Jumat, 11 September 2015

KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

A. Komponen Pendidikan Secara Umum Komponen pembelajaran adalah kumpulan dari beberapa item yang saling berhubungan satu sama lain yang merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar. Dalam dunia pendidikan pada masa kini menurut Oemar Hamalik (2005; 77) ada tujuh komponen dalam pembelajaran di mana satu dengan yang lain saling terintegrasi, yaitu: Peserta Didik, Pendidik, Metode Pendidikan, Isi Pendidikan / Materi Pendidikan, Lingkungan Pendidikan, Alat dan Fasilitas Pendidikan. Berikut akan diuraikan satu persatu komponen- komponen tersebut. 1.Tujuan Pendidikan Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normative dan praktis. Tujuan umum pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkah laku manusia akan menjiwai tingkah laku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia. 2.Peserta Didik Peserta didik sangat menunjang dalam proses pendidikan, dengan perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengansumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa. 3.Pendidik Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidik di sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun nonformal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat. 4.Metode Pendidikan Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas dari metode atau bagaimana pendidikan dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik,yaitu : a. Metode Diktatoral, b. Metode Liberal, c. Metode Demokratis 5.Isi Pendidikan/Materi Pendidikan Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/materi yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal.Macam-macam pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama, pendidikan social, pendidikan keterampilan, pendidikan jasmani dll. 6.Lingkungan Pendidikan Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Dalam artian yang sederhana lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekeliling anak didik dan komponen-komponen pendidikan yang lain. 7.Alat dan Fasilitas Pendidikan Alat dan fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, dengan adanya fasilitas-fasilitas pendidikan maka proses pendidikan akan berjalan dengan lancar sehingga tujuan pendidikan akan mudah dicapai. Misalnya laboratorium lengkap dengan alat-alat percobaannya, internet dll. B. Komponen Pendidikan ditinjau dari Efektivitas Proses Pembelajaran PAK Mengajar dan belajar atau mendidik dan belajar bukanlah sesuatu yang tidak dinarasikan dalam Alkitab, di dalam Alkitab justru terdapat banyak bukti tentang kegiatan mengajar. Memang benar bahwa mengajar yang disebutkan di dalam Alkitab tidak harus dibayangkan secara formal seperti yang terjadi sekarang ini di dalam kelas. Walaupun demikian konsep tentang mengajar dan praktik mengajar sudah ada dalam Alkitab. Allah sendiri memulainya di taman Eden untuk dua manusia pertama, dan manusia pertama meneruskan kegiatan mendidik itu, kegiatan mendidik dan dididik (mengajar dan belajar) itu diwariskan dari generasi ke generasi manusia sepanjang zaman sampai ditemukannya praktik pendidikan secara formal dalam bentuk sekolah. Di atas telah dinyatakan bahwa kegiatan mengajar telah dilakukan oleh Tuhan dan kegitan mengajar dan belajar dipercayakan kepada manusia. Informasi Biblika mendukung pernyataan ini. Data-data itu dapat diruntut dalam ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang berhubungan dengan kata mengajar dapat diperhatikan dalam nats-nats ini: Kel. 4:12, 35:34, Ul. 20:18, Hak. 13:8, II Sam. 22:35, II Raj. 12:2, II Taw. 17:7,9, Ezr. 7:10, Neh. 8:9,9:20, Ayb. 4:3, 15:5, 36:2, Maz. 18:34, 32:8, 71:17, 119:102, 144:1, Kid. 8:2. Pada ayat-ayat di atas dipakai kata “mengajar”, frasa mengajar dalam ayat-ayat ini dipakai dalam beberapa pengertian yaitu dalam arti kiasan dan literal (pembahasannya dalam kajian teori bab II disertasi). Sedangkan data-data Perjanjian Lama tentang “mendidik” dapat dilihat dalam: II Raj. 10:6, Ams. 6:23, 9:7, sementara data tentang “didikan” dapat diperhatikan dalam ayat-ayat ini: Ayb. 5:17, Ams. 1:2, 3, 7,8, 3:1, 4:1, 13, 5:12, 23, 8:33, 10:17, 12:1, 13:1, 13:18, 15:5, 10, 32, 33, 19:20. Sedangkan data Perjanjian Baru tentang “mengajar” dapat dilihat dalam: Mat. 9:35, 11:1, 13:54,21:23, 26:55, Mark. 1:21, 2:13, 4:1, 6:6, 10:1, 12:35, Luk. 4:31, 5:17, 6:6, 11:37, 12:1, 13:10, 22, 20:1, 21:37, Kis. 13:43. Sedangkan data tentang “dididik/pendidik” dalam Perjanjian Baru muncul secara dua kali, yaitu Rom. 2:20 (pendidik orang bodoh), I Kor. 4:15 (beribu-ribu pendidik dalam Kristus …). Berdasarkan temuan-temuan literal dalam Alkitab tentang mengajar, mendidik dan belajar baik secara tersurat maupun tersirat menegaskan bahwa Alkitab unik dengan kitab-kitab suci lainnya. Alkitab menyentuk banyak level. Misalnya secara sejarah ada dalam Alkitab, Puisi juga terdapat dalam Alkitab, Hikmat, wahyu semuanya ada dalam Alkitab. Dengan demikian Alkitab berwibawa dalam Didakticum. Tuhan adalah pengajar utama dan pertama, Yesus Kristus Guru Agung, Roh Kudus adalah guru Multiple Intellegence. Berdasarkan efektivitas proses pembelajaran, baik secara umum maupun pendidikan keagamaan seperti Pendidikan Agama Kristen mutlak memikirkan proses pembelajaran secara mendalam. Komponen-komponen proses pembelajaran terdiri atas: 1. Tujuan Pembelajaran 2. Isi/Materi Pembelajaran 3. Metode Pembelajaran 4. Media Pembelajaran 5. Evaluasi Pembelajaran C. KOMPONEN PENDIDIKAN DALAM PERJANJIAN LAMA (PL) Salah satu Budaya Yahudi yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama dan terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat dimana mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar. Obyek utama dalam pendidikan mereka adalah mempelajari Hukum Taurat. 1. Tujuan Pembelajaran Agama dalam Perjanjan Lama 1. Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah. Kej. 1:1 -- Segala sesuatu telah dijadikan oleh Allah dengan tujuan supaya manusia mengenal Allah dan berhubungan dengan-Nya. Cara Allah menyatakan diri adalah dengan: - Wahyu Umum : Supaya orang menyadari dan mengakui keberadaan Allah melalui alam, sejarah, hati nurani manusia. - Wahyu Khusus : Supaya manusia menerima keselamatan dari Allah. Allah berinkarnasi menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. 2. Menurut konsep Yahudi tidak ada perbedaan nilai antara duniawi dan rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa "seluruh hidup adalah suci". 3. Pendidikan berpusatkan pada Allah. Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah: Yehova (Hab. 2:10 -- kegagalan campur tangan Allah adalah kegagalan bangsa.) Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (Taurat) untuk menjadi pegangan dan pelajaran tentang Allah dan karya-Nya 4. Pendidikan adalah kegiatan utama dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Kitab Talmud dikatakan kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, kita harus membinasakan guru-gurunya. Bangsa Yahudi adalah bangsa pertama yang memiliki sistem pendidikan Nasional (Ula. 6:4-9) Pendidikan mereka tidak hanya secara teori, tetapi menjadi kegiatan sehari-hari dalam cara hidup dan keagamaannya. Contoh: Kitab Imamat yang mengajarkan semua tata cara hidup dan beragama. 2. ISI PENDIDIKAN AGAMA DIDASARKAN MENURUT ULANGAN 6:4-9 Ulangan 6:4-9 menjadi pusat pengajaran pendidikan agama Kristen. Kitab-kitab lain yang membahas tentang pendidikan bersumber dari kitab Ulangan ini. 1. Ayat 4 ("Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa!") Ayat ini disebut "Shema" atau pengakuan iman orang Yahudi (agama Yudaisme) yang artinya "Dengarlah". Yesus menyebut ayat ini sebagai hukum yang pertama -- prinsip iman dan ketaatan. Memberikan konsep Allah yang paling akurat, jelas dan pendek Tuhan adalah unik, lain dengan yang lain. Dia Allah yang hidup, yang benar dan yang sempurna. Tidak ada Allah yang lain, hanya satu Allah saja. Ayat 4 ini bersamaan dengan ayat 5 diucapkan sedikitnya dua kali sehari oleh orang Yahudi dewasa laki-laki. Ayat ini diucapkan bersamaan dengan Ula. 11:13-21 danBil. 15:37-41. 2. Ayat 5 ("Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.") Kasih harus menjadi motif setiap hubungan manusia dengan Tuhan. Kasih disebutkan pertama karena disanalah terletak pikiran, emosi, dan kehendak manusia. Tugas yang Tuhan berikan untuk manusia lakukan adalah kasihilah Allah Tuhanmu. Musa mengajarkan Israel untuk takut, tapi kasih lebih dalam dari takut. • Mengasihi Tuhan artinya memilih Dia untuk suatu hubungan intim dan dengan senang hati menaati perintah-perintah-Nya. • Mengasihi dengan hati yang tulus, bukan hanya di mulut tapi juga dalam tindakan. • Mengasihi dengan seluruh kekuatan, memiliki semuanya. • Mengasihi dengan kasih yang terbaik, tidak ada yang melebihi kasih kita kepada Dia, sehingga kita takluk kepada Dia. • Mengasihi dengan seluruh akal budi/pengertian, karena kita kenal Dia maka kita mengasihi dan mentaati perintah-Nya. 3. Ayat 6 ("Apa yang Kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan.") Perintah Tuhan bukanlah untuk didengar dengan telinga saja, tapi juga dengan hati yang taat. Sebelum bertindak pikirkanlah lebih dahulu perintah Tuhan, maka hidupmu akan selamat. 4. Ayat 7 ("Haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang "kepada anakmu" membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun.") Mereka yang mengasihi Allah, mengasihi Firman-Nya dan melakukannya dengan meditasi, bertanggung jawab untuk merenungkannya dan menyimpannya dalam hati untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua mempunyai tugas untuk mengajarkan Firman-Nya kepada anak-anak dengan didikan dan harus dimulai sejak dini dan berulang-ulang. Ayat 7 ini dipakai sebagai fondasi kurikulum pendidikan Kristen. 5. Ayat 8-9 ("Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.") Tulisan hukum-hukum belum menjadi milik umum, namun demikian, Allah menghendaki mereka melakukannya, supaya mereka terbiasa bergaul dengan hukum Allah. Orang Yahudi mengerti perintah ini dan melakukannya secara harafiah. Mereka mengenal 3 tanda-tanda untuk mengingat hukum Allah: a. Zizth : Dipakai/dipasang pada ujung jubah Iman (Bil. 15:37-41) b. Mezna : Kotak kecil yang berisi Ul 6:4-9 diletakkan di sebelah kanan pintu c. Tephillin : Dua kotak kecil berbentuk kubus masing-masing dari kertas perkamen yang ditulis dengan tangan secara khusus berisi 4 ayat yaitu, Keluaran 13:1-10, Keluaran 13:11-16, Ulangan 6:4-9, dan Ulangan 11:18-21. Satu diikatkan di tangan kiri dan satu di dahi. Tanda-tanda ini dipakai pada saat sembahyang di luar hari Sabat. Tanda-tanda ini sangat indah sebagai peringatan akan kehadiran Allah di rumah dan akhirnya dipraktekkan untuk mengusir setan. Tanda-tanda simbolik ini dibuat supaya penekanan pemahaman ayat itu menjadi nyata sehingga pengajaran itu akan berlangsung terus- menerus. 3. Tempat Pendidikan Anak Bangsa Yahudi Pendidikan anak Yahudi bermula di rumah. Berpangkal dari peranan seorang ibu Yahudi. Tugas kewajiban ibu adalah untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yang juga terkait erat dengan tugas rohani mendidik anak-anaknya, khususnya ketika masih balita. Jauh- jauh hari sebelum anak berhubungan dengan dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari ibunya sehingga sesudah menginjak usia remaja/pemuda ia sudah mempunyai dasar yang benar. Contoh: Melalui cerita-cerita sejarah bangsa dan hari-hari peringatan/besar. Lembaga-lembaga Pendidikan, Pada zaman ini orang tua tetaplah berperan dalam pendidikan. Akan tetapi peran orang tua dalam memberikan pendidikan bagi anak semakin berkurang. Oleh karena perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan orang Yahudi. Maka muncullah lembaga-lembaga pendidikan agama Yahudi yaitu: Sinagoge, Bet-ha-sefer (Sekolah Dasar), Beth-ha-midrash atau Beth Talmud ( Setingkat dengan SMP). Sinagoge (rumah ibadah) adalah tempat dimana orang dewasa mendapatkan pengajaran mengenai agama dalam bentuk khotbah, sedangkan Beth-ha-sefer didirikan untuk anak-anak lelaki Yahudi berumur 5 atau 6-10 tahun, dan Beth Talmud atau beth-ha-midrash untuk anak-anak lelaki umur 10 tahun – 12 atau 13 tahun sampai mereka dianggap sebagai sudah menjadi anak-anak hukum taurat. Pendidikan dalam rumah ibadat pada saat itu merupakan suatu bentuk pengajaran tentang hal-hal yang bersifat agamiah. Dalam kebaktian dalam Sinagoge ini dibagi atas lima bagian yaitu 1) Shema, yang berisi semacam pengakuan iman. Prinsip pendidikan agama Yahudi berpusat paa Ulangan 6:4-9. Dan, Ayat yang ketujuh ini dipakai sebagaiPONDASI KURIKULUM Pendidikan Agama Kristen. 2) Doa 3) Pembacaan Hukum Taurat 4) Pembacaan Nubuat 5) Bagian terakhir adalah Berkat yang diucapkan oleh pemimpin. 4. Metode Pengajaran dalam Perjanjian Lama Metode pengajaran dalam pendidikan Yahudi menitikberatkan pada penghafalan. Pertama-tama anak diajar untuk menghafal 22 huruf Ibrani. Kemudian beberapa huruf dihafal dengan rangkaian dengan huruf-huruf lain yaitu kata-kata. Pada saat itu huruf vokal masih belum dimanfaatkan. Metode pengajaran yang digunakan dalam penyampaian Agama dalam Perjanjian Lama, antara lain : 1. Metode menghafal ( Ulangan 6 :4-9 , Amsal 22:6, Mazmur 119 :11,105) 2. Metode bercerita (Yosua 4:6-7 ,bandingkan Keluaran 12:24-27). Berbagai metode lain juga digunakan oleh guru misalnya menempatkanseorang murid yang dinilai kurang dalam segi intelektual dekat dengan dengan seorang anak yang rajin dan pintar. Atau anak yang memiliki prestasi diminta untuk mengajar teman-temannya lain yang terbelakang. Bahan pelajaran juga kadang-kadang dinyanyikan oleh para murid. Perdebatan juga digunakan untuk membuat para murid semakin kritis dalam berpikir. 5. Peserta Didik dalam Perjanjian Lama Pada masa itu tidak ada tempat bagi pendidikan anak-anak perempuan, kecuali keterampilan yang diajarkan ibunya untuk dapat melaksanakan tugas-tugas khusus wanita dan contohnya seperti keterampilan dalam memasak dan pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya. Mengapa pada masa itu tidak diadakan pendidikan khusus bagi kaum perempuan? Karena kaum-kaum perempuan pada masa itu dianggap kurang mampu untuk melakukan atau memikirkan hal-hal yang bermakna. Oleh karena itu mengapa pendidikan juga diperlukan pada masa itu? Tentang usaha-usaha pengkhotbah mencari orang-orang yang mampu dan bijaksana saja, kesimpulannya ialah “ Ku dapati seorang laki-laki di antara seribu, tetapi tidak kudapati seorang perempuan di antara mereka” (Pkh 7:26). Tetap lebih parah lagi, watak perempuan terisi dengan keinginan menjatuhkan laki-laki (Pkh 7:26). Para laki-laki pada zaman PL merasa sangat bangga karena telah dilahirkan sebagai laki-laki, karena kedudukan seorang laki-laki pada masa ini sangat jauh dari kedudukan perempuan. Maka tidak mengherankan lagi jika mendengar para pria dewasa yang saleh memanjatkan doa yang teramat angkuh dan picik, karena mereka merasa bahwa mereka yang paling layak di hadapan Tuhan di bandingkan dengan kaum perempuan. Ben:Azzai, seorang bujangan, berpendapat bahwa seorang ayah wajib mengajarkan Taurat kepada anak perempuan. Sungguhpun anak-anak perempuan tidak memperoleh tempat dalam sistem persekolahan Yahudi, namun di sana-sini, mesti ada seorang ayah atau suami yang lebih sayang kepada anaknya atau isterinya dan berusaha mengajarnya. Jika pengajaran tidak dilakukan oleh seorang ayah, bagaimana caranya menjelaskan pelbagai Amsal yang mengayang dijanjikan, permulaan kerajaan dan kesaksian para kaum nabi tentang kecenderungan umat Israel yang menyeleweng persyaratan yang termuat dalam perjanjian. Dalam pokok tersebut tersirat pula bimbingan menuju perilaku yang sesuai dengan panggilan umat Israel. 6. Pengajar Pendidikan Agama dalam PL Allah sendiri sebagai pemrakarsa dan pengajar utama Pendidikan Agama dalam Perjanjian Lama (Hos.11:1-4). Dalam mengajar umat-Nya, Allah sering menggunakan empat golongan Pemimpin orang Israel, yakni: Para Imam (Bil. 3), Para Nabi (Yunus, Mikha, dsb), Kaum Bijaksana (Ams. 1-2, 6:1), dan Kaum Penyair (Mazmur). Disamping mereka, dalam mengajar kepada setiap keluarga dijalankan oleh Kepala Keluarga yaitu Suami dan Istri atau orang tua dari anak-anak. Anak laki-laki orang Yahudi juga mendapatkan pendidikan formal dalam sekolah Yahudi. Sedangkan anak-anak perempuan mendapatkan pengajaran dari Ayah mereka. D. KOMPONEN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM PERJANJIAN BARU Dalam pendidikan agama dalam PB ada beberapa prinsip yang perlu diketahui yaitu: 1. Tujuan mengajar/pendidikan 2Tim 3:1,untuk mengkomunikasikan 2. Mengajar adalah perintah Allah. Mat 28:16-20 3. Mengajar adalah tindakan intervensi Allah Tit 2:11-12 —>untuk mengalami proses pendidikan untuk meneruskan kepada orang lain 4. Pendidikan harus diajarkan sejak dini 2Tim 3:15, #Mr 10:13-16 5. Keterlibatan manusia seutuhnya Mr 12:30-31 6. Pengajar-pengajar dituntut orang yang berkualitas (Panggilan) 1Kor 12:28 KOMPONEN PAK DALAM PERNJANJIAN BARU Komponen adalah suatu sistim yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai sebuah tujuan. Dan komponen dalam Pak meliputi 1. GURU DALAM PB Apabila kita hendak menyelidiki soal pendidikan agama dalam hubungan Perjanjian Baru, tentu saja pertama-tama dan khususnya kita harus mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus sendiri. Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh-orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala soal ilmu keTuhanan. Sebab Ia mengajar mereka "sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka" (Mat 7:29). a. YESUS KRISTUS GURU AGUNG • Yesus disebut guru : 43 x (Injil) ; Yesus disebut rabi : 14 x Mengajar adalah bisnis utama Yesus • Tahu materi yang diajarkan • Tahu bagaimana cara mengajarkannya • Mengajar dengan integritas • Sistem permuridan Mark. 5: 3;Luk. 8:9 ; 10:24; 6:1) • Belajar / mendengar / bercerita • Yesus Sebagai Guru Besar • Yesus diingat/ dipuja orang karena : Penyembuh ; Pembuat Mujizat ; Guru • Yesus mengajar dengan kuasa (otoritas dari Allah) Kehadiaran kuasa Anak Allah mewarnai ke 4 injil = Matius 7 : 28-29 b. PAULUS Rasul Paulus juga seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri dididik untuk menjadi seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat, dan ia dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama kaum Yahudi. Setelah Yesus memasuki hidupnya, Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memashurkan nama Tuhan Yesus itu. Ke mana pun Paulus pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendekiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi, singkat kata, segala golongan manusia telah ditemuinya pada perjalanannya yang banyak dan panjang itu. Paulus mengajar di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota atau di padang-padang, di atas loteng dan dalam bengkelnya, di pasar dan dalam kumpulan kaum filsuf. Tak ada tempat yang dianggapnya kurang layak untuk menyampaikan beritanya tentang Juruselamat dunia. Rasul Paulus juga banyak mengajar melalui surat-surat. Segala soal dan kesulitan yang muncul dalam jemaat-jemaat yang didirikannya itu, ataupun yang timbul di antara kaum Kristen yang belum dikunjunginya. 2. MURID Dikatakan tentang pengikut seorang pemimpin atau pengajar, seperti Yohanes Pembaptis dan orang Farisi (Mr 2:18). Khususnya dimaksudkan para pengikut Tuhan Yesus: mula-mula dua belas orang, kemudian semua orang Kristen. Sekalian bangsa harus dijadikan murid Yesus (Mat 28:19) (Ibrani limmud; Yunani mathetes; Latin discipulus, artinya 'murid' atau 'pelajar').Kata ini terdapat di PL dalam 1 Taw 25:8; Yes 8:16; 50:4; 54:13. hubungan guru -- murid termasuk ciri umum dunia kuno; di situ para filsuf Yunani dan para rabi Yahudi mengumpulkan sejumlah murid atau pelajar baginya. Di luar Kitab Injil, kata itu hanya terdapat dalam Kis dengan arti orang-orang percaya, yg mengaku Yesus sebagai Mesias 6:1, 2, 7; 9:36 (bentuk permathetria); 11:26. Bentuk kata kerja matheteuo, artinya, 'menjadi murid', 'menjadikan seorang lain menjadi murid', terdapat dalam Mat 27:57; 28:19 3. Metode Pengajaran PAK dalam PB Metode yang digunakan dalam Pernjanjian baru kita berangkat dari pola pengajaran yang sama dengan pola pengajaran Yesus. Sangat sulit untuk menemukan bahwa Yesus menggunakan hal yang sama dalam cara yang sama. Seseorang membaca Kitab Suci dengan harapan untuk menemukan apa yang selanjutnya akan dilakukan dan dikatakan oleh Yesus. Kita melihat kekreativitasan-Nya seperti berikut ini 1. METODE TELADAN Yesus mengajar melalui hidup-Nya. Yesus mengajar dengan cara memberi teladan. Yesus mengajar dengan cara mensharingkangayahidup-Nya. Yesus mengajar dengan cara menunjukkan hubungannya dengan Bapa/ membagikan hidup-Nya Salah satu contoh saja : Yesus tidak mengenal lelah…berjalan berkeliling di seluruh Galilea (Mat 4:23), murid-murid-Nya melihat keseharian yang seperti itu. Lemah Lembut dan Rendah Hati (Mat 11:29-30 2. METODE EMOSI Yesus tidak segan-segan memperlihatkan emosinya dalam mengajarkan sebuah kebenaran, ia tidak JAIM / Jaga Image. Ia pernah marah (Luk 19:46), Ia pernah terharu saat melihat Maria menangis atas kematian Lazarus, saudaranya, Mat 11: 33, Ia mengajar dengan empaty/ belas kasihan ( Mat 9:36, Mat 15: 32), Ia bahkan menangisi Yerusalem Lukas 13: 34 3. METODE ORANG Yesus mengajar dengan cara membiarkan Petrus meniru Dia, berjalan di atas air (Mat 14: 22-33), Yesus mengajar dengan cara berdiskusi/ tanya jawab ( Hal Berpuasa Mat 9: 14-17, Mat 15:13-20),, Yesus memakai anggota tubuh yaitu rambut sebagai ilustrasi Mat 10: 29-31 4. METODE TULISAN SASTRA / KARYA SENI TULIS a. Yesus mengajar dengan cara PUISI (Kotbah di Bukit Mat 5:3-12) b. Yesus mengajar dengan CERPEN / cerita pendek ( Anak yang hilang Luk 15:13) c. Yesus mengajar dengan cara mendiktekan sebuah karya tulis seni / NARASI DOA (Doa Bapa Kami Mat 6: 9-13) d. Yesus mengutip PL, nubuatan nabi Yesaya, yang berupa NARASI ( Mat 13:14-15) e. Yesus menyebut-nyebut mengenai hukum taurat (sebuah karya tulis) dan menjelaskan korelasinya dengan diri-Nya Mat 5: 17-48 5. METODE GAMBAR Yesus memakai gambar yang ada di mata uang, untuk menjawab pertanyaan orang Farisi (Matius 22:20), Logo Salib Ef 2: 16 6. METODE VISUAL Melihat Burung pipit Mat 10: 29-31, untuk menjelaskan Perlindungan Tuhan atas hidup kita, Yesus mengajar dengan cara pengamatan ( burung pipit, bunga bakung Mat 6: 26, 28-30, untuk menjelaskan pemeliharaan-Nya atas hidup kita,buah dan pohon Mat 12: 33-34, Mat 16:1-4 untuk menjelaskan hubungan antara hati dan ucapan yang meluap dari hati) 7. METODE BENDA TIGA DIMENSI a. Yesus mengajar dengan cara eksperimen ( Pelita Mat 5: 15) b. Yesus mengajar dengan menggunakan alat peraga (Garam dan Terang Mat 5: 13-16, selumbar dan balok dalam mata dalam topic : hal penghakiman Mat 7: 1-5, c. Petrus memegang ikan dan uang logam emas (Mat 17:27) d. Yesus memberi makan 5000 orang ( Mat 6: 30-44) dengan melipatgandakan 5 roti dan 2 ikan. 8. METODE BAHASA TUBUH Yesus mengajar dengan cara dramatis ( saat Ia memperagakan sambil menunjuk kea rah murid-murid-Nya untuk menjelaskan siapa sebenarnya yang dapat dikategorikan sebagai ibu dan saudara-saudara-Nya. Mat 12:46-50).Dia disalibkan ganti kita Efesus 2: 16Yesus mengajak murid-murid-Nya TOUR dari desa ke desa, darikotakekota, dengan olah raga utama : Gerak Jalan. Luk 13:22 9. METODE AUDIO Yesus mengajar dengan cara ceramah (Yesus dan Hukum Taurat. Mat 5: 17-48)Yesus mengajar dengan cara memberi pesan praktis/ Juklak/ Petunjuk Pelaksanaan/ prosedur standart (Mat 10:5-15) Yesus mengajar dengan cara mengajak dua orang buta mengadakan pengakuan percaya/pengakuan iman / memeperkatakan kalimat iman ( Mat 9: 28-30), saat itulah mereka yang buta itu diajak membayangkan/ mengimajinasikan sebuah kesembuhan. 10. METODE ILUSTRASI Yesus mengajar dengan cara bercerita ilustrasi /perumpamaan yang mengandung makna tertentu ( perumpamaan tentang seorang penabur Mat 13: 1-9, perumpamaan lalang dan gandum Mat 13:36-43), Yesus mengajar dengan cerita ilustrasi yang menarik ( Anak yang hilang Luk 15:13) 11. METODE SENTUHAN Yesus menjamah orang kusta tanpa segan -segan (Mat 8:3), Yesus berkunjung / besuk ke rumah IbuMertua Petrus,Iamenjamah tangan ibu mertua Petrus Mat 8: 14-16), Petrus memegang ikan hasil pancingannya untuk membayar pajak. (Mat 17:27), Yesus mengajar dengan memberi sentuhan (Mat 14:36) Dan banyak lagi metode yang digunakan Yesus sebagai guru, dengan mengunakan music, mengunakan game/permainan dan sebagainya. Dia memang guru yang sangat kreatif 4. MEDIA/FASILITAS PAK DI PERNJANJIAN BARU Media dalam pengertian sehari-hari bisa berupa sebuah yang memiliki suatu fungsi untuk menyampaikan suatu pesan kepada penerima yang lain, kata media juga berasal dari kata latin yaitu “Medius” yang berarti secara harfiah yaitu tengah, perantara atau pengantar. jadi media adalah sebuah perantara antara bagian yang satu ke bagian yang lain, agar pesan tersebut sampai kepada bagian yang lain. Puncak dari pengunaan Media Pendidikan, Dia mengunakan DIRINYA sendiri sebagai contoh yang sulit dilupakan dengan menjalani jalan salib yang penuh penderita yang mencengkam kehidupan para murid-Nya yang masuk kedalam kematian dan kebangkitan dan kenaikan kesorga dan menberikan Roh Kudus sehingga sangat efektif mengajar para murid sehingga para murid mampu bukan hanya menyerap pelajaran dari Yesus Guru Agung melainkan memampukan mereka untuk mengajar generasi-generasi berikutnya yang sangat konkret dengan pengalaman yang berkesan sampai dapat maraih hal-hal abstrak dari proses media penbelajaran yang menyentuh setiap level dari kerucut pengalaman. 5. KURIKULUM PAK Kurikulum direncanakan untuk menolong, bukan untuk dijadikan wewenang tertinggi. Alkitablah yang harus dipandang sebagai wewenang tertinggi, bukan buku pedoman. Meskipun demikian, perlu dipahami beberapa ciri khas penting yang merupakan kekuatan sebuah kurikulum: harus didasarkan kepada: 1. Pandangan yang benar mengenai Alkitab Pandangan benar mengenai Alkitab ialah, bahwa seluruh isi Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru diinspirasikan oleh Roh Allah sendiri. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:15-16) 2. Meliputi sebanyak mungkin isi Alkitab Alkitab adalah Firman Tuhan yang merupakan sumber dari segala sumber pengajaran Kristen. Memang ada bagian-bagian dari Firman Tuhan yang tidak dapat diceritakan begitu saja, sehingga khususnya untuk anak, terlebih dahulu diajarkan kitab-kitab sejarah, kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul. 3. Sedekat mungkin dengan pengertian/umur anak Meskipun Alkitab dikarang menurut pengertian orang dewasa, kebanyakan dari isinya dapat diajarkan kepada anak-anak sebagai "susu yang murni". Artinya, bahan dapat disederhanakan dan disajikan dalam bentuk cerita sesuai dengan pengertian dan tingkat perkembangan anak. Bahan pelajaran Alkitab untuk Anak Batita dan Anak Kecil disusun dengan pengertian, bahwa mereka sama sekali belum sadar akan perkembangan sejarah. Mereka tidak tahu bahwa Abraham hidup sebelum Zakheus; bahwa peristiwa Perjanjian Lama mendahului peristiwa yang diceritakan dalam Perjanjian Baru. Karena itu, kurikulum untuk mereka sebaiknya diisi dengan cerita-cerita yang disajikan di bawah satu tema bulanan yang berpusat pada pengalaman mereka, seperti hidup dalam keluarga, penciptaan dan pemeliharaan Allah. Cerita-cerita di bawah tema itu dapat diambil dari Perjanjian Lama atau dari Perjanjian Baru, selama mendukung pokok yang dipilih sebagai tema. 4. Memberi kesukaan belajar melalui variasi metode Variasi menggunakan alat peraga sebagai media mengajar juga diperhatikan, sehingga tidak hanya satu jenis alat peraga yang dipakai secara terus menerus (misalnya gambar atau gambar flanel). Konsep Kurikulum menurut Alkitab. Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis menguraikan kurikulum dalam Alkitab menurut beberapa aspek berikut: 1. Perencanaan atau Penetapan Tujuan Alam semesta serta isinya tidak diciptakan begitu saja tanpa tujuan. Jika melihat proses penciptaan dalam Kejadian pasal 1 dan pasal 2 maka sangat jelas bahwa proses penciptaan berlangsung sistematis dan berdasarkan suatu konsep perencanaan. Jika ditinjau lebih jauh, maka sistematika penciptaan menuju pada suatu tujuan tertentu yaitu pada penciptaan manusia. 2. Materi atau pokok bahasan Alkitab pada zaman penulisannya merupakan suatu proses dan karya Allah untuk menegur, mengingatkan, menyelamatkan dan banyak lagi kata kerja lainnya yang dilakukan Allah untuk membawa kembali manusia dalam persekutuan dengan Dia. Jadi dapat dikatakan bahwa materi dari kurikulum Allah adalah firman Allah sendiri. 3. Proses penyampaian Proses penyampaian materi dalam dalam Alkitab terdiri dari beragam metode. Hal ini dapat dilihat dalam Ibrani 1:1-2. Metode yang dipakai Allah sangat beragam dan bisa dibilang sangat kreatif dan kontekstual. Ketika Allah menyampaikan materi pertama kepada Adam, Dia menggunakan metode dialog langsung. 4. Evaluasi Secara umum, Alkitab merupakan evaluasi terhadap karya Allah. Sejak awal penciptaan Allah senantiasa mengevaluasi hasil karya-Nya. Dan hasilnya adalah sungguh sangat baik (Kejadian 1:31). Sistem evaluasi dalam Alkitab memegang peranan penting. Melalui evaluasi maka Sang Pencipta memperikan reward maupun punishment. Selain Allah mengevaluasi umat-Nya, Allah juga mengevaluasi bangsa lain (Daniel 5:24-28). Dalam Injil, Yesus juga mengevaluasi murid-murid-Nya setelah PPL (Lukas 10:17-24).

Selasa, 07 Juli 2015

Pengaruh Pemahaman Guru PAK se-Kotamadya Medan tentang Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dan Aplikasinya terhadap tanggungjawab Guru PAK dalam mengembangkan Kecerdasan Moral siswa tahun 2015.”

Ebenezer Parulian Dabukke, S.Pd.K




BAB I
PENDAHULUAN

 Tesis  ini berjudul ” Pengaruh Pemahaman Guru PAK se-Kotamadya Medan tentang manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dan aplikasinya terhadap tanggungjawab Guru PAK dalam mengembangkan Kecerdasan Moral siswa tahun 2015.”   Penelitian ini berfokus untuk meneliti dan menganalisis manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dan aplikasinya terhadap tanggungjawab Guru PAK se-Kotamadya Medan dalam mengembangkan Kecerdasan Moral siswa tahun 2015.
 Dalam bagian pendahuluan ini akan dijelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Kepentingan Penelitian.

Latar belakang Masalah
 Menurut Suparmako dan Sudarman, “Suatu pendahuluan yang baik harus menceritakan kepada kita alasan-alasan mengapa kita harus memilih masalah penelitian yang demikian, apa yang kita tahu tentangnya, serta situasi yang melandasi atau yang melatarbelakanginya.”[1]   Dengan demikian, kejelasan dari latar belakang masalah akan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap masalah yang sedang diteliti.
Pada umumnya para orang tua siswa sangat setuju dengan peran guru dalam menyisipkan pendidikan nilai, etika, moral dan sopan santun, tentunya orang tua siswa akan merespon positif artinya setuju sepenuhnya. Hal ini dapat dipahami bahwa tingkah laku anak manusia dikendalikan oleh aturan-aturan tertentu (regulated behavior). Dapat dikatakan bahwa peran guru sangatlah penting dalam menentukan sejauh mana sikap siswa dalam bertingkah laku sebagai bagian dari masyarakat, apakah sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat ataukah tidak. Di sekolah sebagai pendidik atau pengajar, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan.Sebagai pengajar dan pendidik guru harus memiliki kompetensi atau kemampuan yang sesuai dalam pembelajaran  untuk  meningkatkan  kualitas  pembelajaran. Itulah  sebabnya setiap  adanya  inovasi  pendidikan,  khususnya  dalam  kurikulum  dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru.
Mata pelajaran PAK  merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri melalui nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan yang ditanamkan oleh Guru PAK. Untuk itu peran guru PAK  tidak hanya menyampaikan materi saja tetapi harus memberikan pendekata-pendekatan yang tepat untuk mengembangkan kecerdasan moral siswa dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku di masyarakat. Pada saat guru mengajar di dalam kelas tentunya perilaku siswa dapat di kontrol dengan baik, tetapi ada sebagian dari siswa yang lain perilakunya tidak dapat di kontrol, misalnya mereka sering mengobrol saat guru menerangkan materi pembelajaran, atau mereka tidak mendengarkan perkataan dari guru, istilahnya yang sering dikatakan oleh guru adalah masuk kuping kiri keluar kuping kanan, inilah yang harus dibenahi secara perlahan-lahan, baik oleh guru PAK  maupun oleh guru-guru mata pelajaran yang lain. Hal ini tentunya bukan hanya dialami oleh guru Pendidikan Agama Kristen saja, melainkan oleh guru-guru yang lain, dalam menangani siswa yang sulit diaturmerupakan suatu tantangan tersendiri bagi seorang guru untuk merubah pola perilaku siswa tersebut  menjadi  lebih  baik  khususnya  bagi  gurPAK .
Lalu apakah cukup hanya dengan menasehati atau memberikan ceramah mengenai moral dapat merubah perilaku moral siswa, tentunya jawaban ini masih belum bisa dipastikan secara utuh, karena banyak faktor yang mempengaruhi pola karakter dan perilaku moral anak dari tiga lingkungan utama yakni: lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya.  Anak memiliki naluri dan keyakinan masih lemah serta kepekaan moral yang kurang, hal ini membuat anak mengalami hambatan dalam bertindak sebagai kesadaran moral. Kesadaran moral atau kesadaran etis pada perkembangannya memerlukan pendidikan berupa teladan, penyuluhan dan bimbingan, akan berfungsi sebagai tindakan konkret untuk memberi putusan terhadap tindakan tertentu tentang baik-buruknya. Guru yang baik itu adalah guru yang senantiasa membimbing siswanya agar lebih  baik  ke  depan.  Yaitu  selalu  memberikan  pelajaran-pelajaran  atau masukan yang berguna dan bermanfaat bagi siswa. Guru yang baik itu juga bisa  sebagai  orantua  dan  teman,  selalu  ada  pada  saat  siswa membutuhkannya. Bisa menjadi teman tempat bercerita pada masalah yang sedang dihadapi siswanya.
Menurut Arieya.S, guru yang baik itu adalah guru yang memiliki ketulusan dalam memberikan pelayanan (pengabdian) pendidikan, inovatif, dan selalu mengembangkan strategi pembelajaran dan kapasitasnya. Sehingga memiliki nilai tambah bagi pengembangan dunia pendidikan. Jadi, guru yang baik itu adalah guru yang profesional dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya peran dari guru sebagai pendidik yang memberikan contoh teladan yang baik, pengetahuan, pemahaman dan menjadi orang tua siswa selama siswa berada di sekolah serta memberikan pengawasan secara baik dan terorganisir agar dapat memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap perkembangan perilaku moral siswa di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat di sekitarnya untuk menciptakan karakter siswa yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Dengan demikian pendidikan yang baik bukan hanya membentuk siswa memiliki kecerdasan otak saja, melainkan harus membentuk siswa memiliki kecerdasan moral yang baik pula, yang dapat dilakukan dengan memberikan contoh teladan yang baik, penyuluhan serta bimbingan. Oleh karena itu peran guru sangatlah penting dalam melakukan tugas yang sangat mulia ini. Oleh karena itu karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,  dan  perbuatan  berdasarkan  norma-norma  agama,  hukum,  tata krama,  budaya,  dan  adat  istiadat.  Agar  siswa  dapat  mengontrol  diri  dari adanypengaruh  dari  luar  yang  dapat  mempengaruhi  sikap  dan  perilaku siswa.
Dewasa  ini  banyak  sekali  penurunan  kualitas  moral  siswa  yang  termasuk dalam kategori ringan antara lain sikap kurang menghargai siswa kepada guru. Sering mendengar keluhan dari guru yang menyatakan bahwa siswa sekarang sulit diatur, tidak patuh dan suka membantah, suka mengkritik dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral, bahkan ada siswa yang berani membolos pada saat jam pelajaran sedang berlangsung. Hal inilah yang harus diperbaiki dan dibenahi oleh seroang guru, baik guru Pendidikan Agama Kristen atau guru-guru yang lain dalam memberikan contoh teladan yang baik, penyuluhan tentang dampak dari kenakalan remaja, dan memberikan bimbingan yang tepat guna yang dapat dijadikan filter atau penyaring oleh siswa untuk mengontrol diri dari adanya pengaruh-pengaruh negatif.
Dalam membangun kecerdasan moral siswa, seorang guru Pak tidak dapat melakukannya dengan kekuaatan sendiri akan tetapi harus melibatkan Tuhan Yesus melalui kebanaran Firman Tuhan. Kita membutuhkan Alkitab dikarenakan adanya  manfaat Firman Tuhan  bagi kehidupan bagi kita, dan tentaunya diasumsikan akan membangun kecerdasan moral . hal ini dapat dilihat dalam II Timotius 3:16-17: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”
Dalam II Timotius 3:16-17 mengajarkan bahwa Alkitab itu bermanfaat dan berguna  “untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Hal pertama yang II Timotius 3:16-17 katakan tentang manfaat Alkitab adalah untuk mengajar. Hal ini terutama sangat penting karena untuk sesuatu yang berhubungan dengan Allah, orang biasanya mengikuti ajaran yang sesuai dengan tradisi mereka atau ajaran yang dianggap masyarakat sebagai “sumber informasi religius yang benar.” Sehingga, kebanyakan orang memperoleh pengajaran tentang Allah dari pendeta, keluarga, sekolah, dll. Tidak ada salahnya dengan sumber-sumber ini selama mereka mengajarkan apa yang diajarkan oleh Alkitab. Sayangnya, seringkali sumber-sumber ini (keluarga, sekolah, pendeta) tidak mengajarkan kebenaran, sekalipun kedengarannya rohani dan tulus, bahkan seringkali ajaran itu juga SALAH karena tidak sesuai dengan pengajaran yang Allah berikan dalam Alkitab.  Sebagai contoh, Alkitab bermanfaat untuk mengajar misalnya subyek tentang keselamatan. Jawaban yang Alkitab berikan untuk topik ini sangat jelas: Roma 10:9 "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.”  Juga: Efesus 2:8-9 "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Telah dinyatakan dengan begitu jelas bahwa untuk diselamatkan bukan perbuatan baik yang perlu kita lakukan, tetapi kita harus percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati. Bila sekolah, pendeta, atau keluarga mengajarkan cara yang lain yang bukan Pengajaran Alkitabkah atau hanya pengajaran manusia. Maka haruslah  lebih memilih pengajaran Alkitab, karena hanya Alkitab yang “bermanfaat untuk mengajar” (II Timotius 3:16-17).
Selain mengajar, II Timotius 3:16-17 juga menjelaskan bahwa Alkitab bermanfaat untuk menyatakan kesalahan dan memperbaiki kelakuan. Ini berarti Alkitab dapat menunjukkan kepada kita apakah kita salah dan di bagian mana kita salah. Jadi, seandainya saya percaya bahwa keselamatan dapat diperoleh dengan melakukan perbuatan baik, atau dengan percaya ditambah perbuatan baik, atau dengan hal-hal lain selain dari percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka yang saya perlukan adalah saya harus diberitahu supaya kesalahmengertian saya itu diperbaiki. Kembali ayat dari Roma 10:9 bermanfaat untuk tujuan ini, karena jika saya tidak percaya seperti apa yang ayat itu katakan, maka ayat itu memberitahukan kepada saya bahwa saya salah yaitu dengan cara menyatakan apa yang benar. Dengan demikian, ayat tersebut mengajar saya, menunjukkan apa kesalahan saya dan mengoreksinya dan semua itu dilakukan oleh satu ayat yang sama. Contoh lain adalah Efesus 4:31: "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." Bila saya pahit, geram dll, Alkitab memberitahukan bahwa saya salah. Dan, tahukah Anda mengapa Anda salah? Bukan karena masyarakat atau sistem moral dunia menyatakan hal itu salah, tetapi karena ALLAH di dalam Firman-Nya menyatakan hal itu salah. Untuk mengetahui apa yang benar dan apa yang salah kita tidak perlu mengikuti dan mengetahuinya berdasarkan sistem moral dunia. Yang perlu kita ketahui dan ikuti adalah Firman Tuhan.
Manfaat Alkitab yang ketiga menurut II Timotius 3:16-17 adalah memperbaiki kelakuan. Perbaikan selalu menjadi pelengkap yang diperlukan setelah kesalahan dinyatakan. Ketika kesalahan dinyatakan, kita pun tahu apa kesalahan kita, dan melalui perbaikan, kita pun tahu apa yang harus kita lakukan. Dalam hal Efesus 4:31, yang kita baca di atas, kita cukup melanjutkan ke ayat berikutnya setelah kesalahan kita dinyatakan dan kelakukan kita diperbaiki. Maka, Efesus 3:32 pun mengatakan: "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Memang Alkitab bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakukan dan mendidik orang dalam kebenaran atau, dalam bahasa Yunaninya, untuk melatih orang dalam kebenaran.  "dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” .
Tujuan Allah memberikan kepada kita Alkitab dengan semua manfaat itu adalah agar “tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi.” Ini berarti kita tidak mungkin diperlengkapi kecuali bila kita menerapkan apa yang Alkitab katakan. Ayat II Timotius 3:16-17 juga menyatakan bahwa Alkitab diberikan agar manusia kepunyaan Allah “diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”. Perbuatan baik yang dimaksud di sini bukan perbuatan baik yang telah KITA “persiapkan” untuk Allah. Bagi Allah satu-satunya pekerjaan baik yang benar-benar baik adalah “pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya’ (Efesus 2:10). Agar kita siap dan diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik ini, yang kita perlukan adalah buku panduan dari Allah sendiri, yakni: Alkitab. Perbuatan Baik ini merupakan salag satu indikator dari kecerdasan moral.
Kecerdasan moral (bahasa Inggris: moral quotient, disingkat MQ) adalah kemampuan seseorang untuk membedakan benar dan salah berdasarkan keyakinan yang kuat akan etika dan menerapkannya dalam tindakan.[2]  Kecerdasan moral atau yang biasa dikenal dengan MQ adalah kemampuan seseorang untuk membedakan mana yang benar dari mana yang salah berdasarkan keyakinan yang kuat akan etika dan menerapkannya dalam tindakan. Sedangkan menurut Borba kecerdasan moral diartikan sebagai kemampuan untuk memahami benar dan salah dan berpendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai moral.[3] Dari definisi-definisi diatas, Berns mencoba menyarikannya dengan menyatakan bahwa perkembangan kecerdasan moral adalah suatu bentuk evaluasi individu atas apa yang benar dan apa yang salah, dan moral meliputi penerimaan individu atas aturan dan nantinya berpengaruh pada perilaku individu terhadap orang lain.[4] Jadi Kecerdasan moral dapat juga diartikan dengan  kemampuan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah, dengan menggunakan sumber emosional dan intelektual pikiran manusia. Indikator kecerdasan moral adalah bagaimana seseoarang memiliki pengetahuan tentang moral yang benar dan yang buruk, kemudian ia mampu menginternalisasikan moral yang benar ke dalam kehidupan nyata dan menghindarkan diri dari moral yang buruk. Orang yang baik adalah orang yang memiliki kecerdasan moral sedangkan orang jahat merupakan orang yang idiot moral.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lain. Akal merupakan kelebihan yang telah diberikan Tuhan kepada manusia. Dengan akal manusia mampu belajar, berfikir, memahami serta melakukan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang boleh dan mana yang tidak. Dengan akal yang dimiliki, seorang manusia mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yaitu memaksimalkan proses berfikir sehingga dapat dikatakan manusia dibekali kecerdasan yang luar biasa dibanding dengan makhluk Tuhan yang lain. Sering kita temui, para pendidik (guru) yang bekerja semata – mata untuk mencari nafkah, memperoleh penghasilan, hanya untuk mendapatkan materi bukan untuk mendapatkan sebuah kepuasan batin. Padahal dalam ajaran agama sendiri dijelaskan, ketika seseorang memilih untuk bekerja apa pun itu, maka semua itu harus didasari niat beribadah kepada Tuhan. Namun, banyak yang lupa akan hal itu sehingga menganggap ketika dia (guru) telah memberikan pengajaran tentang suatu pengetahuan, hanya sebatas itu saja, tanpa memikirkan bagaimana budi pekerti atau sikap perilaku anak didiknya. Hanya sedikit guru yang mampu memberikan pelajaran, tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik para peserta didik agar menjadi manusia yang berbudi. Para pendidik yang seperti ini berarti mampu mengenali dan memahami apa hakikat dari apa yang dia lakukan tersebut yaitu menjadi seorang pendidik, panutan bagi orang – orang di sekitarnya terutama bagi peserta didiknya. Guru juga seorang manusia di mana masih perlu banyak belajar. Guru merupakan salah satu profesi yang terhormat karena dari perantara seorang gurulah kita mendapatkan berbagai macam ilmu dan pengetahuan. Guru harus mampu memberikan teladan yang baik bagi murid-muridnya karena setiap sikap dan tingkah lakunya selalu menjadi sorotan lingkungan sekitarnya. Untuk itu, seorang pendidik (guru) harus mampu mengoptimalkan IQ, EQ dan SQ yang dimiliki agar nantinya mampu melahirkan para generasi yang juga memiliki IQ, EQ dan SQ yang baik. Seorang guru harus memiliki kecerdasan spiritualnya memadai.Kecerdasan spiritual ini merupakan modal dasar bagi seorang guru untuk menjadi sosok yang diharapkanmampu memberikan pencerahan batin bagi anak didiknya.
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan- aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggung jawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma- norma yang ada. Dengan demikian pendidikan yang baik bukan hanya membentuk siswa memiliki kecerdasan otak saja, melainkan harus membentuk siswa memiliki kecerdasan moral yang baik pula, yang dapat dilakukan dengan memberikan tujuh kebajikan utama yang disebutkan diatas.Oleh karena itu peran guru sangatlah penting dalam melakukan tugas yang sangat mulia ini. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat[5], Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).  Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan (soft skill) daripada (hard skill). Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya peran dari guru sebagai pendidik yang memberikan pengetahuan, pemahaman dan pengawasan secara baik dan terorganisir agar dapat memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap perkembangan perilaku moral siswa di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat di sekitarnya. Paul Suparno berpendapat bahwa Peran guru itu ada dua: mendidik  dan  mengajar.[6]  Mendidik  artinya  mendorong  dan  membimbing siswa agar maju menuju kedewasaan secara utuh. Salah satu peran guru adalah sebagai pendidik, guru diharapkan dapat membantu siswa membentuk kepribadianya secara utuh mencangkup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, spiritual, dan moral. Adapun mengajar artinya membantu dan melatih siswa agar mau belajar untuk mengetahui  sesuatu  dan  mengembangkan  pengetahuan.  Peran  guru  yang kedua sebagai pengajar. Secara umum tugas mengajar dijelaskan sebagai tugas membantu siswa agar mereka dapat belajar dan akhirnya mengerti bahan yang sedang dipelajari secara benar. Dengan demikian siswa akan menjadi semakin bertambah pengetahuannya. Secara ringkas peran guru sebagai fasilitator dan moderator dalam membantu siswa belajar secara konstruktivistik diterapkan dalam tindakan-tindakan: Kegiatan sebelum guru mengajar, selama proses pembelajaran dan sesudah proses pembelajaran”.[7] Adapun sikap yang perlu dimiliki oleh guru dalam berperan sebagai fasilitator dan moderator pada pembelajaran konstruktivistik, yaitu menganggap siswa bukan tabu rasa, menciptakan kelas yang aktif untuk kegiatan tanya jawab maupun diskusi. Sardiman A. M berpendapat bahwa Peran guru dalam kegiatan belajar-mengajar berperan sebagai fasilitator, informator, organisator, mediator, motivator, inisiator, transmitter dan evaluator.[8] Tugas  guru  sebagai  fasilitator  yaitu  memberikan  fasilitas  dan  kemudahan dalam proses belajar-mengajar dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang efektif. Peran guru sebagai informator menjadi pelaksana cara mengajar dan sumber informasi kegiatan akademik bagi siswa. Guru sebagai organisator yaitu mengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Guru sebagai mediator menjadi penengah dalam menengahi atau memberi jalan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. Peran guru sebagai motivator yaitu meningkatakan dan memberikan dorongan untuk mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan aktifitas dan kreativitas. Guru sebagai inisiator menjadi pencetus ide-ide kreatif dalam proses belajar yang dapat dicontoh oleh siswanya. Guru bertugas sebagai transmitter yang bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan. Guru bertugas sebagai evaluator untuk menilai siswa dalam bidang akademis maupun  tingkah  laku  sosialnya  sebagai  penentukan  keberhasilan  prestasi siswa pada kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan  pendapat-pendapat  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  peranan guru  dalam  pembelajaran  sebagai  pengajar  dan  pendidik.  Peranan  guru sebagai pengajar bertindak sebagai fasilitator, informator, organisator, mediator, transmitter, evaluator. Sedangkan peranan guru sebagai pendidik meliputi peranan guru sebagai pemberi contoh keteladanan (inisiator), memberikan motivasi kepada siswa (motivator), dan memberikan layanan bimbingan belajar serta memberikan bimbingan masalah pribadi siswa (pengarah). Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.
Pengajaran Agama Kristen merupakan salah satu materi yang harus diajarkan pada setiap siswa. Pengajaran PAK tidak hanya menjadi alat atau sarana yang sangat efektif bagi iman Kristen, tetapi juga mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan dan perkembangan iman siswa gereja di masa yang akan datang. Ada beberapa alasan, yaitu: Pertama, pengajaran Pendidikan Agama Kristen mempertemukan kehidupan manusia dalam hal ini anak-anak dengan Firman Tuhan atau dengan Tuhan Yesus sendiri, yang adalah Firman. Yonahes 1:1, “Pada mulanya adalah Firman dan firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah”. Dalam Injil Yohanes 1:14, dikatakan bahwa : “Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara dan kita telah melihat kemulianNya”
Karena perjumpaannya dengan Yesus, Sang Firman yang hidup, melalui pelajaran Agama Kristen di sekolah, banyak siswa yang pada akhirnya percaya kepada Tuhan Yesus, dan tidak sedikit orang tua yang dahulu menolak Tuhan Yesus secara terang-terangan, akhirnya mengakui dan memberi diri dibaptis. Penulis Ibrani mengatakan “Sebab firman Allah hidup dan kuat, lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; Ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” 2 II Timoitus 4: 2; Ibrani 4 : 12; Apabila Firman Tuhan diajarkan dengan setia, penuh tanggung jawab, dan dengan teladan, Allah akan memakainya untuk mempengaruhi pikiran dan hati orang yang memerlukan Yesus.
Kedua, Pengajaran Agama Kristen menghasilkan suasana pribadi antar sesama. Pengajaran Agama Kristen yang dilaksanakan di Sekolah dalam satu kelas, secara formal dan tertata rapi, menghasilkan suasana pribadi antara sesama rekan sekelas yang akhirnya dapat membimbing kepada keputusan untuk menerima Kristus. Mavis L. Anderson, (1993) dalam hubungannya dengan mendidik atau mengajar, mengatakan : “ Kata mendidik berarti “memimpin atau membimbing pembentukan kebiasaan-kebiasaan yang menuju kepada kecakapan”, pada jalan yang harus ditempuhnya, mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya memberikan pengetahuan teori sebanyak-banyaknya ke dalam hati murid-murid yang belum bersedia dengan satu pengharapan bahwa kelak pada akhir perjalanan yang jauh ini, murid akan tiba pada tujuan yang benar. Hal ini berarti membimbing dan melatih kehidupan itu dibawah pemeliharaan Roh Allah, sehingga langkah demi langkah, ia dipimpin kepada saat dimana ia menerima Dia yang adalah “jalan dan kebenaran dan Hidup” (Yohanes 14:6)”
Penulis Kitab Perjanjian Baru menyebutkan “Koinonia” yang berarti persekutuan Kristen yang terbaik. Koinonia itu meliputi keramahan, dan sekali-kali makan bersama. Semua itu memberikan kesan yang lebih mendalam daripada bersekutu saja. Secara harafiah kata itu berarti “kebersamaan”. Anak-anak Tuhan yang terlibat dalam pelajaran agama Kristen dapat saling membagi pengalaman hidup, memperhatikan yang susah, turut senang dengan mereka yang mendapatkan berkat, menguatkan yang putus asa, dan saling mendoakan. Persekutuan semacam ini sering menjadi saluran berkat, anugrah Allah bekerja melalui hati mereka yang belum percaya kepada Tuhan Yesus Kristus secara pribadi.[9]
Ketiga, Pengajaran Agama Kristen menyediakan struktur logis untuk Penginjilan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, di setiap kelas terdiri dari siswa yang umurnya tidak jauh berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu program pengajaran Agama Kristen tersusun sesuai dengan tingkat umur dan kemampuan siswa. Dalam penyampaian materipun disesuaikan dengan kondisi setempat. Dengan demikian gereja dan sekolah dapat membuat program yang dapat memberikan tugas penginjilan secara logis dan efektif.
Keempat, Pengajaran Agama Kristen mengembangkan tujuan yang paling utama dari semua pelayanan Pengajaran Kristen, yaitu membimbing orang (siswa) kedalam hubungan yang benar dengan Allah, melalui iman kepada Yesus Kristus.
Tujuan Penulis injil yang keempat , yaitu Yohanes, mengatakan : Supaya kami percaya bahwa Yesuslah Messias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya (Yohanes 20:31). Memang tak seorangpun dapat menjamin hasil seperti ini. Bahkan Tuhan Yesus sendiri kadang-kadang melihat bahwa maksudNya terhalang (Mark 10:20). Dari sekian banyak atau lamanya Pengajaran Agama Kristen pasti ada semacam pengajaran yang menambah kemungkinan, bahwa siswa atau orang-orang percaya yang sesat atau hilang akan ditemukan dan diselamatkan. Dan orang-orang atau siswa yang sudah diselamatkan oleh karena percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh 3:16), akan bertumbuh sebagai hasil dari pengalamannya ketika mengikuti Pelajaran Agama Kristen, menuju kedewasaan Kristus dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Dalam hal ini Mavis L.
Anderson (1993), menegaskan “perjalanan itu baru dimulai dan pendidikan harus dilanjutkan untuk membimbing murid-murid kepada kepenuhan di dalam Kristus”. 1
Untuk melengkapi tujuan Pengajaran Agama Kristen dan Penginjilan di sekolah, yang merupakan usaha “Pemuridan” dan sekaligus “Penginjilan”, obyek Pendidikan Agama Kristen disekolah sebagaimana ditulis oleh Dr. E.G Homringhausen dan Dr. I.H Enklaar, di bawah ini akan menambah wacana dalam memahami tujuan Pengajaran Agama Kristen di sekolah tersebut, yaitu : 2 Pendidikan Agama Kristen menjadikan murid-murid menghargai dirinya sendiri. Pengajaran Agama Kristen membuat mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Melalui Pengajaran Agama Kristen, diharapkan mereka dapat belajar menghargai dunia ini. Pengajaran Agama Kristen supaya mereka dapat membedakan nilai-nilai yang baik dan yang jahat.
Membangun kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar kita bisa membedakan yang benar dan mana yang salah, sehingga kita dapat menangkis pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral dapat dipelajari dan kita bisa mulai mengajarkannya sejak balita, sekolah juga tidak boleh lepas dari peran ini. Karena, seorang anak yang sudah duduk di bangku sekolah, akan menghabiskan sebagian dari waktunya di sekolah, berinteraksi dengan guru- guryang berperan sebagai pengajar dan pendidik dan teman-temayang dapat memberikan pengaruh positif dan juga negatif. Penurunan  sikap  moral  siswa tersebut  dikarenakan  kurangnya pengawasan guru dan orang tua siswa, khususnya guru PAK . Hal inilah   yan harus   dikembangka oleh   seorang   guru   khususny guru Pendidikan   Kewarganegaraa dalam   mengembangkan   kecerdasan   moral siswa. Furter (1965) dalam tinjauan fenomenologisnya, Furter menjelaskan ke dalam tiga hal, yaitu: (1) Tingkah laku moral sesungguhnya baru timbul pada usia remaja. (2) Masa remaja sebagai periode masa muda yang harus dihayati betul-betul untuk  mencapai  tingkah  laku  moral  yang  otonom.  Sehingga  remaja tersebut mampu mengadopsi nilai moral yang ada di sekitarnya sebagai nilai pribadi. (3) Eksistensi masa muda merupakan masalah moral dan harus dilihat sebagai hal yang bersangkutan dengan nilai-nilai. Sehingga remaja tersebut tidak hanya memperoleh pengertian tentang nilai tetapi juga dapat menjalankannya.
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan, perilaku moral tersebut baru timbul pada saat seorang anak memasuki masa remajanya, dan perilakunya harus selalu diawasi agar perilaku anak tersebut dapat terkontrol dengan baik dan dapat menghindari perilaku menyimpang yang berasal dari luar. Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan tindakan manusia untuk membangun pribadi yang berkarakter kuat berkualitas, namun juga merupakan pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Kecerdasan moral secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna.  Kecerdasan  moral  memberikan  hidup  manusia  memiliki  tujuan. Tanpa kecerdasan moral, seseorang tidak dapat berbuat sesuatu dan peristiwa- peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral menuntun seseorang tidak tahu apa yang harus dikerjakan.Michele Borba (2008) Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah artinya, memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut”.
Membangun kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar kita bisa membedakan yang benar dan mana yang salah, sehingga kita dapat menangkis pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral dapat dipelajari dan kita bisa mulai mengajarkannya sejak balita, sekolah juga tidak boleh lepas dari peran ini. Karena, seorang anak yang sudah duduk di bangku sekolah, akan menghabiskan sebagian dari waktunya di sekolah, berinteraksi dengan guru- guryang berperan sebagai pengajar dan pendidik dan teman-temayang dapat memberikan pengaruh positif dan juga negatif. Borba, kecerdasan moral diartikan sebagai kemampuan untuk memahami benar dan salah dan berpendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai moral”.[10] Jadi dapat dikatakan pendirian siswa yang sangat kokoh dan kuatlah yang harus diwujudkan oleh siswa dengan adanya peran guru dalam mengembangkan kecerdasan moral siswa.
Kecerdasan moral lebih mendasar dari kecerdasan emosional. Kecerdasan moral didefinisikan sebagai kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah yang sesuai dengan prinsip hidup kemanusiaan. Dengan demikian kecerdasan moral sangatlah penting itu dikembangkan, yang bertujuan untuk melihat kemampuan siswa dalam menilai suatu hal tentang baik buruknya suatu tindakan yang siswa lakukan, baik bagi dirinya maupun orang lain. Perkembangan kecerdasan moral ini juga akan membawa dampak yang  baik  pula  bagi  siswa  untuk  menjaga  diri  mereka  dari  perbuatan- perbuatan  yanmenyimpang  dari  peraturan,  norma-norma  serta  nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Identifikasi Masalah Penelitian
             Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.        Pengamatan peneliti menunjukkan bahwa dalam 2 Timotius 3:16-17 terdapat Manfaat Firman Tuhan yang penting untuk dipahami dan dilaksanakan oleh guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  dalam mempengaruhi kecedasan moral siswa.   Dalam manfaat Firman Tuhan tersebut, sebagai seorang pekerja Kristen yaitu guru PAK harus mampu menjelaskan serta menunjukkan manfaat tersbut bagi siswaMelakukan kehendak Allah merupakan hal yang harus dikerjakan oleh guru PAK. Selain itu guru PAK juga harus menyadari bahwa mereka adalah hamba Kristus sehingga mereka dapat bertindak sebagai hamba Kristus yang melakukan kehendak Allah, yang mendidik dan mengajar peserta didik tentang kebenaran Firman Tuhan.   Namun kenyataan yang ada di lapangan, masih banyak guru PAK yang belum menerapkan Manfaat Firman Tuhan dalam bekerja sebagaimana yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16-17.   Terlihat dari kinerjanya yang kurang berkualitas seperti, masih ada guru PAK yang tidak maksimal tugas dan tanggung jawabnya, tidak disiplin, menganggap pekerjaan tersebut bukan suatu pelayanan melainkan suatu rutinitas yang melelahkan dan hanya sebagai alat untuk mencari uang, tidak menunjukkan sikap sebagai seorang hamba Kristus sehingga tidak menjadi teladan bahkan menjadi batu sandungan, dll.   Hal itu terjadi mungkin karena belum mempelajari secara khusus sehingga kurang memahami tentang manfaat Firman Tuhan.   Dilain pihak, ada juga guru PAK yang sudah menerapkan Manfaat Firman Tuhandalam 2 Timotius 3:16-17, namun tidak bersifat continue (berkelanjutan).   Dari uraian di atas muncul pertanyaan, bagaimanakah kencenderungan pemahaman tentang  Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 di kalangan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamadya Medan?
2.        Pada hakekatnya guru PAK adalah hamba Kristus yang melakukan tugas dan tanggung jawabnya bukan untuk manusia tetapi untuk Tuhan.   Namun ada gejala dari beberapa guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan , yang belum menyadari keberadaannya sebagai hamba Kristus yang harus seturut dan melakukan Firman Tuhan.   Sehingga muncul pertanyaan bagaimanakan kecenderungan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  menyadari keberadaan dirinya sebagai hamba Kristus  berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 dalam memahami Firman Tuhan?
3.        Dalam bekerja guru Pendidikan Agama Kristen seharusnya mereka memiliki motivasi yang benar sehingga dimanapun, bagaimanapun  dan kapanpun guru PAK tetap bersemangat dan antusias untuk memberikan pengajaran kepada anak didiknya.   Namun dalam mengajar ada guru Pendidikan Agama Kristen kurang memperhatikan ataupun memperdulikan tentang motivasi yang benar dan murni dalam kinerjanya.    Ada kecenderungan guru Pendidikan Agama Kristen mengajar sebagai kewajiban untuk mendapatkan upah saja.   Dari penjelasan tersebut muncul pertanyaan, bagaimanakah kecenderungan motivasi guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 tentang manfaat Firman Tuhan ?
4.        Guru Pendidikan Agama Kristen adalah agen pembelajaran Kristen yang melaksanakan tugasnya dengan tujuan yang jelas sesuai Alkitab yaitu menjadikan semua menjadi murid Kristus dan mengajarkan kepada mereka akan segala sesuatu yang telah Tuhan perintahkan.   Namun ada guru Pendidikan Agama Kristen yang mengajar hanya sekedar menyelesaikan tuntutan kurikulum  tanpa mengerti apa tujuan terpentingnya sebagai guru agama Kristen sehingga guru tersebut mengajar tanpa ada tujuan yang jelas.   Akibatnya pembelajaran hanya berlalu begitu saja tanpa ada perubahan yang nyata yang dialami oleh peserta didik.  Dari penjelasan tersebut muncul pertanyaan, bagaimanakah kecenderungan tujuan pembelajaran utama yang ingin dicapai oleh guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  dalam diri anak didiknya?
5.        Dengan adanya pelaksanaan sertifikasi guru yang diadakan oleh pemerintah maka diharapkan kualitas kerja guru dapat meningkat.   Namun dari kenyataan di lapangan, guru PAK masih belum memberikan kinerja yang maksimal.   Dari hal tersebut, bagaimanakah kecenderungan guru Pendidikan Agama Kristen se- Kotamdya Medan  menyikapi sertifikasi guru tersebut berdasarkan Manfaat Firman Tuhandalam 2 Timotius 3:16-17?
6.        Mendidik dan mengajar merupakan tugas utama yang harus dilakukan dan dikerjakan oleh seorang guru sebagaimana tertulis dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP No. 74 tahun 2008 tentang guru mengamanatkan, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.   Selain itu guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.   Namun yang sering terjadi adalah mereka cenderung menjadi seorang pendidik yang asal-asalan saja yang tidak lagi berusaha untuk memahami karakteristik peserta didiknya, tidak lagi ada beban untuk membimbing dan mengarahkan peserta didiknya menjadi lebih dewasa rohani serta tidak lagi menjadi teladan bagi peserta didiknya.   Guru-guru PAK se- Kotamadya Medan juga cenderung menjadi seorang pengajar yang sekedar mentransferkan ilmu mereka tanpa ada  beban untuk mendorong peserta didik mereka mengerti kehendak Allah dengan sungguh-sungguh serta mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.   Di samping itu, masih ada guru PAK se-Kotamdya Medan , belum memahami manfaat Firman Tuhan terhadap kecerdasan moral siswa dari uraian di atas muncul pertanyaan bagaimanakah kategori pemahaman  guru-guru PAK se-Kotamdya Medan tentang kecerdasan moral ?
7.        Manfaat Firman Tuhanyang sebagaimana tertuang di dalam Firman Tuhan khususnya di dalam 2 Timotius 3:16-17, yaitu agar setiap para guru PAK senantiasa taat kepada pimpinannya dengan takut dan gentar, dengan tulus hati serta dengan kesungguhan hati.   Selain itu guru PAK juga harus memiliki prinsip bahwa mereka adalah hamba Kristus sehingga mereka dapat bertindak sebagai hamba Kristus yang melakukan kehendak Allah, yang mendidik dan mengajar peserta didik dengan niat yang baik serta mengharapkan upah dari Tuhan.   Hal tersebut bila dipahami dan dilaksanakan  oleh guru-guru PAK maka tentunya akan memberikan pengaruh yang luar biasa serta menjadikan guru-guru PAK mampu menghasilkan  peserta didik yang memiliki kecerdasan moral yang baik.   Mereka akan bertindak sebagaimana halnya seorang pelayan Kristen yang diharapkan oleh Tuhan yang dapat menyampaikan kebenaran Firman Tuhan dengan benar sehingga menghasilkan peserta didik yang memiliki kecerdasan moral.   Dengan demikian, bagaimanakah pengaruh signifikan antara pemahaman guru PAK tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdsan moral siswa ?

Pembatasan Masalah Penelitian
  Dari identifikasi masalah yang sudah dilakukan, selanjutnya menentukan pembatasan masalah yang akan diteliti.  Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini jatuh pada identifikasi 1, 6 dan 7 sedang identifikasi masalah lainnya sudah dianggap terhisap dalam  point yang telah dipilih.
1.        Pengamatan peneliti menunjukkan bahwa dalam 2 Timotius 3:16-17 terdapat Manfaat Firman Tuhan yang penting untuk dipahami dan dilaksanakan oleh guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  dan pengaruhnya terhadap kecerdasan moral siswa.   Sebagai seorang pekerja Kristen, guru PAK harus senantiasa memahami manfaat Firman Tuhan dengan takut dan gentar, dengan tulus hati serta dengan kesungguhan hati.   Selain itu guru PAK juga harus memiliki prinsip bahwa mereka adalah hamba Kristus sehingga mereka dapat bertindak sebagai hamba Kristus yang melakukan kehendak Allah, yang mendidik dan mengajar peserta didik dengan niat yang baik sehingga berubah dan memiliki kecerdasan moral.   Namun kenyataan yang ada di lapangan, masih banyak guru PAK yang belum menerapkan Manfaat Firman Tuhandalam bekerja sebagaimana yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16-17.   Terlihat dari kinerjanya yang kurang berkualitas seperti, masih ada guru PAK yang tidak membawa Alkitab tidak disiplin, menganggap pekerjaan tersebut bukan suatu pelayanan melainkan rutinitas yang melelahkan, hanya sebagai alat untuk mencari uang, tidak menunjukkan sikap sebagai seorang hamba Kristus sehingga tidak menjadi teladan bahkan menjadi batu sandungan, dll.   Hal itu terjadi mungkin karena belum mempelajari secara khusus sehingga kurang memahami manfaat Firman Allah.   Dilain pihak, ada juga guru PAK yang sudah menerapkan Manfaat Firman Tuhandalam 2 Timotius 3:16-17, namun tidak bersifat continue (berkelanjutan).  Dari uraian di atas muncul pertanyaan, bagaimanakah kencenderungan pemahaman tentang Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 di kalangan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamadya Medan terhadap kecerdasan moral siswa ?
2.        Mendidik dan mengajar merupakan tugas utama yang harus dilakukan dan dikerjakan oleh seorang guru.   Untuk mengukur kinerja apakah seorang guru sudah berkinerja atau tidak, salah satu alat ukurannya adalah undang-undang Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003.   Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP No. 74 tahun 2008 tentang guru, mengamanatkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.   Namun yang sering terjadi adalah mereka cenderung menjadi seorang pendidik yang asal-asalan saja yang tidak lagi berusaha untuk memahami karakteristik peserta didiknya, tidak lagi ada beban untuk membimbing dan mengarahkan peserta didiknya menjadi lebih dewasa rohani serta tidak lagi menjadi teladan bagi peserta didiknya.   Guru-guru PAK juga cenderung menjadi seorang pengajar yang sekedar mentransferkan ilmu mereka tanpa ada  beban untuk mendorong peserta didik mereka mengerti kehendak Allah dengan sungguh-sungguh serta mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.   Di samping itu, masih ada guru PAK se-Kotamdya Medan , belum mempersiapkan dengan benar dan lengkap perangkat pengajaran, datang terlambat dalam mengajar, kurang menguasai media atau metode pengajaran yang baik dan kontekstual dari uraian di atas muncul pertanyaan,  bagaimanakah kategori kinerja guru-guru PAK se-Kotamdya Medan ?
3.        Manfaat Firman Tuhanyang sebagaimana tertuang di dalam Firman Tuhan khususnya di dalam 2 Timotius 3:16-17, bila dipahami dan dilaksanakan  oleh guru-guru PAK maka tentunya akan memberikan pengaruh yang luar biasa dalam meningkatkan kecerdasan moral siswa.   Mereka akan bertindak sebagaimana halnya seorang pelayan Kristen yang diharapkan oleh Tuhan.   Dengan demikian, bagaimanakah pengaruh pemahaman guru PAK se-Kotamadya Medan tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdasan moral siswa ?

Pokok Masalah Penelitian
 Dari batasan masalah yang dipilih oleh peneliti, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.        Bagaimanakah kencenderungan pemahaman guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamadya Medan tentang  Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17?
2.        Bagaimanakah pemahaman guru-guru PAK se-Kotamdya Medan  tentang kecerdasan moral ?
3.        Bagaimanakah pengaruh pemahaman  guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdasan moral siswa? 

Tujuan Penelitian
  Penelitian yang dilakukan melalui penulisan Tesis ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.        Untuk memperoleh gambaran kecenderungan pemahaman Manfaat Firman Tuhan dikalangan guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan  berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.
2.        Untuk memperoleh gambaran mengenai pelayana guru-guru Pendidikan Agama Kristen se-Kotamdya Medan dalam menjelaskan manfaar Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.
3.        Untuk memperoleh gambaran mengenai kemungkinan ada pengaruh pemahaman guru PAK se-Kotamdya Medan .tentang Manfaat Firman Tuhanberdasarkan 2 Timotius 3:16-17 terhadap kecerdasan moral siswa.

Kepentingan Penelitian
 Menurut Andreas B. Subagyo, dalam buku Pengantar Riset Kualitatif dan Kuantitatif, ada dua kepentingan penelitian yaitu:  Pertama, ”Kepentingan teoritis, yaitu sumbangan yang dapat diberikan kepada dunia ilmu pengetahuan.   Kedua, kepentingan praktis, yaitu sumbangan yang diberikan kepada penerapan ilmu pengetahuan.”[11]   Jika tujuan penelitian ini dapat tercapai, maka hasil penelitian ini memiliki kepentingan dari sudut teoritis dan sudut praktis: 



Kepentingan Teoritis
1.        Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kajian ilmu Pendidikan Agama Kristen seperti Profesi Keguruan dimana semakin ditemukan manfaat Firman Tuhan berdasarkan  Alkitab yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dan membangun kecerdasan moral siswa.
2.        Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang Etika Kristen.
3.        Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dibidang pelatihan tenaga kerja, prinsip-prisip kerja yang ditemukan dapat dijadikan bahan pelatihan.
4.        Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangsih yang berarti bagi Dinas pendidikan, Kementerian Agama secara khusus di Kotamdya Medan  agar pelyanan guru-guru PAK disana se-Kotamadya Medan semakin berkualitas.

Manfaat dari Sudut Praktis
1.        Bagi peneliti akan menerapkan  Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17 di dalam lingkungan pekerjaan nantinya dalam membangun kecerdasan moral siswa.
2.        Bagi guru-guru Pendidikan Agama Kristen, agar membuat evaluasi diri secara pribadi apakah sudah memahami dan melaksanakan Manfaat Firman Tuhan berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.   Hal tersebut penting dalam mencapai  pelyanan yang berkualitas sebagai  guru Pendidikan Agama Kristen dalam membangun kecerdasan moarl siswa.
3.        Bagi setiap pembaca penelitian ini memberi inspirasi dan evaluasi diri apakah sudah memahami serta melaksanakan Manfaat Firman Tuhandalam lingkungan pekerjaan ataupun pelayanannya berdasarkan 2 Timotius 3:16-17.   Dengan  prinsip-prinsip tersebut,  setiap pembaca akan dapat memaksimalkan diri untuk memberikan pelayanan terbaik kepada Tuhan dengan membangun kecerdasan moral siswa.









DAFTAR PUSTAKA

Abineno, Dr. J.L Ch., Tafsiran Alkitab Surat Efesus, Jakarta:BPK, 2009.
Akbar, Ali Ibrahim. 2000. Pendidikan Karakter. USA : Harvard University. A.M, Sardirman.
  2004. Interaksi dan Motivsi Belajar Mengajar, Jakarta : Rajagrafindo Persada (Rajawali Pers).
Ali Muhidin, Sambas. Analisis Korelasi Regresi dan Jalur dalam Penelitian, Bandung: Pustaka Setia, 2007
Alkitab Penuntun, Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 2003.
Borba. 2001. Building Moral Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustaka.

Borba, Michele. 2008. Membangun Kecerdasan Moral, Jakarta: Perguruan Tinggi
              Gramedia Pustaka Utama.
Depdiknas. Pembinaan Profesionalisme Tenaga pengajar (Pengembangan Profesionalisme Guru). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas. 2005.
Duyverman, M.E, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK2000.
Ibrahim, R dan S, Nana Syaodih. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta,1993
Kemendiknas.2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
              PertamaJakarta. Grasindo

Nasir, Muhammad.1985.Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Suparno, Paul, SJ
              dkk.2004. Pendidikan Budi Pekerti. Yogyakarta: Kanisius.

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. 2003. Tentang Sistem Pendidikan
              Nasional Beserta PenjelasannyaBandung : Citar Umbara Bandung.

Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D.2007.Civic Education, Konteks, Landasan, Bahan
              Ajar Dan Kultur Kelas. Bandung: Program PAK , Sekolah Pasca Sarjan UPI.
Poerwadarminta,W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.1998
Subagyo, Andreas B., Pengantar Riset Kualitatif dan Kuantitatif Bandung:  Kalam Hidup, 2004 .





                  [1]M. Suparmako & Ari Sudarman, Metode Penelitian Praktis  (Yogyakarta:  Universitas Gajah Mada, 1982), 7
                  [2] Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 74-75
                  [3] Ibid
                  [4] Ibid
                  [5] Ali Ibrahim Akbar, 2000
                  [6] Paul, SJ dkk.2004. Pendidikan Budi Pekerti. Yogyakarta: Kanisius. (hal  26-27)
                  [7] Paul, SJ dkk.2004. Pendidikan Budi Pekerti. Yogyakarta: Kanisius. (hal: 34-36)
                  [8] Sardiman A. M 2004 (Hal: 145-146)
                  [9] Mavis L. Anderson, Pola Mengajar Sekolah Minggu, Yayasan Kalam hidup, Bandung, 1993, Hlm. 89,90
                [10] Borba, Michele. 2008. Membangun Kecerdasan Moral, Jakarta: Perguruan Tinggi
Gramedia Pustaka Utama.

                   [11]Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kualitatif dan Kuantitatif (Bandung:  Kalam Hidup, 2004), 217