian
 Menurut Andreas B. Subagyo, dalam buku Pengantar Riset Kualitatif dan Kuantitatif, ada dua kepentingan penelitian yaitu:  Pertama, ”Kepentingan teoritis, yaitu sumbangan yang dapat diberikan kepada dunia ilmu pengetahuan.   Kedua, kepentingan praktis, yaitu sumbangan yang diberikan kepada penerapan ilmu pengetahuan.”[11]   Jika tujuan penelitian ini dapat tercapai, maka hasil penelitian ini memiliki kepentingan dari sudut teoritis dan sudut praktis: 



Kepentingan Teoritis
1.        Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kajian ilmu Pendidikan Agama Kristen seperti Profesi Keguruan dimana semakin ditemukan manfaat Firman Tuhan berdasarkan  Alkitab yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dan membangun kecerdasan moral siswa.
2.        Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang Etika Kristen.
3.        Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dibidang pelatihan tenaga kerja, prinsip-prisip kerja yang ditemukan dapat dijadikan bahan pelatihan.
4.        Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangsih yang berarti bagi Dinas pendidikan, Kementerian Agama secara khusus di Kotamdya Medan  agar pelyanan guru-guru PAK disana se-Kotamadya Medan semakin berkualitas.

Manfaat dari Sudut Praktis
1.        Bagi peneliti akan menerapkan  Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 di dalam lingkungan pekerjaan nantinya dalam membangun kecerdasan moral siswa.
2.        Bagi guru-guru Pendidikan Agama Kristen, agar membuat evaluasi diri secara pribadi apakah sudah memahami dan melaksanakan Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.   Hal tersebut penting dalam mencapai  pelyanan yang berkualitas sebagai  guru Pendidikan Agama Kristen dalam membangun kecerdasan moarl siswa.
3.        Bagi setiap pembaca penelitian ini memberi inspirasi dan evaluasi diri apakah sudah memahami serta melaksanakan Manfaat Firman Tuhandalam lingkungan pekerjaan ataupun pelayanannya berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.   Dengan  prinsip-prinsip tersebut,  setiap pembaca akan dapat memaksimalkan diri untuk memberikan pelayanan terbaik kepada Tuhan dengan membangun kecerdasan moral siswa.









DAFTAR PUSTAKA

Abineno, Dr. J.L Ch., Tafsiran Alkitab Surat Efesus, Jakarta:BPK, 2009.
Akbar, Ali Ibrahim. 2000. Pendidikan Karakter. USA : Harvard University. A.M, Sardirman.
  2004. Interaksi dan Motivsi Belajar Mengajar, Jakarta : Rajagrafindo Persada (Rajawali Pers).
Ali Muhidin, Sambas. Analisis Korelasi Regresi dan Jalur dalam Penelitian, Bandung: Pustaka Setia, 2007
Alkitab Penuntun, Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 2003.
Borba. 2001. Building Moral Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustaka.

Borba, Michele. 2008. Membangun Kecerdasan Moral, Jakarta: Perguruan Tinggi
              Gramedia Pustaka Utama.
Depdiknas. Pembinaan Profesionalisme Tenaga pengajar (Pengembangan Profesionalisme Guru). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas. 2005.
Duyverman, M.E, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK2000.
Ibrahim, R dan S, Nana Syaodih. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta,1993
Kemendiknas.2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
              PertamaJakarta. Grasindo

Nasir, Muhammad.1985.Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Suparno, Paul, SJ
              dkk.2004. Pendidikan Budi Pekerti. Yogyakarta: Kanisius.

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. 2003. Tentang Sistem Pendidikan
              Nasional Beserta PenjelasannyaBandung : Citar Umbara Bandung.

Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D.2007.Civic Education, Konteks, Landasan, Bahan
              Ajar Dan Kultur Kelas. Bandung: Program PAK , Sekolah Pasca Sarjan UPI.
Poerwadarminta,W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.1998
Subagyo, Andreas B., Pengantar Riset Kualitatif dan Kuantitatif Bandung:  Kalam Hidup, 2004 .





                  [1]M. Suparmako & Ari Sudarman, Metode Penelitian Praktis  (Yogyakarta:  Universitas Gajah Mada, 1982), 7
                  [2] Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 74-75
                  [3] Ibid
                  [4] Ibid
                  [5] Ali Ibrahim Akbar, 2000
                  [6] Paul, SJ dkk.2004. Pendidikan Budi Pekerti. Yogyakarta: Kanisius. (hal  26-27)
                  [7] Paul, SJ dkk.2004. Pendidikan Budi Pekerti. Yogyakarta: Kanisius. (hal: 34-36)
                  [8] Sardiman A. M 2004 (Hal: 145-146)
                  [9] Mavis L. Anderson, Pola Mengajar Sekolah Minggu, Yayasan Kalam hidup, Bandung, 1993, Hlm. 89,90
                [10] Borba, Michele. 2008. Membangun Kecerdasan Moral, Jakarta: Perguruan Tinggi
Gramedia Pustaka Utama.

                   [11]Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kualitatif dan Kuantitatif (Bandung:  Kalam Hidup, 2004), 217