Jumat, 11 September 2015
KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
A. Komponen Pendidikan Secara Umum
Komponen pembelajaran adalah kumpulan dari beberapa item yang saling berhubungan satu sama lain yang merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar. Dalam dunia pendidikan pada masa kini menurut Oemar Hamalik (2005; 77) ada tujuh komponen dalam pembelajaran di mana satu dengan yang lain saling terintegrasi, yaitu: Peserta Didik, Pendidik, Metode Pendidikan, Isi Pendidikan / Materi Pendidikan, Lingkungan Pendidikan, Alat dan Fasilitas Pendidikan.
Berikut akan diuraikan satu persatu komponen- komponen tersebut.
1.Tujuan Pendidikan
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normative dan praktis. Tujuan umum pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkah laku manusia akan menjiwai tingkah laku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
2.Peserta Didik
Peserta didik sangat menunjang dalam proses pendidikan, dengan perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengansumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa.
3.Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidik di sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun nonformal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat.
4.Metode Pendidikan
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas dari metode atau bagaimana pendidikan dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik,yaitu : a. Metode Diktatoral, b. Metode Liberal, c. Metode Demokratis
5.Isi Pendidikan/Materi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/materi yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal.Macam-macam pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama, pendidikan social, pendidikan keterampilan, pendidikan jasmani dll.
6.Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Dalam artian yang sederhana lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekeliling anak didik dan komponen-komponen pendidikan yang lain.
7.Alat dan Fasilitas Pendidikan
Alat dan fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, dengan adanya fasilitas-fasilitas pendidikan maka proses pendidikan akan berjalan dengan lancar sehingga tujuan pendidikan akan mudah dicapai. Misalnya laboratorium lengkap dengan alat-alat percobaannya, internet dll.
B. Komponen Pendidikan ditinjau dari Efektivitas Proses Pembelajaran PAK
Mengajar dan belajar atau mendidik dan belajar bukanlah sesuatu yang tidak dinarasikan dalam Alkitab, di dalam Alkitab justru terdapat banyak bukti tentang kegiatan mengajar. Memang benar bahwa mengajar yang disebutkan di dalam Alkitab tidak harus dibayangkan secara formal seperti yang terjadi sekarang ini di dalam kelas. Walaupun demikian konsep tentang mengajar dan praktik mengajar sudah ada dalam Alkitab. Allah sendiri memulainya di taman Eden untuk dua manusia pertama, dan manusia pertama meneruskan kegiatan mendidik itu, kegiatan mendidik dan dididik (mengajar dan belajar) itu diwariskan dari generasi ke generasi manusia sepanjang zaman sampai ditemukannya praktik pendidikan secara formal dalam bentuk sekolah.
Di atas telah dinyatakan bahwa kegiatan mengajar telah dilakukan oleh Tuhan dan kegitan mengajar dan belajar dipercayakan kepada manusia. Informasi Biblika mendukung pernyataan ini. Data-data itu dapat diruntut dalam ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang berhubungan dengan kata mengajar dapat diperhatikan dalam nats-nats ini: Kel. 4:12, 35:34, Ul. 20:18, Hak. 13:8, II Sam. 22:35, II Raj. 12:2, II Taw. 17:7,9, Ezr. 7:10, Neh. 8:9,9:20, Ayb. 4:3, 15:5, 36:2, Maz. 18:34, 32:8, 71:17, 119:102, 144:1, Kid. 8:2.
Pada ayat-ayat di atas dipakai kata “mengajar”, frasa mengajar dalam ayat-ayat ini dipakai dalam beberapa pengertian yaitu dalam arti kiasan dan literal (pembahasannya dalam kajian teori bab II disertasi). Sedangkan data-data Perjanjian Lama tentang “mendidik” dapat dilihat dalam: II Raj. 10:6, Ams. 6:23, 9:7, sementara data tentang “didikan” dapat diperhatikan dalam ayat-ayat ini: Ayb. 5:17, Ams. 1:2, 3, 7,8, 3:1, 4:1, 13, 5:12, 23, 8:33, 10:17, 12:1, 13:1, 13:18, 15:5, 10, 32, 33, 19:20. Sedangkan data Perjanjian Baru tentang “mengajar” dapat dilihat dalam: Mat. 9:35, 11:1, 13:54,21:23, 26:55, Mark. 1:21, 2:13, 4:1, 6:6, 10:1, 12:35, Luk. 4:31, 5:17, 6:6, 11:37, 12:1, 13:10, 22, 20:1, 21:37, Kis. 13:43. Sedangkan data tentang “dididik/pendidik” dalam Perjanjian Baru muncul secara dua kali, yaitu Rom. 2:20 (pendidik orang bodoh), I Kor. 4:15 (beribu-ribu pendidik dalam Kristus …).
Berdasarkan temuan-temuan literal dalam Alkitab tentang mengajar, mendidik dan belajar baik secara tersurat maupun tersirat menegaskan bahwa Alkitab unik dengan kitab-kitab suci lainnya. Alkitab menyentuk banyak level. Misalnya secara sejarah ada dalam Alkitab, Puisi juga terdapat dalam Alkitab, Hikmat, wahyu semuanya ada dalam Alkitab. Dengan demikian Alkitab berwibawa dalam Didakticum. Tuhan adalah pengajar utama dan pertama, Yesus Kristus Guru Agung, Roh Kudus adalah guru Multiple Intellegence.
Berdasarkan efektivitas proses pembelajaran, baik secara umum maupun pendidikan keagamaan seperti Pendidikan Agama Kristen mutlak memikirkan proses pembelajaran secara mendalam. Komponen-komponen proses pembelajaran terdiri atas:
1. Tujuan Pembelajaran
2. Isi/Materi Pembelajaran
3. Metode Pembelajaran
4. Media Pembelajaran
5. Evaluasi Pembelajaran
C. KOMPONEN PENDIDIKAN DALAM PERJANJIAN LAMA (PL)
Salah satu Budaya Yahudi yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama dan terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat dimana mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar. Obyek utama dalam pendidikan mereka adalah mempelajari Hukum Taurat.
1. Tujuan Pembelajaran Agama dalam Perjanjan Lama
1. Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah.
Kej. 1:1 -- Segala sesuatu telah dijadikan oleh Allah dengan tujuan supaya manusia mengenal Allah dan berhubungan dengan-Nya. Cara Allah menyatakan diri adalah dengan:
- Wahyu Umum : Supaya orang menyadari dan mengakui keberadaan Allah melalui alam, sejarah, hati nurani manusia.
- Wahyu Khusus : Supaya manusia menerima keselamatan dari Allah. Allah berinkarnasi menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus.
2. Menurut konsep Yahudi tidak ada perbedaan nilai antara duniawi dan rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa "seluruh hidup adalah suci".
3. Pendidikan berpusatkan pada Allah.
Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah: Yehova (Hab. 2:10 -- kegagalan campur tangan Allah adalah kegagalan bangsa.) Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (Taurat) untuk menjadi pegangan dan pelajaran tentang Allah dan karya-Nya
4. Pendidikan adalah kegiatan utama dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Kitab Talmud dikatakan kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, kita harus membinasakan guru-gurunya. Bangsa Yahudi adalah bangsa pertama yang memiliki sistem pendidikan Nasional (Ula. 6:4-9) Pendidikan mereka tidak hanya secara teori, tetapi menjadi kegiatan sehari-hari dalam cara hidup dan keagamaannya. Contoh: Kitab Imamat yang mengajarkan semua tata cara hidup dan beragama.
2. ISI PENDIDIKAN AGAMA DIDASARKAN MENURUT ULANGAN 6:4-9
Ulangan 6:4-9 menjadi pusat pengajaran pendidikan agama Kristen. Kitab-kitab lain yang membahas tentang pendidikan bersumber dari kitab Ulangan ini.
1. Ayat 4 ("Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa!")
Ayat ini disebut "Shema" atau pengakuan iman orang Yahudi (agama Yudaisme) yang artinya "Dengarlah". Yesus menyebut ayat ini sebagai hukum yang pertama -- prinsip iman dan ketaatan. Memberikan konsep Allah yang paling akurat, jelas dan pendek Tuhan adalah unik, lain dengan yang lain. Dia Allah yang hidup, yang benar dan yang sempurna. Tidak ada Allah yang lain, hanya satu Allah saja. Ayat 4 ini bersamaan dengan ayat 5 diucapkan sedikitnya dua kali sehari oleh orang Yahudi dewasa laki-laki. Ayat ini diucapkan bersamaan dengan Ula. 11:13-21 danBil. 15:37-41.
2. Ayat 5 ("Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.")
Kasih harus menjadi motif setiap hubungan manusia dengan Tuhan. Kasih disebutkan pertama karena disanalah terletak pikiran, emosi, dan kehendak manusia. Tugas yang Tuhan berikan untuk manusia lakukan adalah kasihilah Allah Tuhanmu. Musa mengajarkan Israel untuk takut, tapi kasih lebih dalam dari takut.
• Mengasihi Tuhan artinya memilih Dia untuk suatu hubungan intim dan dengan senang hati menaati perintah-perintah-Nya.
• Mengasihi dengan hati yang tulus, bukan hanya di mulut tapi juga dalam tindakan.
• Mengasihi dengan seluruh kekuatan, memiliki semuanya.
• Mengasihi dengan kasih yang terbaik, tidak ada yang melebihi kasih kita kepada Dia, sehingga kita takluk kepada Dia.
• Mengasihi dengan seluruh akal budi/pengertian, karena kita kenal Dia maka kita mengasihi dan mentaati perintah-Nya.
3. Ayat 6 ("Apa yang Kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan.")
Perintah Tuhan bukanlah untuk didengar dengan telinga saja, tapi juga dengan hati yang taat. Sebelum bertindak pikirkanlah lebih dahulu perintah Tuhan, maka hidupmu akan selamat.
4. Ayat 7 ("Haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang "kepada anakmu" membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun.")
Mereka yang mengasihi Allah, mengasihi Firman-Nya dan melakukannya dengan meditasi, bertanggung jawab untuk merenungkannya dan menyimpannya dalam hati untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua mempunyai tugas untuk mengajarkan Firman-Nya kepada anak-anak dengan didikan dan harus dimulai sejak dini dan berulang-ulang. Ayat 7 ini dipakai sebagai fondasi kurikulum pendidikan Kristen.
5. Ayat 8-9 ("Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.")
Tulisan hukum-hukum belum menjadi milik umum, namun demikian, Allah menghendaki mereka melakukannya, supaya mereka terbiasa bergaul dengan hukum Allah. Orang Yahudi mengerti perintah ini dan melakukannya secara harafiah.
Mereka mengenal 3 tanda-tanda untuk mengingat hukum Allah:
a. Zizth : Dipakai/dipasang pada ujung jubah Iman (Bil. 15:37-41)
b. Mezna : Kotak kecil yang berisi Ul 6:4-9 diletakkan di sebelah kanan pintu
c. Tephillin : Dua kotak kecil berbentuk kubus masing-masing dari kertas perkamen yang ditulis dengan tangan secara khusus berisi 4 ayat yaitu, Keluaran 13:1-10, Keluaran 13:11-16, Ulangan 6:4-9, dan Ulangan 11:18-21. Satu diikatkan di tangan kiri dan satu di dahi.
Tanda-tanda ini dipakai pada saat sembahyang di luar hari Sabat. Tanda-tanda ini sangat indah sebagai peringatan akan kehadiran Allah di rumah dan akhirnya dipraktekkan untuk mengusir setan. Tanda-tanda simbolik ini dibuat supaya penekanan pemahaman ayat itu menjadi nyata sehingga pengajaran itu akan berlangsung terus- menerus.
3. Tempat Pendidikan Anak Bangsa Yahudi
Pendidikan anak Yahudi bermula di rumah. Berpangkal dari peranan seorang ibu Yahudi. Tugas kewajiban ibu adalah untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yang juga terkait erat dengan tugas rohani mendidik anak-anaknya, khususnya ketika masih balita. Jauh- jauh hari sebelum anak berhubungan dengan dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari ibunya sehingga sesudah menginjak usia remaja/pemuda ia sudah mempunyai dasar yang benar. Contoh: Melalui cerita-cerita sejarah bangsa dan hari-hari peringatan/besar.
Lembaga-lembaga Pendidikan, Pada zaman ini orang tua tetaplah berperan dalam pendidikan. Akan tetapi peran orang tua dalam memberikan pendidikan bagi anak semakin berkurang. Oleh karena perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan orang Yahudi. Maka muncullah lembaga-lembaga pendidikan agama Yahudi yaitu: Sinagoge, Bet-ha-sefer (Sekolah Dasar), Beth-ha-midrash atau Beth Talmud ( Setingkat dengan SMP). Sinagoge (rumah ibadah) adalah tempat dimana orang dewasa mendapatkan pengajaran mengenai agama dalam bentuk khotbah, sedangkan Beth-ha-sefer didirikan untuk anak-anak lelaki Yahudi berumur 5 atau 6-10 tahun, dan Beth Talmud atau beth-ha-midrash untuk anak-anak lelaki umur 10 tahun – 12 atau 13 tahun sampai mereka dianggap sebagai sudah menjadi anak-anak hukum taurat.
Pendidikan dalam rumah ibadat pada saat itu merupakan suatu bentuk pengajaran tentang hal-hal yang bersifat agamiah. Dalam kebaktian dalam Sinagoge ini dibagi atas lima bagian yaitu
1) Shema, yang berisi semacam pengakuan iman. Prinsip pendidikan agama Yahudi berpusat paa Ulangan 6:4-9. Dan, Ayat yang ketujuh ini dipakai sebagaiPONDASI KURIKULUM Pendidikan Agama Kristen.
2) Doa
3) Pembacaan Hukum Taurat
4) Pembacaan Nubuat
5) Bagian terakhir adalah Berkat yang diucapkan oleh pemimpin.
4. Metode Pengajaran dalam Perjanjian Lama
Metode pengajaran dalam pendidikan Yahudi menitikberatkan pada penghafalan. Pertama-tama anak diajar untuk menghafal 22 huruf Ibrani. Kemudian beberapa huruf dihafal dengan rangkaian dengan huruf-huruf lain yaitu kata-kata. Pada saat itu huruf vokal masih belum dimanfaatkan. Metode pengajaran yang digunakan dalam penyampaian Agama dalam Perjanjian Lama, antara lain :
1. Metode menghafal ( Ulangan 6 :4-9 , Amsal 22:6, Mazmur 119 :11,105)
2. Metode bercerita (Yosua 4:6-7 ,bandingkan Keluaran 12:24-27).
Berbagai metode lain juga digunakan oleh guru misalnya menempatkanseorang murid yang dinilai kurang dalam segi intelektual dekat dengan dengan seorang anak yang rajin dan pintar. Atau anak yang memiliki prestasi diminta untuk mengajar teman-temannya lain yang terbelakang. Bahan pelajaran juga kadang-kadang dinyanyikan oleh para murid. Perdebatan juga digunakan untuk membuat para murid semakin kritis dalam berpikir.
5. Peserta Didik dalam Perjanjian Lama
Pada masa itu tidak ada tempat bagi pendidikan anak-anak perempuan, kecuali keterampilan yang diajarkan ibunya untuk dapat melaksanakan tugas-tugas khusus wanita dan contohnya seperti keterampilan dalam memasak dan pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya. Mengapa pada masa itu tidak diadakan pendidikan khusus bagi kaum perempuan? Karena kaum-kaum perempuan pada masa itu dianggap kurang mampu untuk melakukan atau memikirkan hal-hal yang bermakna. Oleh karena itu mengapa pendidikan juga diperlukan pada masa itu? Tentang usaha-usaha pengkhotbah mencari orang-orang yang mampu dan bijaksana saja, kesimpulannya ialah “ Ku dapati seorang laki-laki di antara seribu, tetapi tidak kudapati seorang perempuan di antara mereka” (Pkh 7:26). Tetap lebih parah lagi, watak perempuan terisi dengan keinginan menjatuhkan laki-laki (Pkh 7:26).
Para laki-laki pada zaman PL merasa sangat bangga karena telah dilahirkan sebagai laki-laki, karena kedudukan seorang laki-laki pada masa ini sangat jauh dari kedudukan perempuan. Maka tidak mengherankan lagi jika mendengar para pria dewasa yang saleh memanjatkan doa yang teramat angkuh dan picik, karena mereka merasa bahwa mereka yang paling layak di hadapan Tuhan di bandingkan dengan kaum perempuan.
Ben:Azzai, seorang bujangan, berpendapat bahwa seorang ayah wajib mengajarkan Taurat kepada anak perempuan. Sungguhpun anak-anak perempuan tidak memperoleh tempat dalam sistem persekolahan Yahudi, namun di sana-sini, mesti ada seorang ayah atau suami yang lebih sayang kepada anaknya atau isterinya dan berusaha mengajarnya. Jika pengajaran tidak dilakukan oleh seorang ayah, bagaimana caranya menjelaskan pelbagai Amsal yang mengayang dijanjikan, permulaan kerajaan dan kesaksian para kaum nabi tentang kecenderungan umat Israel yang menyeleweng persyaratan yang termuat dalam perjanjian. Dalam pokok tersebut tersirat pula bimbingan menuju perilaku yang sesuai dengan panggilan umat Israel.
6. Pengajar Pendidikan Agama dalam PL
Allah sendiri sebagai pemrakarsa dan pengajar utama Pendidikan Agama dalam Perjanjian Lama (Hos.11:1-4). Dalam mengajar umat-Nya, Allah sering menggunakan empat golongan Pemimpin orang Israel, yakni: Para Imam (Bil. 3), Para Nabi (Yunus, Mikha, dsb), Kaum Bijaksana (Ams. 1-2, 6:1), dan Kaum Penyair (Mazmur). Disamping mereka, dalam mengajar kepada setiap keluarga dijalankan oleh Kepala Keluarga yaitu Suami dan Istri atau orang tua dari anak-anak. Anak laki-laki orang Yahudi juga mendapatkan pendidikan formal dalam sekolah Yahudi. Sedangkan anak-anak perempuan mendapatkan pengajaran dari Ayah mereka.
D. KOMPONEN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM PERJANJIAN BARU
Dalam pendidikan agama dalam PB ada beberapa prinsip yang perlu diketahui yaitu:
1. Tujuan mengajar/pendidikan 2Tim 3:1,untuk mengkomunikasikan
2. Mengajar adalah perintah Allah. Mat 28:16-20
3. Mengajar adalah tindakan intervensi Allah Tit 2:11-12 —>untuk mengalami proses pendidikan untuk meneruskan kepada orang lain
4. Pendidikan harus diajarkan sejak dini 2Tim 3:15, #Mr 10:13-16
5. Keterlibatan manusia seutuhnya Mr 12:30-31
6. Pengajar-pengajar dituntut orang yang berkualitas (Panggilan) 1Kor 12:28
KOMPONEN PAK DALAM PERNJANJIAN BARU
Komponen adalah suatu sistim yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai sebuah tujuan. Dan komponen dalam Pak meliputi
1. GURU DALAM PB
Apabila kita hendak menyelidiki soal pendidikan agama dalam hubungan Perjanjian Baru, tentu saja pertama-tama dan khususnya kita harus mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus sendiri. Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh-orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala soal ilmu keTuhanan. Sebab Ia mengajar mereka "sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka" (Mat 7:29).
a. YESUS KRISTUS GURU AGUNG
• Yesus disebut guru : 43 x (Injil) ; Yesus disebut rabi : 14 x Mengajar adalah bisnis utama Yesus
• Tahu materi yang diajarkan
• Tahu bagaimana cara mengajarkannya
• Mengajar dengan integritas
• Sistem permuridan Mark. 5: 3;Luk. 8:9 ; 10:24; 6:1)
• Belajar / mendengar / bercerita
• Yesus Sebagai Guru Besar
• Yesus diingat/ dipuja orang karena : Penyembuh ; Pembuat Mujizat ; Guru
• Yesus mengajar dengan kuasa (otoritas dari Allah) Kehadiaran kuasa Anak Allah mewarnai ke 4 injil = Matius 7 : 28-29
b. PAULUS
Rasul Paulus juga seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri dididik untuk menjadi seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat, dan ia dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama kaum Yahudi.
Setelah Yesus memasuki hidupnya, Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memashurkan nama Tuhan Yesus itu. Ke mana pun Paulus pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendekiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi, singkat kata, segala golongan manusia telah ditemuinya pada perjalanannya yang banyak dan panjang itu. Paulus mengajar di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota atau di padang-padang, di atas loteng dan dalam bengkelnya, di pasar dan dalam kumpulan kaum filsuf. Tak ada tempat yang dianggapnya kurang layak untuk menyampaikan beritanya tentang Juruselamat dunia. Rasul Paulus juga banyak mengajar melalui surat-surat. Segala soal dan kesulitan yang muncul dalam jemaat-jemaat yang didirikannya itu, ataupun yang timbul di antara kaum Kristen yang belum dikunjunginya.
2. MURID
Dikatakan tentang pengikut seorang pemimpin atau pengajar, seperti Yohanes Pembaptis dan orang Farisi (Mr 2:18). Khususnya dimaksudkan para pengikut Tuhan Yesus: mula-mula dua belas orang, kemudian semua orang Kristen. Sekalian bangsa harus dijadikan murid Yesus (Mat 28:19) (Ibrani limmud; Yunani mathetes; Latin discipulus, artinya 'murid' atau 'pelajar').Kata ini terdapat di PL dalam 1 Taw 25:8; Yes 8:16; 50:4; 54:13. hubungan guru -- murid termasuk ciri umum dunia kuno; di situ para filsuf Yunani dan para rabi Yahudi mengumpulkan sejumlah murid atau pelajar baginya. Di luar Kitab Injil, kata itu hanya terdapat dalam Kis dengan arti orang-orang percaya, yg mengaku Yesus sebagai Mesias 6:1, 2, 7; 9:36 (bentuk permathetria); 11:26. Bentuk kata kerja matheteuo, artinya, 'menjadi murid', 'menjadikan seorang lain menjadi murid', terdapat dalam Mat 27:57; 28:19
3. Metode Pengajaran PAK dalam PB
Metode yang digunakan dalam Pernjanjian baru kita berangkat dari pola pengajaran yang sama dengan pola pengajaran Yesus. Sangat sulit untuk menemukan bahwa Yesus menggunakan hal yang sama dalam cara yang sama. Seseorang membaca Kitab Suci dengan harapan untuk menemukan apa yang selanjutnya akan dilakukan dan dikatakan oleh Yesus. Kita melihat kekreativitasan-Nya seperti berikut ini
1. METODE TELADAN
Yesus mengajar melalui hidup-Nya. Yesus mengajar dengan cara memberi teladan. Yesus mengajar dengan cara mensharingkangayahidup-Nya. Yesus mengajar dengan cara menunjukkan hubungannya dengan Bapa/ membagikan hidup-Nya
Salah satu contoh saja : Yesus tidak mengenal lelah…berjalan berkeliling di seluruh Galilea (Mat 4:23), murid-murid-Nya melihat keseharian yang seperti itu. Lemah Lembut dan Rendah Hati (Mat 11:29-30
2. METODE EMOSI
Yesus tidak segan-segan memperlihatkan emosinya dalam mengajarkan sebuah kebenaran, ia tidak JAIM / Jaga Image. Ia pernah marah (Luk 19:46), Ia pernah terharu saat melihat Maria menangis atas kematian Lazarus, saudaranya, Mat 11: 33, Ia mengajar dengan empaty/ belas kasihan ( Mat 9:36, Mat 15: 32), Ia bahkan menangisi Yerusalem Lukas 13: 34
3. METODE ORANG
Yesus mengajar dengan cara membiarkan Petrus meniru Dia, berjalan di atas air (Mat 14: 22-33), Yesus mengajar dengan cara berdiskusi/ tanya jawab ( Hal Berpuasa Mat 9: 14-17, Mat 15:13-20),, Yesus memakai anggota tubuh yaitu rambut sebagai ilustrasi Mat 10: 29-31
4. METODE TULISAN SASTRA / KARYA SENI TULIS
a. Yesus mengajar dengan cara PUISI (Kotbah di Bukit Mat 5:3-12)
b. Yesus mengajar dengan CERPEN / cerita pendek ( Anak yang hilang Luk 15:13)
c. Yesus mengajar dengan cara mendiktekan sebuah karya tulis seni / NARASI DOA
(Doa Bapa Kami Mat 6: 9-13)
d. Yesus mengutip PL, nubuatan nabi Yesaya, yang berupa NARASI ( Mat 13:14-15)
e. Yesus menyebut-nyebut mengenai hukum taurat (sebuah karya tulis) dan menjelaskan korelasinya dengan diri-Nya Mat 5: 17-48
5. METODE GAMBAR
Yesus memakai gambar yang ada di mata uang, untuk menjawab pertanyaan orang Farisi (Matius 22:20), Logo Salib Ef 2: 16
6. METODE VISUAL
Melihat Burung pipit Mat 10: 29-31, untuk menjelaskan Perlindungan Tuhan atas hidup kita, Yesus mengajar dengan cara pengamatan ( burung pipit, bunga bakung Mat 6: 26, 28-30, untuk menjelaskan pemeliharaan-Nya atas hidup kita,buah dan pohon Mat 12: 33-34, Mat 16:1-4 untuk menjelaskan hubungan antara hati dan ucapan yang meluap dari hati)
7. METODE BENDA TIGA DIMENSI
a. Yesus mengajar dengan cara eksperimen ( Pelita Mat 5: 15)
b. Yesus mengajar dengan menggunakan alat peraga (Garam dan Terang Mat 5: 13-16,
selumbar dan balok dalam mata dalam topic : hal penghakiman Mat 7: 1-5,
c. Petrus memegang ikan dan uang logam emas (Mat 17:27)
d. Yesus memberi makan 5000 orang ( Mat 6: 30-44) dengan melipatgandakan 5 roti dan
2 ikan.
8. METODE BAHASA TUBUH
Yesus mengajar dengan cara dramatis ( saat Ia memperagakan sambil menunjuk kea rah murid-murid-Nya untuk menjelaskan siapa sebenarnya yang dapat dikategorikan sebagai ibu dan saudara-saudara-Nya. Mat 12:46-50).Dia disalibkan ganti kita Efesus 2: 16Yesus mengajak murid-murid-Nya TOUR dari desa ke desa, darikotakekota, dengan olah raga utama : Gerak Jalan. Luk 13:22
9. METODE AUDIO
Yesus mengajar dengan cara ceramah (Yesus dan Hukum Taurat. Mat 5: 17-48)Yesus mengajar dengan cara memberi pesan praktis/ Juklak/ Petunjuk Pelaksanaan/ prosedur standart (Mat 10:5-15)
Yesus mengajar dengan cara mengajak dua orang buta mengadakan pengakuan percaya/pengakuan iman / memeperkatakan kalimat iman ( Mat 9: 28-30), saat itulah mereka yang buta itu diajak membayangkan/ mengimajinasikan sebuah kesembuhan.
10. METODE ILUSTRASI
Yesus mengajar dengan cara bercerita ilustrasi /perumpamaan yang mengandung makna tertentu ( perumpamaan tentang seorang penabur Mat 13: 1-9, perumpamaan lalang dan gandum Mat 13:36-43), Yesus mengajar dengan cerita ilustrasi yang menarik ( Anak yang hilang Luk 15:13)
11. METODE SENTUHAN
Yesus menjamah orang kusta tanpa segan -segan (Mat 8:3), Yesus berkunjung / besuk ke rumah IbuMertua Petrus,Iamenjamah tangan ibu mertua Petrus Mat 8: 14-16), Petrus memegang ikan hasil pancingannya untuk membayar pajak. (Mat 17:27), Yesus mengajar dengan memberi sentuhan (Mat 14:36)
Dan banyak lagi metode yang digunakan Yesus sebagai guru, dengan mengunakan music, mengunakan game/permainan dan sebagainya. Dia memang guru yang sangat kreatif
4. MEDIA/FASILITAS PAK DI PERNJANJIAN BARU
Media dalam pengertian sehari-hari bisa berupa sebuah yang memiliki suatu fungsi untuk menyampaikan suatu pesan kepada penerima yang lain, kata media juga berasal dari kata latin yaitu “Medius” yang berarti secara harfiah yaitu tengah, perantara atau pengantar. jadi media adalah sebuah perantara antara bagian yang satu ke bagian yang lain, agar pesan tersebut sampai kepada bagian yang lain. Puncak dari pengunaan Media Pendidikan, Dia mengunakan DIRINYA sendiri sebagai contoh yang sulit dilupakan dengan menjalani jalan salib yang penuh penderita yang mencengkam kehidupan para murid-Nya yang masuk kedalam kematian dan kebangkitan dan kenaikan kesorga dan menberikan Roh Kudus sehingga sangat efektif mengajar para murid sehingga para murid mampu bukan hanya menyerap pelajaran dari Yesus Guru Agung melainkan memampukan mereka untuk mengajar generasi-generasi berikutnya yang sangat konkret dengan pengalaman yang berkesan sampai dapat maraih hal-hal abstrak dari proses media penbelajaran yang menyentuh setiap level dari kerucut pengalaman.
5. KURIKULUM PAK
Kurikulum direncanakan untuk menolong, bukan untuk dijadikan wewenang tertinggi. Alkitablah yang harus dipandang sebagai wewenang tertinggi, bukan buku pedoman. Meskipun demikian, perlu dipahami beberapa ciri khas penting yang merupakan kekuatan sebuah kurikulum: harus didasarkan kepada:
1. Pandangan yang benar mengenai Alkitab
Pandangan benar mengenai Alkitab ialah, bahwa seluruh isi Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru diinspirasikan oleh Roh Allah sendiri. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:15-16)
2. Meliputi sebanyak mungkin isi Alkitab
Alkitab adalah Firman Tuhan yang merupakan sumber dari segala sumber pengajaran Kristen. Memang ada bagian-bagian dari Firman Tuhan yang tidak dapat diceritakan begitu saja, sehingga khususnya untuk anak, terlebih dahulu diajarkan kitab-kitab sejarah, kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul.
3. Sedekat mungkin dengan pengertian/umur anak
Meskipun Alkitab dikarang menurut pengertian orang dewasa, kebanyakan dari isinya dapat diajarkan kepada anak-anak sebagai "susu yang murni". Artinya, bahan dapat disederhanakan dan disajikan dalam bentuk cerita sesuai dengan pengertian dan tingkat perkembangan anak. Bahan pelajaran Alkitab untuk Anak Batita dan Anak Kecil disusun dengan pengertian, bahwa mereka sama sekali belum sadar akan perkembangan sejarah. Mereka tidak tahu bahwa Abraham hidup sebelum Zakheus; bahwa peristiwa Perjanjian Lama mendahului peristiwa yang diceritakan dalam Perjanjian Baru. Karena itu, kurikulum untuk mereka sebaiknya diisi dengan cerita-cerita yang disajikan di bawah satu tema bulanan yang berpusat pada pengalaman mereka, seperti hidup dalam keluarga, penciptaan dan pemeliharaan Allah. Cerita-cerita di bawah tema itu dapat diambil dari Perjanjian Lama atau dari Perjanjian Baru, selama mendukung pokok yang dipilih sebagai tema.
4. Memberi kesukaan belajar melalui variasi metode
Variasi menggunakan alat peraga sebagai media mengajar juga diperhatikan, sehingga tidak hanya satu jenis alat peraga yang dipakai secara terus menerus (misalnya gambar atau gambar flanel).
Konsep Kurikulum menurut Alkitab. Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis menguraikan kurikulum dalam Alkitab menurut beberapa aspek berikut:
1. Perencanaan atau Penetapan Tujuan
Alam semesta serta isinya tidak diciptakan begitu saja tanpa tujuan. Jika melihat proses penciptaan dalam Kejadian pasal 1 dan pasal 2 maka sangat jelas bahwa proses penciptaan berlangsung sistematis dan berdasarkan suatu konsep perencanaan. Jika ditinjau lebih jauh, maka sistematika penciptaan menuju pada suatu tujuan tertentu yaitu pada penciptaan manusia.
2. Materi atau pokok bahasan
Alkitab pada zaman penulisannya merupakan suatu proses dan karya Allah untuk menegur, mengingatkan, menyelamatkan dan banyak lagi kata kerja lainnya yang dilakukan Allah untuk membawa kembali manusia dalam persekutuan dengan Dia. Jadi dapat dikatakan bahwa materi dari kurikulum Allah adalah firman Allah sendiri.
3. Proses penyampaian
Proses penyampaian materi dalam dalam Alkitab terdiri dari beragam metode. Hal ini dapat dilihat dalam Ibrani 1:1-2. Metode yang dipakai Allah sangat beragam dan bisa dibilang sangat kreatif dan kontekstual. Ketika Allah menyampaikan materi pertama kepada Adam, Dia menggunakan metode dialog langsung.
4. Evaluasi
Secara umum, Alkitab merupakan evaluasi terhadap karya Allah. Sejak awal penciptaan Allah senantiasa mengevaluasi hasil karya-Nya. Dan hasilnya adalah sungguh sangat baik (Kejadian 1:31). Sistem evaluasi dalam Alkitab memegang peranan penting. Melalui evaluasi maka Sang Pencipta memperikan reward maupun punishment. Selain Allah mengevaluasi umat-Nya, Allah juga mengevaluasi bangsa lain (Daniel 5:24-28). Dalam Injil, Yesus juga mengevaluasi murid-murid-Nya setelah PPL (Lukas 10:17-24).
Selasa, 07 Juli 2015
Pengaruh Pemahaman Guru PAK se-Kotamadya Medan tentang Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dan Aplikasinya terhadap tanggungjawab Guru PAK dalam mengembangkan Kecerdasan Moral siswa tahun 2015.”
Ebenezer
Parulian Dabukke, S.Pd.K
BAB I
PENDAHULUAN
Tesis
ini berjudul ” Pengaruh
Pemahaman Guru PAK se-Kotamadya Medan tentang manfaat Firman Tuhan berdasarkan
2 Timotius 3:16-17 dan aplikasinya terhadap tanggungjawab Guru PAK dalam
mengembangkan Kecerdasan Moral siswa tahun 2015.” Penelitian
ini berfokus untuk meneliti dan menganalisis manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2
Timotius 3:16-17 dan aplikasinya terhadap tanggungjawab Guru PAK se-Kotamadya
Medan dalam mengembangkan Kecerdasan Moral siswa tahun 2015.
Dalam bagian pendahuluan ini akan dijelaskan
tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Kepentingan Penelitian.
Latar
belakang Masalah
Menurut Suparmako dan Sudarman, “Suatu
pendahuluan yang baik harus menceritakan kepada kita alasan-alasan mengapa kita
harus memilih masalah penelitian yang demikian, apa yang kita tahu tentangnya,
serta situasi yang melandasi atau yang melatarbelakanginya.”[1] Dengan demikian, kejelasan dari latar
belakang masalah akan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap masalah
yang sedang diteliti.
Pada umumnya para orang
tua siswa sangat setuju dengan peran guru dalam
menyisipkan pendidikan nilai, etika, moral dan sopan santun, tentunya orang tua
siswa akan merespon positif artinya
setuju sepenuhnya. Hal ini dapat
dipahami bahwa tingkah laku anak manusia dikendalikan oleh aturan-aturan
tertentu (regulated behavior). Dapat dikatakan bahwa peran guru sangatlah
penting dalam menentukan sejauh mana sikap siswa dalam bertingkah laku
sebagai bagian dari masyarakat, apakah sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat ataukah tidak.
Di sekolah
sebagai pendidik atau
pengajar, guru merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan setiap upaya
pendidikan.Sebagai pengajar dan pendidik
guru harus memiliki kompetensi atau kemampuan yang sesuai dalam pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas
pembelajaran. Itulah sebabnya setiap
adanya inovasi pendidikan,
khususnya
dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan
selalu bermuara pada faktor
guru.
Mata pelajaran
PAK merupakan mata
pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri melalui nilai-nilai kebenaran Firman
Tuhan yang ditanamkan oleh Guru PAK. Untuk itu peran guru PAK tidak hanya
menyampaikan materi saja
tetapi harus memberikan pendekata-pendekatan yang tepat untuk mengembangkan
kecerdasan moral siswa dalam
kehidupan sehari-hari baik di lingkungan
sekolah, keluarga dan masyarakat sesuai dengan norma dan peraturan yang
berlaku di masyarakat. Pada saat guru mengajar di dalam kelas tentunya perilaku siswa dapat di
kontrol dengan baik, tetapi
ada sebagian dari
siswa
yang lain perilakunya tidak dapat di kontrol,
misalnya mereka sering mengobrol saat guru menerangkan materi
pembelajaran, atau mereka
tidak mendengarkan perkataan dari
guru, istilahnya yang sering dikatakan oleh guru adalah “masuk kuping
kiri keluar kuping kanan”, inilah yang
harus dibenahi secara perlahan-lahan, baik oleh guru
PAK maupun oleh guru-guru
mata pelajaran yang lain.
Hal
ini tentunya bukan hanya dialami oleh guru Pendidikan Agama Kristen saja, melainkan oleh guru-guru yang lain, dalam
menangani
siswa yang
sulit diaturmerupakan suatu tantangan tersendiri bagi seorang guru untuk merubah pola perilaku siswa tersebut menjadi
lebih baik
khususnya
bagi
guru PAK .
Lalu
apakah cukup hanya dengan menasehati atau
memberikan ceramah mengenai moral dapat merubah perilaku moral siswa, tentunya jawaban ini masih
belum bisa dipastikan secara utuh,
karena banyak faktor yang
mempengaruhi pola karakter dan perilaku
moral anak dari tiga lingkungan
utama yakni: lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan
lingkungan
teman sebaya. Anak memiliki naluri dan keyakinan masih lemah serta kepekaan moral yang
kurang, hal ini membuat anak mengalami hambatan dalam bertindak sebagai
kesadaran moral. Kesadaran moral atau kesadaran etis pada perkembangannya memerlukan pendidikan berupa teladan, penyuluhan dan bimbingan, akan berfungsi sebagai tindakan konkret untuk memberi putusan
terhadap tindakan
tertentu tentang baik-buruknya. Guru yang
baik itu adalah guru yang
senantiasa membimbing
siswanya agar lebih baik
ke
depan.
Yaitu
selalu memberikan pelajaran-pelajaran
atau masukan yang berguna dan bermanfaat bagi siswa. Guru yang baik itu juga bisa sebagai
orang tua dan
teman, selalu ada
pada saat siswa
membutuhkannya. Bisa menjadi teman tempat bercerita
pada
masalah yang sedang dihadapi
siswanya.
Menurut Arieya.S, guru yang baik itu adalah guru yang
memiliki ketulusan dalam memberikan pelayanan (pengabdian) pendidikan, inovatif, dan selalu mengembangkan strategi pembelajaran dan kapasitasnya. Sehingga memiliki nilai tambah bagi pengembangan dunia pendidikan. Jadi, guru yang
baik itu adalah guru yang profesional
dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Berdasarkan
hal
tersebut perlu adanya peran dari guru sebagai pendidik yang
memberikan contoh teladan yang
baik, pengetahuan, pemahaman dan menjadi
orang
tua siswa selama siswa berada di sekolah serta memberikan pengawasan secara baik dan terorganisir agar dapat memberikan pengaruh yang cukup baik
terhadap perkembangan perilaku moral siswa di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat di sekitarnya untuk menciptakan karakter siswa yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Dengan demikian pendidikan yang baik bukan hanya membentuk siswa memiliki kecerdasan otak saja, melainkan harus membentuk siswa
memiliki kecerdasan moral yang baik pula, yang dapat dilakukan dengan memberikan
contoh teladan yang baik, penyuluhan
serta bimbingan. Oleh karena itu peran
guru
sangatlah penting dalam melakukan tugas yang sangat
mulia ini.
Oleh karena itu karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan
berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat
istiadat.
Agar
siswa dapat mengontrol
diri
dari adanya pengaruh
dari luar yang dapat mempengaruhi
sikap
dan perilaku
siswa.
Dewasa ini banyak sekali
penurunan
kualitas moral
siswa yang
termasuk dalam kategori ringan antara lain sikap kurang menghargai siswa kepada guru. Sering mendengar keluhan dari guru yang menyatakan bahwa siswa sekarang
sulit diatur, tidak patuh dan suka membantah, suka mengkritik dengan cara-cara yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai moral, bahkan ada siswa yang berani
membolos pada saat jam pelajaran
sedang berlangsung.
Hal
inilah yang harus diperbaiki dan dibenahi oleh seroang guru, baik guru Pendidikan
Agama Kristen atau guru-guru yang lain dalam memberikan contoh
teladan yang baik,
penyuluhan tentang dampak dari kenakalan remaja, dan memberikan
bimbingan yang
tepat guna yang dapat dijadikan filter atau penyaring oleh
siswa untuk mengontrol diri dari
adanya pengaruh-pengaruh
negatif.
Dalam membangun kecerdasan moral
siswa, seorang guru Pak tidak dapat melakukannya dengan kekuaatan sendiri akan
tetapi harus melibatkan Tuhan Yesus melalui kebanaran Firman Tuhan. Kita
membutuhkan Alkitab dikarenakan adanya manfaat Firman Tuhan bagi kehidupan bagi kita, dan tentaunya
diasumsikan akan membangun kecerdasan moral . hal ini dapat dilihat dalam II
Timotius 3:16-17: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat
untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan dan
untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia
kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”
Dalam II Timotius 3:16-17 mengajarkan bahwa Alkitab
itu bermanfaat dan berguna “untuk
mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, untuk
mendidik orang dalam kebenaran.” Hal pertama yang II Timotius 3:16-17 katakan
tentang manfaat Alkitab adalah untuk mengajar. Hal ini terutama sangat penting
karena untuk sesuatu yang berhubungan dengan Allah, orang biasanya mengikuti
ajaran yang sesuai dengan tradisi mereka atau ajaran yang dianggap masyarakat
sebagai “sumber informasi religius yang benar.” Sehingga, kebanyakan orang memperoleh
pengajaran tentang Allah dari pendeta, keluarga, sekolah, dll. Tidak ada
salahnya dengan sumber-sumber ini selama mereka mengajarkan apa yang diajarkan
oleh Alkitab. Sayangnya, seringkali sumber-sumber ini (keluarga, sekolah,
pendeta) tidak mengajarkan kebenaran, sekalipun kedengarannya rohani dan tulus,
bahkan seringkali ajaran itu juga SALAH karena tidak sesuai dengan pengajaran
yang Allah berikan dalam Alkitab. Sebagai
contoh, Alkitab bermanfaat untuk mengajar misalnya subyek tentang keselamatan.
Jawaban yang Alkitab berikan untuk topik ini sangat jelas: Roma 10:9 "Sebab
jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam
hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu
akan diselamatkan.” Juga: Efesus 2:8-9 "Sebab
karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu,
tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri”. Telah dinyatakan dengan begitu jelas bahwa untuk diselamatkan
bukan perbuatan baik yang perlu kita lakukan, tetapi kita harus percaya bahwa
Yesus adalah Tuhan dan bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang
mati. Bila sekolah, pendeta, atau keluarga mengajarkan cara yang lain yang
bukan Pengajaran Alkitabkah atau hanya pengajaran manusia. Maka haruslah lebih memilih pengajaran Alkitab, karena hanya
Alkitab yang “bermanfaat untuk mengajar” (II Timotius 3:16-17).
Selain mengajar, II Timotius 3:16-17 juga menjelaskan
bahwa Alkitab bermanfaat untuk menyatakan kesalahan dan memperbaiki kelakuan.
Ini berarti Alkitab dapat menunjukkan kepada kita apakah kita salah dan di
bagian mana kita salah. Jadi, seandainya saya percaya bahwa keselamatan dapat
diperoleh dengan melakukan perbuatan baik, atau dengan percaya ditambah
perbuatan baik, atau dengan hal-hal lain selain dari percaya bahwa Yesus adalah
Tuhan dan Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka yang saya
perlukan adalah saya harus diberitahu supaya kesalahmengertian saya itu
diperbaiki. Kembali ayat dari Roma 10:9 bermanfaat untuk tujuan ini, karena
jika saya tidak percaya seperti apa yang ayat itu katakan, maka ayat itu
memberitahukan kepada saya bahwa saya salah yaitu dengan cara menyatakan apa
yang benar. Dengan demikian, ayat tersebut mengajar saya, menunjukkan apa
kesalahan saya dan mengoreksinya dan semua itu dilakukan oleh satu ayat yang
sama. Contoh lain adalah Efesus 4:31: "Segala kepahitan, kegeraman,
kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian
pula segala kejahatan." Bila saya pahit, geram dll, Alkitab memberitahukan
bahwa saya salah. Dan, tahukah Anda mengapa Anda salah? Bukan karena masyarakat
atau sistem moral dunia menyatakan hal itu salah, tetapi karena ALLAH di dalam
Firman-Nya menyatakan hal itu salah. Untuk mengetahui apa yang benar dan apa
yang salah kita tidak perlu mengikuti dan mengetahuinya berdasarkan sistem
moral dunia. Yang perlu kita ketahui dan ikuti adalah Firman Tuhan.
Manfaat Alkitab yang ketiga menurut II Timotius
3:16-17 adalah memperbaiki kelakuan. Perbaikan selalu menjadi pelengkap yang
diperlukan setelah kesalahan dinyatakan. Ketika kesalahan dinyatakan, kita pun
tahu apa kesalahan kita, dan melalui perbaikan, kita pun tahu apa yang harus
kita lakukan. Dalam hal Efesus 4:31, yang kita baca di atas, kita cukup
melanjutkan ke ayat berikutnya setelah kesalahan kita dinyatakan dan kelakukan
kita diperbaiki. Maka, Efesus 3:32 pun mengatakan: "Tetapi hendaklah kamu
ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni,
sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Memang Alkitab
bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakukan dan mendidik
orang dalam kebenaran atau, dalam bahasa Yunaninya, untuk melatih orang dalam
kebenaran. "dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi
untuk setiap perbuatan baik” .
Tujuan Allah memberikan kepada kita Alkitab dengan
semua manfaat itu adalah agar “tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi.”
Ini berarti kita tidak mungkin diperlengkapi kecuali bila kita menerapkan apa
yang Alkitab katakan. Ayat II Timotius 3:16-17 juga menyatakan bahwa Alkitab
diberikan agar manusia kepunyaan Allah “diperlengkapi untuk setiap perbuatan
baik”. Perbuatan baik yang dimaksud di sini bukan perbuatan baik yang telah
KITA “persiapkan” untuk Allah. Bagi Allah satu-satunya pekerjaan baik yang
benar-benar baik adalah “pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia
mau, supaya kita hidup di dalamnya’ (Efesus 2:10). Agar kita siap dan
diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik ini, yang kita perlukan adalah buku
panduan dari Allah sendiri, yakni: Alkitab. Perbuatan Baik ini merupakan salag
satu indikator dari kecerdasan moral.
Kecerdasan
moral (bahasa Inggris:
moral quotient, disingkat MQ)
adalah kemampuan seseorang untuk
membedakan benar dan salah berdasarkan keyakinan
yang kuat akan etika
dan menerapkannya dalam tindakan.[2]
Kecerdasan moral atau yang biasa dikenal dengan MQ
adalah kemampuan seseorang untuk membedakan mana yang benar dari mana yang
salah berdasarkan keyakinan yang kuat akan etika dan menerapkannya dalam
tindakan. Sedangkan menurut Borba kecerdasan
moral diartikan sebagai kemampuan untuk memahami benar dan salah dan
berpendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai
moral.[3] Dari definisi-definisi diatas, Berns mencoba menyarikannya dengan menyatakan bahwa
perkembangan kecerdasan moral adalah suatu bentuk evaluasi individu atas apa
yang benar dan apa yang salah, dan moral meliputi penerimaan individu atas
aturan dan nantinya berpengaruh pada perilaku individu terhadap orang lain.[4] Jadi Kecerdasan moral
dapat juga diartikan dengan kemampuan untuk
merenungkan mana yang benar dan mana yang salah, dengan menggunakan sumber
emosional dan intelektual pikiran manusia. Indikator kecerdasan moral adalah
bagaimana seseoarang memiliki pengetahuan tentang moral yang benar dan yang
buruk, kemudian ia mampu menginternalisasikan moral yang benar ke dalam
kehidupan nyata dan menghindarkan diri dari moral yang buruk. Orang yang baik
adalah orang yang memiliki kecerdasan moral sedangkan orang jahat merupakan
orang yang idiot moral.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia
memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lain. Akal
merupakan kelebihan yang telah diberikan Tuhan kepada manusia. Dengan akal
manusia mampu belajar, berfikir, memahami serta melakukan mana yang baik dan
mana yang buruk. Mana yang boleh dan mana yang tidak. Dengan akal yang
dimiliki, seorang manusia mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas
hidupnya yaitu memaksimalkan proses berfikir sehingga dapat dikatakan manusia
dibekali kecerdasan yang luar biasa dibanding dengan makhluk Tuhan yang lain. Sering
kita temui, para pendidik (guru) yang bekerja semata – mata untuk mencari
nafkah, memperoleh penghasilan, hanya untuk mendapatkan materi bukan untuk
mendapatkan sebuah kepuasan batin. Padahal dalam ajaran agama sendiri
dijelaskan, ketika seseorang memilih untuk bekerja apa pun itu, maka semua itu
harus didasari niat beribadah kepada Tuhan. Namun, banyak yang lupa akan hal
itu sehingga menganggap ketika dia (guru) telah memberikan pengajaran tentang
suatu pengetahuan, hanya sebatas itu saja, tanpa memikirkan bagaimana budi
pekerti atau sikap perilaku anak didiknya. Hanya sedikit guru yang mampu
memberikan pelajaran, tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik
para peserta didik agar menjadi manusia yang berbudi. Para pendidik yang
seperti ini berarti mampu mengenali dan memahami apa hakikat dari apa yang dia
lakukan tersebut yaitu menjadi seorang pendidik, panutan bagi orang – orang di
sekitarnya terutama bagi peserta didiknya. Guru juga seorang manusia di mana
masih perlu banyak belajar. Guru merupakan salah satu profesi yang terhormat
karena dari perantara seorang gurulah kita mendapatkan berbagai macam ilmu dan
pengetahuan. Guru harus mampu memberikan teladan yang baik bagi murid-muridnya
karena setiap sikap dan tingkah lakunya selalu menjadi sorotan lingkungan
sekitarnya. Untuk itu, seorang pendidik (guru) harus mampu mengoptimalkan IQ,
EQ dan SQ yang dimiliki agar nantinya mampu melahirkan para generasi yang juga
memiliki IQ, EQ dan SQ yang baik. Seorang guru harus memiliki kecerdasan
spiritualnya memadai.Kecerdasan spiritual ini merupakan modal dasar bagi seorang
guru untuk menjadi sosok yang diharapkanmampu memberikan pencerahan batin bagi
anak didiknya.
Peran guru sebagai
pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan
dengan tugas-tugas
memberi
bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak
itu menjadi patuh terhadap
aturan- aturan sekolah
dan
norma hidup dalam keluarga dan
masyarakat. Tugas-tugas
ini berkaitan
dengan meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan
kesehatan
jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa
yang lain, moralitas tanggung
jawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan
dasar,
persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan,
dan hal-hal yang bersifat
personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak.
Guru sebagai penanggung
jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-
norma yang ada. Dengan demikian pendidikan yang baik bukan hanya membentuk siswa memiliki kecerdasan otak saja, melainkan harus membentuk siswa
memiliki kecerdasan moral yang baik pula, yang dapat dilakukan dengan memberikan
tujuh kebajikan utama yang disebutkan diatas.Oleh karena itu peran guru
sangatlah penting dalam melakukan tugas yang sangat mulia ini. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat[5], “Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar
20 persen oleh
hard
skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola
diri dan orang lain (soft skill).
Bahkan orang-orang
tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan (soft skill) daripada (hard skill).
Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk
ditingkatkan. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya peran dari guru sebagai pendidik
yang memberikan pengetahuan, pemahaman dan pengawasan secara
baik dan terorganisir agar dapat memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap
perkembangan perilaku
moral siswa di lingkungan rumah, sekolah dan
masyarakat
di sekitarnya.
Paul Suparno
berpendapat bahwa “Peran guru itu ada
dua: mendidik dan mengajar”.[6]
Mendidik
artinya mendorong dan
membimbing siswa agar
maju menuju kedewasaan
secara utuh. Salah satu
peran guru adalah sebagai pendidik, guru diharapkan dapat membantu siswa membentuk
kepribadianya secara utuh mencangkup kedewasaan intelektual, emosional,
sosial,
fisik, spiritual, dan moral.
Adapun mengajar artinya membantu dan melatih siswa agar
mau belajar untuk
mengetahui sesuatu dan
mengembangkan pengetahuan.
Peran
guru
yang kedua sebagai
pengajar. Secara umum tugas
mengajar dijelaskan
sebagai tugas
membantu siswa agar mereka dapat belajar
dan
akhirnya mengerti bahan yang sedang dipelajari secara benar. Dengan demikian
siswa akan menjadi semakin bertambah
pengetahuannya.
Secara ringkas peran guru sebagai fasilitator dan moderator
dalam membantu siswa belajar secara konstruktivistik diterapkan dalam tindakan-tindakan:
“Kegiatan sebelum guru mengajar, selama
proses pembelajaran dan sesudah
proses pembelajaran”.[7]
Adapun sikap yang perlu dimiliki oleh guru dalam berperan sebagai fasilitator dan moderator pada pembelajaran konstruktivistik, yaitu menganggap siswa
bukan tabu rasa, menciptakan kelas yang aktif untuk kegiatan tanya jawab maupun diskusi. Sardiman A. M berpendapat bahwa “Peran
guru
dalam
kegiatan belajar-mengajar berperan sebagai fasilitator, informator, organisator,
mediator, motivator,
inisiator, transmitter dan
evaluator”.[8]
Tugas
guru sebagai fasilitator
yaitu
memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses
belajar-mengajar dengan menciptakan suasana
kegiatan belajar yang efektif. Peran guru sebagai informator menjadi pelaksana cara mengajar dan sumber
informasi kegiatan akademik bagi siswa. Guru sebagai organisator yaitu mengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain.
Guru sebagai mediator
menjadi penengah dalam menengahi
atau memberi jalan keluar
kemacetan dalam kegiatan diskusi
siswa. Peran guru
sebagai motivator yaitu
meningkatakan dan
memberikan dorongan untuk
mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan aktifitas dan kreativitas.
Guru sebagai inisiator
menjadi pencetus ide-ide kreatif dalam proses belajar
yang dapat dicontoh
oleh siswanya. Guru bertugas sebagai transmitter yang bertindak selaku penyebar
kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan. Guru bertugas sebagai evaluator untuk menilai siswa dalam bidang
akademis maupun
tingkah laku sosialnya sebagai
penentukan
keberhasilan prestasi
siswa pada kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan
pendapat-pendapat
di
atas dapat
disimpulkan bahwa peranan
guru
dalam pembelajaran
sebagai pengajar
dan
pendidik.
Peranan guru sebagai pengajar bertindak
sebagai fasilitator,
informator, organisator,
mediator, transmitter, evaluator. Sedangkan peranan guru
sebagai pendidik
meliputi peranan guru sebagai pemberi contoh keteladanan
(inisiator), memberikan motivasi kepada siswa (motivator), dan memberikan layanan
bimbingan belajar serta
memberikan bimbingan masalah pribadi siswa (pengarah).
Sebagai seorang
pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru
khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar,
disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada
kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang
diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus
yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm
keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada
anak didik atau
siswanya.
Pengajaran Agama
Kristen merupakan salah satu materi yang harus diajarkan pada setiap siswa. Pengajaran
PAK tidak hanya menjadi alat atau sarana yang sangat efektif bagi iman Kristen,
tetapi juga mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan dan
perkembangan iman siswa gereja di masa yang akan datang. Ada beberapa alasan,
yaitu: Pertama, pengajaran Pendidikan Agama Kristen mempertemukan kehidupan
manusia dalam hal ini anak-anak dengan Firman Tuhan atau dengan Tuhan Yesus
sendiri, yang adalah Firman. Yonahes 1:1, “Pada mulanya adalah Firman dan
firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah”. Dalam Injil
Yohanes 1:14, dikatakan bahwa : “Firman itu telah menjadi manusia dan diam
diantara dan kita telah melihat kemulianNya”
Karena perjumpaannya dengan Yesus, Sang Firman yang hidup, melalui pelajaran Agama Kristen di sekolah, banyak siswa yang pada akhirnya percaya kepada Tuhan Yesus, dan tidak sedikit orang tua yang dahulu menolak Tuhan Yesus secara terang-terangan, akhirnya mengakui dan memberi diri dibaptis. Penulis Ibrani mengatakan “Sebab firman Allah hidup dan kuat, lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; Ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” 2 II Timoitus 4: 2; Ibrani 4 : 12; Apabila Firman Tuhan diajarkan dengan setia, penuh tanggung jawab, dan dengan teladan, Allah akan memakainya untuk mempengaruhi pikiran dan hati orang yang memerlukan Yesus.
Karena perjumpaannya dengan Yesus, Sang Firman yang hidup, melalui pelajaran Agama Kristen di sekolah, banyak siswa yang pada akhirnya percaya kepada Tuhan Yesus, dan tidak sedikit orang tua yang dahulu menolak Tuhan Yesus secara terang-terangan, akhirnya mengakui dan memberi diri dibaptis. Penulis Ibrani mengatakan “Sebab firman Allah hidup dan kuat, lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; Ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” 2 II Timoitus 4: 2; Ibrani 4 : 12; Apabila Firman Tuhan diajarkan dengan setia, penuh tanggung jawab, dan dengan teladan, Allah akan memakainya untuk mempengaruhi pikiran dan hati orang yang memerlukan Yesus.
Kedua, Pengajaran Agama Kristen
menghasilkan suasana pribadi antar sesama. Pengajaran Agama Kristen yang
dilaksanakan di Sekolah dalam satu kelas, secara formal dan tertata rapi,
menghasilkan suasana pribadi antara sesama rekan sekelas yang akhirnya dapat
membimbing kepada keputusan untuk menerima Kristus. Mavis L. Anderson, (1993)
dalam hubungannya dengan mendidik atau mengajar, mengatakan : “ Kata mendidik
berarti “memimpin atau membimbing pembentukan kebiasaan-kebiasaan yang menuju
kepada kecakapan”, pada jalan yang harus ditempuhnya, mempunyai arti yang lebih
luas daripada hanya memberikan pengetahuan teori sebanyak-banyaknya ke dalam
hati murid-murid yang belum bersedia dengan satu pengharapan bahwa kelak pada
akhir perjalanan yang jauh ini, murid akan tiba pada tujuan yang benar. Hal ini
berarti membimbing dan melatih kehidupan itu dibawah pemeliharaan Roh Allah,
sehingga langkah demi langkah, ia dipimpin kepada saat dimana ia menerima Dia
yang adalah “jalan dan kebenaran dan Hidup” (Yohanes 14:6)”
Penulis Kitab Perjanjian Baru
menyebutkan “Koinonia” yang berarti persekutuan Kristen yang terbaik. Koinonia
itu meliputi keramahan, dan sekali-kali makan bersama. Semua itu memberikan
kesan yang lebih mendalam daripada bersekutu saja. Secara harafiah kata itu
berarti “kebersamaan”. Anak-anak Tuhan yang terlibat dalam pelajaran agama
Kristen dapat saling membagi pengalaman hidup, memperhatikan yang susah, turut
senang dengan mereka yang mendapatkan berkat, menguatkan yang putus asa, dan
saling mendoakan. Persekutuan semacam ini sering menjadi saluran berkat,
anugrah Allah bekerja melalui hati mereka yang belum percaya kepada Tuhan Yesus
Kristus secara pribadi.[9]
Ketiga, Pengajaran Agama Kristen
menyediakan struktur logis untuk Penginjilan. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal, di setiap kelas terdiri dari siswa yang umurnya tidak jauh
berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu program pengajaran Agama
Kristen tersusun sesuai dengan tingkat umur dan kemampuan siswa. Dalam
penyampaian materipun disesuaikan dengan kondisi setempat. Dengan demikian
gereja dan sekolah dapat membuat program yang dapat memberikan tugas
penginjilan secara logis dan efektif.
Keempat, Pengajaran Agama Kristen mengembangkan tujuan yang paling utama dari semua pelayanan Pengajaran Kristen, yaitu membimbing orang (siswa) kedalam hubungan yang benar dengan Allah, melalui iman kepada Yesus Kristus.
Keempat, Pengajaran Agama Kristen mengembangkan tujuan yang paling utama dari semua pelayanan Pengajaran Kristen, yaitu membimbing orang (siswa) kedalam hubungan yang benar dengan Allah, melalui iman kepada Yesus Kristus.
Tujuan Penulis injil yang keempat ,
yaitu Yohanes, mengatakan : Supaya kami percaya bahwa Yesuslah Messias, Anak
Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya (Yohanes
20:31). Memang tak seorangpun dapat menjamin hasil seperti ini. Bahkan Tuhan
Yesus sendiri kadang-kadang melihat bahwa maksudNya terhalang (Mark 10:20).
Dari sekian banyak atau lamanya Pengajaran Agama Kristen pasti ada semacam
pengajaran yang menambah kemungkinan, bahwa siswa atau orang-orang percaya yang
sesat atau hilang akan ditemukan dan diselamatkan. Dan orang-orang atau siswa
yang sudah diselamatkan oleh karena percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh 3:16), akan
bertumbuh sebagai hasil dari pengalamannya ketika mengikuti Pelajaran Agama
Kristen, menuju kedewasaan Kristus dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus. Dalam hal ini Mavis L.
Anderson (1993), menegaskan “perjalanan itu baru dimulai dan pendidikan harus dilanjutkan untuk membimbing murid-murid kepada kepenuhan di dalam Kristus”. 1
Untuk melengkapi tujuan Pengajaran Agama Kristen dan Penginjilan di sekolah, yang merupakan usaha “Pemuridan” dan sekaligus “Penginjilan”, obyek Pendidikan Agama Kristen disekolah sebagaimana ditulis oleh Dr. E.G Homringhausen dan Dr. I.H Enklaar, di bawah ini akan menambah wacana dalam memahami tujuan Pengajaran Agama Kristen di sekolah tersebut, yaitu : 2 Pendidikan Agama Kristen menjadikan murid-murid menghargai dirinya sendiri. Pengajaran Agama Kristen membuat mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Melalui Pengajaran Agama Kristen, diharapkan mereka dapat belajar menghargai dunia ini. Pengajaran Agama Kristen supaya mereka dapat membedakan nilai-nilai yang baik dan yang jahat.
Anderson (1993), menegaskan “perjalanan itu baru dimulai dan pendidikan harus dilanjutkan untuk membimbing murid-murid kepada kepenuhan di dalam Kristus”. 1
Untuk melengkapi tujuan Pengajaran Agama Kristen dan Penginjilan di sekolah, yang merupakan usaha “Pemuridan” dan sekaligus “Penginjilan”, obyek Pendidikan Agama Kristen disekolah sebagaimana ditulis oleh Dr. E.G Homringhausen dan Dr. I.H Enklaar, di bawah ini akan menambah wacana dalam memahami tujuan Pengajaran Agama Kristen di sekolah tersebut, yaitu : 2 Pendidikan Agama Kristen menjadikan murid-murid menghargai dirinya sendiri. Pengajaran Agama Kristen membuat mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Melalui Pengajaran Agama Kristen, diharapkan mereka dapat belajar menghargai dunia ini. Pengajaran Agama Kristen supaya mereka dapat membedakan nilai-nilai yang baik dan yang jahat.
Membangun kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar kita
bisa membedakan yang
benar dan mana yang
salah, sehingga kita dapat menangkis
pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral dapat dipelajari dan kita bisa mulai mengajarkannya
sejak
balita,
sekolah juga tidak boleh lepas dari peran ini.
Karena, seorang anak yang sudah duduk di bangku sekolah, akan menghabiskan sebagian dari waktunya di sekolah, berinteraksi dengan guru-
guru yang berperan sebagai pengajar dan pendidik dan teman-teman yang dapat memberikan pengaruh
positif dan juga negatif. Penurunan sikap moral siswa tersebut
dikarenakan kurangnya pengawasan guru dan orang tua siswa, khususnya guru PAK . Hal
inilah yang harus dikembangkan oleh
seorang
guru
khususnya guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan kecerdasan moral siswa. Furter (1965) dalam tinjauan fenomenologisnya, Furter menjelaskan ke dalam tiga hal, yaitu: (1) Tingkah laku moral
sesungguhnya baru
timbul pada usia remaja.
(2) Masa remaja sebagai periode masa muda yang harus dihayati betul-betul
untuk mencapai tingkah laku moral
yang otonom.
Sehingga remaja tersebut mampu mengadopsi nilai moral yang ada di sekitarnya sebagai nilai pribadi.
(3) Eksistensi masa muda merupakan masalah moral dan harus dilihat sebagai
hal
yang bersangkutan dengan nilai-nilai. Sehingga remaja tersebut tidak hanya memperoleh pengertian
tentang nilai tetapi juga
dapat menjalankannya.
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan, perilaku moral tersebut baru
timbul pada saat seorang
anak memasuki masa remajanya, dan perilakunya harus selalu diawasi agar perilaku
anak tersebut dapat terkontrol
dengan baik dan dapat menghindari
perilaku
menyimpang yang berasal
dari luar. Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan tindakan manusia untuk membangun pribadi yang berkarakter kuat berkualitas, namun
juga merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Kecerdasan moral
secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang
berguna.
Kecerdasan
moral memberikan hidup manusia memiliki
tujuan.
Tanpa kecerdasan moral, seseorang
tidak dapat berbuat sesuatu dan peristiwa-
peristiwa yang menjadi
pengalaman
jadi
tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral menuntun seseorang tidak tahu apa yang
harus dikerjakan.Michele Borba (2008) “Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan
yang salah artinya, memiliki keyakinan etika yang
kuat dan bertindak
berdasarkan keyakinan
tersebut”.
Membangun kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar kita
bisa membedakan yang
benar dan mana yang salah, sehingga kita dapat menangkis
pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral dapat dipelajari dan kita bisa mulai mengajarkannya
sejak
balita,
sekolah
juga tidak boleh
lepas dari peran
ini. Karena,
seorang
anak yang
sudah duduk di bangku
sekolah, akan menghabiskan sebagian dari waktunya di sekolah, berinteraksi dengan guru-
guru yang berperan sebagai pengajar dan pendidik dan teman-teman yang dapat memberikan
pengaruh positif dan
juga
negatif.
Borba, “kecerdasan moral diartikan sebagai kemampuan
untuk memahami benar dan salah dan berpendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku
sesuai dengan nilai moral”.[10] Jadi
dapat dikatakan pendirian siswa yang sangat kokoh dan kuatlah yang
harus diwujudkan oleh siswa dengan
adanya peran guru dalam mengembangkan
kecerdasan
moral siswa.
Kecerdasan moral lebih
mendasar dari kecerdasan emosional.
Kecerdasan
moral didefinisikan sebagai kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah yang sesuai dengan prinsip hidup
kemanusiaan. Dengan demikian kecerdasan moral sangatlah penting
itu
dikembangkan, yang bertujuan untuk melihat kemampuan siswa
dalam menilai suatu hal tentang baik buruknya suatu tindakan yang
siswa lakukan, baik bagi dirinya maupun
orang
lain. Perkembangan kecerdasan moral ini juga akan membawa dampak
yang baik
pula
bagi siswa
untuk
menjaga
diri mereka
dari perbuatan- perbuatan yang menyimpang dari
peraturan,
norma-norma serta
nilai-nilai yang berlaku
di masyarakat.
Identifikasi
Masalah Penelitian
Dari latar belakang masalah yang telah
diuraikan di atas, maka masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1.
Pengamatan
peneliti menunjukkan bahwa dalam 2 Timotius 3:16-17 terdapat Manfaat Firman
Tuhan yang penting
untuk dipahami dan dilaksanakan oleh guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya
Medan dalam mempengaruhi
kecedasan moral siswa. Dalam manfaat Firman Tuhan tersebut, sebagai seorang
pekerja Kristen yaitu guru PAK harus mampu menjelaskan serta
menunjukkan manfaat tersbut bagi siswa. Melakukan kehendak Allah merupakan hal yang harus
dikerjakan oleh guru PAK.
Selain itu guru PAK juga harus menyadari
bahwa mereka adalah hamba Kristus sehingga mereka dapat bertindak sebagai hamba
Kristus yang melakukan kehendak Allah, yang mendidik dan mengajar peserta didik
tentang kebenaran Firman
Tuhan. Namun kenyataan yang ada di
lapangan, masih banyak guru PAK yang belum menerapkan Manfaat Firman Tuhan dalam bekerja sebagaimana yang
tertulis dalam 2 Timotius 3:16-17.
Terlihat dari kinerjanya yang kurang berkualitas seperti, masih ada guru
PAK yang tidak maksimal
tugas dan tanggung jawabnya,
tidak disiplin, menganggap pekerjaan tersebut bukan suatu pelayanan melainkan
suatu rutinitas yang melelahkan dan hanya sebagai alat untuk mencari uang,
tidak menunjukkan sikap sebagai seorang hamba Kristus sehingga tidak menjadi
teladan bahkan menjadi batu sandungan, dll.
Hal itu terjadi mungkin karena belum mempelajari secara khusus sehingga
kurang memahami tentang manfaat Firman Tuhan. Dilain pihak, ada juga guru PAK yang sudah
menerapkan Manfaat Firman Tuhandalam 2 Timotius 3:16-17, namun tidak bersifat
continue (berkelanjutan). Dari uraian
di atas muncul pertanyaan, bagaimanakah kencenderungan pemahaman tentang Manfaat
Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 di kalangan guru-guru Pendidikan
Agama Kristen se-Kotamadya Medan?
2.
Pada
hakekatnya guru PAK adalah hamba Kristus yang melakukan tugas dan tanggung
jawabnya bukan untuk manusia tetapi untuk Tuhan. Namun ada gejala dari beberapa guru
Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan , yang belum menyadari keberadaannya
sebagai hamba Kristus yang harus seturut dan melakukan Firman Tuhan. Sehingga muncul pertanyaan bagaimanakan
kecenderungan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan menyadari keberadaan dirinya sebagai hamba
Kristus berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dalam
memahami Firman Tuhan?
3.
Dalam
bekerja guru Pendidikan Agama Kristen seharusnya mereka memiliki motivasi yang
benar sehingga dimanapun, bagaimanapun
dan kapanpun guru PAK tetap bersemangat dan antusias untuk memberikan
pengajaran kepada anak didiknya. Namun
dalam mengajar ada guru Pendidikan Agama Kristen kurang memperhatikan ataupun
memperdulikan tentang motivasi yang benar dan murni dalam kinerjanya. Ada kecenderungan guru Pendidikan Agama
Kristen mengajar sebagai kewajiban untuk mendapatkan upah saja. Dari penjelasan tersebut muncul pertanyaan,
bagaimanakah kecenderungan motivasi guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya
Medan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 tentang
manfaat Firman Tuhan ?
4.
Guru
Pendidikan Agama Kristen adalah agen pembelajaran Kristen yang melaksanakan
tugasnya dengan tujuan yang jelas sesuai Alkitab yaitu menjadikan semua menjadi
murid Kristus dan mengajarkan kepada mereka akan segala sesuatu yang telah
Tuhan perintahkan. Namun ada guru
Pendidikan Agama Kristen yang mengajar hanya sekedar menyelesaikan tuntutan
kurikulum tanpa mengerti apa tujuan
terpentingnya sebagai guru agama Kristen sehingga guru tersebut mengajar tanpa
ada tujuan yang jelas. Akibatnya
pembelajaran hanya berlalu begitu saja tanpa ada perubahan yang nyata yang
dialami oleh peserta didik. Dari
penjelasan tersebut muncul pertanyaan, bagaimanakah kecenderungan tujuan
pembelajaran utama yang ingin dicapai oleh guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya
Medan dalam diri anak didiknya?
5.
Dengan
adanya pelaksanaan sertifikasi guru yang diadakan oleh pemerintah maka
diharapkan kualitas kerja guru dapat meningkat. Namun dari kenyataan di lapangan, guru PAK
masih belum memberikan kinerja yang maksimal.
Dari hal tersebut, bagaimanakah kecenderungan guru Pendidikan Agama
Kristen se- Kotamdya Medan menyikapi
sertifikasi guru tersebut berdasarkan Manfaat Firman Tuhandalam 2 Timotius
3:16-17?
6.
Mendidik
dan mengajar merupakan tugas utama yang harus dilakukan dan dikerjakan oleh
seorang guru sebagaimana tertulis dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP No. 74 tahun 2008 tentang
guru mengamanatkan, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Selain
itu guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat
pendidik sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Namun yang
sering terjadi adalah mereka cenderung menjadi seorang pendidik yang
asal-asalan saja yang tidak lagi berusaha untuk memahami karakteristik peserta
didiknya, tidak lagi ada beban untuk membimbing dan mengarahkan peserta
didiknya menjadi lebih dewasa rohani serta tidak lagi menjadi teladan bagi
peserta didiknya. Guru-guru PAK se- Kotamadya Medan juga cenderung menjadi
seorang pengajar yang sekedar mentransferkan ilmu mereka tanpa ada beban untuk mendorong peserta didik mereka
mengerti kehendak Allah dengan sungguh-sungguh serta mewujudkan tujuan
pendidikan Nasional. Di samping itu,
masih ada guru PAK se-Kotamdya Medan , belum memahami
manfaat Firman Tuhan terhadap kecerdasan moral siswa dari uraian di atas muncul
pertanyaan bagaimanakah kategori pemahaman guru-guru PAK se-Kotamdya Medan tentang
kecerdasan moral ?
7.
Manfaat
Firman Tuhanyang sebagaimana tertuang di dalam Firman Tuhan khususnya di dalam 2
Timotius 3:16-17, yaitu agar setiap para guru PAK senantiasa taat kepada
pimpinannya dengan takut dan gentar, dengan tulus hati serta dengan kesungguhan
hati. Selain itu guru PAK juga harus
memiliki prinsip bahwa mereka adalah hamba Kristus sehingga mereka dapat
bertindak sebagai hamba Kristus yang melakukan kehendak Allah, yang mendidik
dan mengajar peserta didik dengan niat yang baik serta mengharapkan upah dari
Tuhan. Hal tersebut bila dipahami dan
dilaksanakan oleh guru-guru PAK maka
tentunya akan memberikan pengaruh yang luar biasa serta menjadikan guru-guru
PAK mampu menghasilkan peserta
didik yang memiliki kecerdasan moral yang baik. Mereka
akan bertindak sebagaimana halnya seorang pelayan Kristen yang diharapkan oleh
Tuhan yang dapat menyampaikan kebenaran Firman Tuhan dengan
benar sehingga menghasilkan peserta didik yang memiliki kecerdasan moral. Dengan demikian, bagaimanakah pengaruh
signifikan antara pemahaman guru PAK tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2
Timotius 3:16-17 terhadap kecerdsan moral siswa ?
Pembatasan Masalah
Penelitian
Dari identifikasi masalah yang sudah
dilakukan, selanjutnya menentukan pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian
ini jatuh pada identifikasi 1, 6 dan 7 sedang identifikasi masalah lainnya
sudah dianggap terhisap dalam point yang
telah dipilih.
1.
Pengamatan
peneliti menunjukkan bahwa dalam 2 Timotius 3:16-17 terdapat Manfaat Firman
Tuhan yang penting
untuk dipahami dan dilaksanakan oleh guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya
Medan dan
pengaruhnya terhadap kecerdasan moral siswa. Sebagai seorang pekerja Kristen,
guru PAK harus senantiasa memahami manfaat Firman Tuhan dengan takut dan gentar, dengan
tulus hati serta dengan kesungguhan hati.
Selain itu guru PAK juga harus memiliki prinsip bahwa mereka adalah
hamba Kristus sehingga mereka dapat bertindak sebagai hamba Kristus yang
melakukan kehendak Allah, yang mendidik dan mengajar peserta didik dengan niat
yang baik sehingga berubah dan memiliki kecerdasan moral. Namun kenyataan yang ada di lapangan, masih
banyak guru PAK yang belum menerapkan Manfaat Firman Tuhandalam bekerja
sebagaimana yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16-17. Terlihat dari kinerjanya yang kurang
berkualitas seperti, masih ada guru PAK yang tidak membawa
Alkitab tidak
disiplin, menganggap pekerjaan tersebut bukan suatu pelayanan melainkan
rutinitas yang melelahkan, hanya sebagai alat untuk mencari uang, tidak
menunjukkan sikap sebagai seorang hamba Kristus sehingga tidak menjadi teladan
bahkan menjadi batu sandungan, dll. Hal
itu terjadi mungkin karena belum mempelajari secara khusus sehingga kurang
memahami manfaat Firman Allah. Dilain
pihak, ada juga guru PAK yang sudah menerapkan Manfaat Firman Tuhandalam 2
Timotius 3:16-17, namun tidak bersifat continue (berkelanjutan). Dari uraian di atas muncul pertanyaan,
bagaimanakah kencenderungan pemahaman tentang Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 di
kalangan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamadya Medan
terhadap kecerdasan moral siswa ?
2.
Mendidik
dan mengajar merupakan tugas utama yang harus dilakukan dan dikerjakan oleh
seorang guru. Untuk mengukur kinerja
apakah seorang guru sudah berkinerja atau tidak, salah satu alat ukurannya
adalah undang-undang Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP No. 74 tahun 2008 tentang
guru, mengamanatkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah. Namun yang
sering terjadi adalah mereka cenderung menjadi seorang pendidik yang
asal-asalan saja yang tidak lagi berusaha untuk memahami karakteristik peserta
didiknya, tidak lagi ada beban untuk membimbing dan mengarahkan peserta
didiknya menjadi lebih dewasa rohani serta tidak lagi menjadi teladan bagi
peserta didiknya. Guru-guru PAK juga
cenderung menjadi seorang pengajar yang sekedar mentransferkan ilmu mereka
tanpa ada beban untuk mendorong peserta
didik mereka mengerti kehendak Allah dengan sungguh-sungguh serta mewujudkan
tujuan pendidikan Nasional. Di samping
itu, masih ada guru PAK se-Kotamdya Medan , belum mempersiapkan dengan benar
dan lengkap perangkat pengajaran, datang terlambat dalam mengajar, kurang
menguasai media atau metode pengajaran yang baik dan kontekstual dari uraian di
atas muncul pertanyaan, bagaimanakah
kategori kinerja guru-guru PAK se-Kotamdya Medan ?
3.
Manfaat
Firman Tuhanyang sebagaimana tertuang di dalam Firman Tuhan khususnya di dalam 2
Timotius 3:16-17, bila dipahami dan dilaksanakan oleh guru-guru PAK maka tentunya akan
memberikan pengaruh yang luar biasa dalam meningkatkan kecerdasan
moral siswa. Mereka akan bertindak sebagaimana halnya
seorang pelayan
Kristen yang diharapkan oleh Tuhan.
Dengan demikian, bagaimanakah pengaruh pemahaman guru PAK se-Kotamadya Medan tentang Manfaat Firman
Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdasan
moral siswa ?
Pokok Masalah Penelitian
Dari batasan masalah yang dipilih oleh
peneliti, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
kencenderungan pemahaman guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamadya Medan
tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2
Timotius 3:16-17?
2.
Bagaimanakah
pemahaman guru-guru PAK se-Kotamdya Medan tentang kecerdasan moral ?
3.
Bagaimanakah
pengaruh pemahaman guru-guru Pendidikan
Agama Kristen se-Kotamdya Medan tentang Manfaat
Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdasan
moral siswa?
Tujuan
Penelitian
Penelitian yang dilakukan melalui penulisan
Tesis ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk memperoleh
gambaran kecenderungan pemahaman Manfaat Firman Tuhan dikalangan guru-guru Pendidikan
Agama Kristen se-Kotamdya Medan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.
2.
Untuk memperoleh gambaran mengenai pelayana guru-guru Pendidikan Agama
Kristen se-Kotamdya Medan dalam menjelaskan manfaar Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.
3.
Untuk memperoleh gambaran
mengenai kemungkinan ada pengaruh pemahaman guru PAK se-Kotamdya Medan .tentang Manfaat
Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdasan
moral siswa.
Kepentingan Penelitian
Menurut Andreas B. Subagyo, dalam buku Pengantar Riset
Kualitatif dan Kuantitatif, ada dua kepentingan penelitian yaitu: Pertama, ”Kepentingan teoritis, yaitu
sumbangan yang dapat diberikan kepada dunia ilmu pengetahuan. Kedua, kepentingan praktis, yaitu sumbangan
yang diberikan kepada penerapan ilmu pengetahuan.”[11] Jika tujuan penelitian ini dapat tercapai,
maka hasil penelitian ini memiliki kepentingan dari sudut teoritis dan sudut
praktis:
Kepentingan
Teoritis
1.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kajian ilmu
Pendidikan Agama Kristen seperti Profesi Keguruan dimana semakin ditemukan manfaat
Firman Tuhan berdasarkan Alkitab yang dapat digunakan dalam proses
belajar mengajar dan membangun kecerdasan moral siswa.
2.
Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang Etika
Kristen.
3.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dibidang pelatihan tenaga
kerja, prinsip-prisip kerja yang ditemukan dapat dijadikan bahan pelatihan.
4.
Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan
sumbangsih yang berarti bagi Dinas pendidikan, Kementerian Agama secara khusus
di Kotamdya Medan agar pelyanan
guru-guru PAK disana se-Kotamadya
Medan semakin berkualitas.
Manfaat
dari Sudut Praktis
1.
Bagi peneliti akan menerapkan Manfaat
Firman Tuhan berdasarkan
2 Timotius 3:16-17 di dalam lingkungan pekerjaan nantinya
dalam membangun kecerdasan moral siswa.
2.
Bagi
guru-guru Pendidikan Agama Kristen, agar membuat evaluasi diri secara pribadi
apakah sudah memahami dan melaksanakan Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17. Hal tersebut penting dalam mencapai pelyanan
yang berkualitas sebagai guru Pendidikan
Agama Kristen dalam membangun kecerdasan moarl siswa.
3.
Bagi setiap pembaca penelitian ini memberi inspirasi dan
evaluasi diri apakah sudah memahami serta melaksanakan Manfaat Firman Tuhandalam
lingkungan pekerjaan ataupun pelayanannya berdasarkan 2 Timotius 3:16-17. Dengan
prinsip-prinsip tersebut, setiap
pembaca akan dapat memaksimalkan diri untuk memberikan pelayanan terbaik kepada
Tuhan dengan membangun kecerdasan moral siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, Dr. J.L Ch., Tafsiran Alkitab Surat Efesus, Jakarta:BPK,
2009.
Akbar,
Ali
Ibrahim. 2000.
Pendidikan
Karakter. USA : Harvard University.
A.M, Sardirman.
2004. Interaksi dan Motivsi
Belajar Mengajar, Jakarta : Rajagrafindo Persada (Rajawali Pers).
Ali Muhidin, Sambas. Analisis Korelasi
Regresi dan Jalur dalam Penelitian, Bandung: Pustaka Setia, 2007
Alkitab
Penuntun, Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 2003.
Borba. 2001.
Building Moral Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustaka.
Borba, Michele.
2008. Membangun Kecerdasan Moral, Jakarta: Perguruan Tinggi
Gramedia
Pustaka Utama.
Depdiknas. Pembinaan
Profesionalisme Tenaga pengajar (Pengembangan Profesionalisme Guru).
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama Depdiknas. 2005.
Duyverman,
M.E, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru,
Jakarta: BPK2000.
Ibrahim, R dan S, Nana Syaodih. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta,1993
Kemendiknas.2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
Pertama.
Jakarta. Grasindo
Nasir,
Muhammad.1985.Metodologi Penelitian.
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Suparno,
Paul, SJ
dkk.2004. Pendidikan Budi Pekerti.
Yogyakarta: Kanisius.
Undang-Undang RI No. 20
Tahun 2003. 2003. Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Beserta
Penjelasannya,
Bandung : Citar Umbara
Bandung.
Winataputra, U.S. dan
Budimansyah, D.2007.Civic Education,
Konteks, Landasan, Bahan
Ajar Dan
Kultur Kelas. Bandung: Program PAK ,
Sekolah
Pasca Sarjan
UPI.
Poerwadarminta,W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.1998
Subagyo, Andreas B., Pengantar Riset Kualitatif dan Kuantitatif
Bandung: Kalam Hidup, 2004 .
[1]M.
Suparmako & Ari Sudarman, Metode
Penelitian Praktis (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1982), 7
Gramedia Pustaka Utama.
Langganan:
Komentar (Atom)